Translate

Tampilkan postingan dengan label UUJN. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label UUJN. Tampilkan semua postingan

Senin, Juni 13, 2022

PENYEBUTAN TANGGAL HARUS MENGGUNAKAN PENANGGALAN MASEHI (DALAM AKTA)

PENYEBUTAN TANGGAL HARUS MENGGUNAKAN PENANGGALAN MASEHI ?

• Dalam setiap awal akta (antara lain) wajib dicantumkan tanggal, bulan dan tahun menghadap kepada Notaris. Adanya pencantman dan penyebutan tanggal, bulan dan tahun tersebut sebagai penjaminan kepastian dari Notaris kepada para penghadap, bahwa yang bersangkutan betul menghadap sebagaimana tersebut pada awak akta.
• Undang-UndangNomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris tidak menyebutkan dan menegaskan mengenai penggunaan tanggal, bulan dan tahun pada awal akta Notaris. Sehingga penggunaan tanggal, bulan dan tahun pada awal akta Notaris dinilai sebagai tindakkan kebiasaan Notaris saja yang sudah ada sejak jaman Belanda yang mengenalkan institusi Notaris ke Indonesdia.
• Dalam Wikipedia = Kalender Masehi atau Anno Domini (AD) dalam bahasa Inggris adalah sebutan untuk penanggalan atau penomoran tahun yang digunakan pada "Kalender Gregorian". 
• Indonesia sebagai Negara yang berada dalam komunitas internasional dalam penanggalan yang rata-rata dianut oleh seluruh Negara-negara di dunia, meskipun demikian tidak meninggalkan sistem penanggalan tertentu yang dianutnya, misalnya agama Islam yang menggunakan Tahun Hijriyah. Hijriyah berdasarkan patokan peredaran bulan (qomariyah), dan kalender Masehi mengacu pada rotasi matahari (syamsiah). 
• UUJN/UUJN – P tidak menegaskan apapun tentang penggunaan tanggal tersebut kenapa harus menggunakan penanggalan masehi, mungkin dengan alasan yang sederhana bahwa Indonesia mengkuti penanggalan yang secara internasional dianut oleh negara-negara di dunia. 

Reposted from HBA-INC

Senin, Februari 21, 2022

NYIMAK TENTANG MEMAKNAI SUMPAH JABATAN NOTARIS/PPAT......

Ketika kita diangkat sebagai :
Notaris Saya bersumpah/berjanji : bahwa saya akan patuh dan setia kepada Negara Republik Indonesia, Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang tentang Jabatan Notaris serta PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN LAINNYA.
PPAT Saya bersumpah/berjanji : bahwa saya akan mentaati semua peraturan pertanahan dan peraturan lain yang berkaitan dengan dengan ke-PPAT-an serta PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN LAIN YANG BERLAKU.
Pasal 1 angka 2 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2019 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN : Peraturan Perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang memuat norrna hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan dalam Peraturan Perundang- undangan.
Pasal 8 : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
(1) Jenis Peraturan Perundang-undangan selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) mencakup peraturan yang ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan, Komisi Yudisial, Bank Indonesia, Menteri, badan, lembaga, atau komisi yang setingkat yang dibentuk dengan Undang-Undang atau Pemerintah atas perintah Undang-Undang, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota, Kepala Desa atau yang setingkat. 
(2) Peraturan Perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan KEWENANGAN.
Jadi Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2022 sebagai  peraturan perundang-undangan yang dibentuk berdasarkan Kewenangan Presiden. Karena karena melekat pada jabatan Presiden sebagai kepala ekesekutif (pemerintahan) Instruksi Presiden tersebut tanpa menyebutkan ada konsiderannya.
Jika ada Notaris/PPAT yang merasa hal tersebut tidak perlu dilakukan,  Pasal 8 ayat (4) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN telah memberikan jalan keluarnya yaitu : Dalam hal suatu Peraturan Perundang-undangan di bawah Undang-Undang diduga bertentangan dengan Undang-Undang, pengujiannya dilakukan oleh Mahkamah Agung.
Sekarang apakah akan ada Notaris/PPAT yang akan menguji Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2022 ke Mahkamah Agung ? Silahkan yang akan mengujinya.
Notaris/PPAT sesuai sumpah/janji jabatan akan patuh dan taat terhadap semua peraturan perundang-undangan yang berlaku di NKRI. Uraian di atas hanya berlaku untuk Notaris/PPAT yang bisa memaknai sumpah/janji jabatannya. 

Reposted from (HBA – INC).

Rabu, Februari 09, 2022

Aplikasi Pasal 16 ayat (1) huruf a UUJN sangat penting tujuannya demi perlindungan hukum masyarakat

Resume tanya jawab dalam suatu kesempatan di PN:

Bukti nyata bahwa Notaris tidak sekedar mengandalkan karyawan (walaupun karyawan sudah 10 tahun lebih), selalu cek dan ri-cek, apalagi KUASA yang dibuat rekan notaris lain, konfirmasi pada rekan pembuatnya, Putusan Pengadilan, Penetapan Pengadilan atau lainnya.

Apabila dalam melaksanakan jabatannya ternyata dokumen sebagai dasar pembuatan akta notaris dinyatakan palsu oleh putusan pengadilan atau oleh instansi yang membuatnya dicabut, bagaimana kedudukan hukum akta yang sudah dibuat?

Jika dalam pembuatan akta memenuhi semua syarat dan tatacara yang disebutkan Pasal 38 UUJN dan ketentuan lainya menurut UUJN, maka secara formalitas telah dipenuhi dan akta yang bersangkutan tetap berkedudukan sebagai akta otentik dan tidak menyebabkan akta notaris jadi palsu.

Hanya bagi para pihak sendiri akta tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sejak adanya putusan pengadilan yang menyatakan surat/dokumen tersebut palsu atau sejak adanya pencabutan surat/dokumen tersebut dari instansi yang membuat atau mengeluarkannya, sedangkan perbuatan hukum yang sudah dilakukan berdasarkan akta tersebut sebelum adanya putusan pengadilan atau pencabutan tetap sah dan mengikat para pihak pada siapapun.
Notaris tidak akan dikualifikasikan memasukkan surat/dokumen palsu yang setelah akta dibuat surat/dokumen tersebut dinyatakan palsu berdasarkan putusan pengadilan atau instansi yang membuat/mengeluarkan surat/dokumen mencabutnya.

Notaris akan dikualifikasikan memasukan keterangan palsu ke dalam akta notaris (Pasal 266 KUHPidana) apabila sebelum akta dibuat tahu bahwa surat/dokumen tersebut palsu atau secara formil tidak dibuat oleh instansi yang berwenang membuatnya atau surat/dokumen tersebut tahu telah dicabut oleh instansi yang membuatnya/mengeluarkannya.
Pasal 266 KUHPidana menyatakan bahwa:

1. Barang siapa menyuruh menempatkan keterangan palsu ke dalam suatu akta otentik tentang suatu kejadian yang kebenarannya harus dinyatakan oleh akta itu, dengan maksud akan menggunakan atau menyuruh orang lain menggunakan akta itu seolah-olah keterangannya itu cocok dengan hal sebenarnya, maka kalau dalam mempergunakan itu dapat mendatangkan kerugian, dihukum penjara selama-lamanya tuujuh tahun.

2.Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan sengaja memakai akta tersebut seolah-olah isinya sesuai dengan kebenaran, jika karena pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian.
Unsurnya berarti, perbuatannya adalah menyuruh menempatkan, objeknya adalah keterangan palsu, ke dalam akta otentik, mengenai sesuatu hal yang kebenarannya harus dinayatakan dengan akta tersebut, jika pemakaiannya dapat menimbulkan kerugian, dengan maksud untuk memakai atau menyuruh memakai seolah-olah keterangan itu sesuai dengan kebenaran.

Kedudukan akta tersebut dilihat dari sudut kewenangan notaris menurut Pasal 16 ayat (1) huruf a  UUJN dinyatakan “dalam menjalankan jabatannya notaris wajib bertindak seksama”.
Bahwa notaris dalam melakukan suatu tindakan hukum harus senantiasa bertindak secara hati-hati agar notaris sebelum mengambil keputusan meneliti semua fakta yang relevan dalam pembuatan aktanya. Berkaitan dengan kasus tersebut diatas maka seyogianya notaris melakukan pengecekan terkait keaslian dokumen atau akta yang dijadikan dasar pembuatan akta tersebut.

Notaris harus meneliti semua kelengkapan dan keabsahan alat bukti atau dokumen yang diperlihatkan kepada notaris, serta mendengar keterangan atau pernyataan para penghadap dilakukan sebagai dasar pertimbangan untuk dituangkan didalam akta. Oleh karena itu apabila notaris kurang teliti dalam memeriksa fakta-fakta penting, itu berarti notaris bertindak tidak hati-hati.

Asas kehati-hatian adalah suatu asas yang menyatakan bahwa notaris dalam menjalankan fungsi dan jabatannya wajib menerapkan prinsip kehati-hatian dalam rangka melindungi kepentingan masyarakat yang dipercayakan kepadanya. Prinsip kehati-hatian semata-mata agar notaris selalu dalam rambu-rambu yang benar. 
Dr. Habib Adjie mengatakan pelaksanaan asas kecermatan dan kehati-hatian wajib dilakukan dalam pembuatan akta dengan:
a. Melakukan pengenalan terhadap penghadap, 
berdasarkan identitasnya diperlihatkan kepada notaris;
b. Menanyakan, kemudian mendengarkan dan mencermati keinginan atau kehendak para pihak tersebut dengan tanya jawab;
c. Memeriksa bukti surat yang berkaitan dengan keinginan atau kehendak para pihak tersebut;
d. Memberikan saran dan membuat kerangka akta untuk memenuhi keinginan atau kehendak para pihak;
e. Memenuhi segala teknik administratif pembuatan akta notaris, seperti pembacaan, penanda-tanganan, memberikan salinan, dan pemberkasan untuk minuta;
f. Melakukan kewajiban lain yang berkaitan dengan pelaksanaan jabatan notaris.

Sebagaimana difahami tidak selamanya kekuatan pembuktian materiil yang terdapat dalam akta notaris benar dan mengikat para pihak dan hakim, apabila ternyata yang tertuang dalam akta notaris tersebut adalah tidak benar. 
Putusan MARI No. 3783 K/Pdt/1987, yang menegaskan, akta notaris yang memuat pemindahan dan penyerahan hak atas tanah yang didasarkan pada putusan PN yang palsu adalah akta notaris yang berisi kepalsuan pula.

Putusan MARI No. 2510 K/Pdt 1991, yang menyebutkan tidak mengakui kekuatan pembuktian materiil yang terdapat dalam akta notaris dengan alasan, pembuatan akta notaris dalam perkara tersebut mengandung penyalahgunaan formalitas yakni dengan itikad buruk memberi keterangan yang tidak benar kepada notaris, sehingga akta notaris tersebut mengandung isi kebohongan dan secara absurditas diterima begitu saja oleh notaris untuk dituangkan dalam akta yang dibuatnya. Dalam hal yang demikian kebenaran materiil tidak nyata nampak di dalam akta, oleh karena itu dianggap tidak mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta otentik.
Berdasarkan hal tersebut diatas maka aplikasi Pasal 16 ayat (1) huruf a UUJN sangat penting tujuannya demi perlindungan hukum pada masyarakat, artinya kebenaran materiil dalam akta notaris semaksimal mungkin dipastikan oleh notaris.

Reposted from (UN).

Minggu, Januari 10, 2021

PENGECEKAN SERTIPIKAT DAN NOTARIS BERCERITA

PENGECEKAN SERTPIKAT ONLINE DAN FISIK SERTIFIKAT PALSU.

Si A  sebagai Penjual dan Si B sebagai Pembeli) datang ke PPAT. Si A akan menjual tanahnya ke Si B. PPAT sesuai ketentuan yang berlaku melakukan pengecekan sertipikat Si A tersebut secara online, dan diperoleh hasil tidak ada masalah (bersih). Setelah semuanya selesai/ beres PPAT mendaftarkan peralihan tersebut ke kantor pertanahan, ternyata oleh kantor pertanahan peralihan hak tersebut ditolak, dengan alasan fisik sertipikat tersebut bukan produk kantor pertanahan, tapi data yang tersebut dalam sertipikat benar sesuai dengan buku tanah.

Pada satu sisi pengecekan secara online memperlancar pengecekan tersebut, tapi secara fisik tidak dilakukan, tapi hanya fisik sertipikat asli atau tidak pada saat akan dilakukan peralihan hak di kantor pertanahan. Inilah yang muncul/timbul dalam praktek. Untuk mengatasinya apakah masih perlu dilakukan pengecekan fisik sertipikat lagi? Perlu ada cara lain agar sinergi cek online sertifikat dan fisik sertipikat.

NOTARIS BERCERITA

Seorang Notaris bercerita, bahwa dirinya pernah digugat pembatalan akta oleh pihak yang tidak pernah menghadap dalam akta atau bukan pihak dalam akta. Bahwa yang bukan pihak ini melaporkan dirinya ke MPW, kemudian MPW memutuskan bersalah karena melanggar UUJN dalam pembuatan akta tersebut.  Ternyata putusan MPW yang memutuskan Notaris bersalah tersebut  atau telah melakukan pelanggaran dalam pembuatan akta, telah dijadikan dasar oleh pihak yang bersangkutan untuk menggugat Notaris ke pengadilan negeri sebagai Perbuatan Melawan Hukum (PMH) dan dituntut ganti rugi.

Hal tersebut menjadi kajian kita bersama, jika terjadi seperti itu, maka Penggugat tidak perlu membuktikan lain selain menunjuk pada putusan MPW tersebut. Upaya Notaris hanya melawan, jika kalah terus Banding, Kasasi dan jika perlu PK. Dalam putusan PN mengabulkan sita jaminan atas rumah/ kantor Notaris untuk membayar ganti rugi. Mungkin dahulu pembuat UUJN tidak berpikir sejauh itu ? Mungkin Ebiet G Ade lebih tahu “tanya pada rumput yang bergoyang….”
 
HBA-INC

Senin, Juli 13, 2020

NGOPI SORE SAMBIL MENDISKUSIKAN KEWENANGAN MAJELIS PEMERIKSA (MP) YANG DIBENTUK MPN

Pasal 67 UUJN ayat :
(1)     Pengawasan  atas Notaris dilakukan oleh Menteri.
(2)     Dalam melaksanakan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Menteri membentuk Majelis Pengawas.

Jadi Pengawasan terhadap Notaris sebenarnya ada Menteri Hukum dan HAM RI yang kemudian Menteri membentuk Majelis Pengawas. Menteri memperoleh kewenangan Pengawasan Notaris secara Atributif dari undang-undang (UUJN) yang kemudian mendelegasikan kewenangan tersebut ke Majelis Pengawas, jadi Majelis Pengawas memperoleh kewenangan secara delegatif dari Menteri.

Pertanyaannya apakah boleh Majelis Pengawas (Daerah, Wilayah dan Pusat) dalam melakukan pemeriksaan terhadap Notaris mendelegasikannya kewenanganya kepada Majelis Pemeriksa yang dibentuk oleh MPN ?.
 
Sekarang kita lihat Pasal 13 ayat (3) Undang-undang Administrasi Pemerintahan (UU AP bahwa “Kewenangan yang didelegasikan kepada Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan tidak dapat didelegaskan lebih lanjut, kecuali ditentukan lain dalam pertaturan perundang-undangan”.

Ternyata terbukti Menteri mendelegaskan ke MPN, kemudian MPN mendelegasikan ke MP.  Padahal menurut Pasal 13 ayat (3) UU AP “TIDAK DAPAT DIDELEGASIKAN LEBIH LANJUT, kecuali ditentukan lain dalam peraturan perundang-undangan. Dan UUJN tidak menentukan lain. Jadi sebenarnya keberadaan MP dalam (MPD, MPW dan MPP) telah melanggar ketentuan Pasal 13 ayat (3) UU AP. Apa akibat hukumnya ? Terjadi Cacat Formalitas.

HBA – INC

Jumat, Juli 10, 2020

ADAKAH NOTARIS DORAEMON ? DAN MASIH PERLUKAH KODE ETIK NOTARIS ?

ADAKAH NOTARIS DORAEMON ?

Hampir dipastikan pernah nonton dan tahu film Doraemon yang mempunyai kantong ajaib yang bisa mengabulkan segalanya.
Sesuai Pasal 38 ayat (3) huruf UUNJ - P disebutkan bahwa isi akta adalah kehendak para pihak .
Apakah setiap kehendak para pihak harus dikabulkan ? Sudah tentu tidak, coba lihat Pasal 1337 KUHPerdata.
Tapi kalau Notaris selalu mengabulkan kehendak/keinginan para pihak tanpa memperhatikan Pasal 1337 KUHPerdata tsb, mungkin Notaris telah mempunyai Kantong Ajaib seperti Doraemon dan Punya Pintu Kemana saja.

MASIH PERLUKAH KODE ETIK NOTARIS ?

Pasal 2 PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2020 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN MAJELIS PENGAWAS TERHADAP NOTARIS bahwa  “Majelis Pengawas berwenang melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap Notaris serta melakukan pemeriksaan terhadap dugaan PELANGGARAN PERILAKU dan pelaksanaan jabatan Notaris”. Baca juga Pasal 4 : PELANGGARAN PERILAKU.

Pasal 70 huruf a UUJN, Majelis Pengawas Daerah berwenang : menyelenggarakan sidang untuk. memeriksa adanya dugaan PELANGGARAN KODE ETIK NOTARIS atau pelanggaran pelaksanaan jabatan Notaris; Pasal 70 huruf a UUJN tentang Pelanggaran Kode Etik Notaris, tapi Pasal 2 tersebut di atas Pelanggaran Perlaku. Bukankah selama ini pelanggaran terhadap perilaku Notaris dilakukan oleh Dewan Kehormatan (DKN) ? Atau apakah ada perbedaan PERILAKU yang dimaksud dalam Permenkumham tersebut dengan PERILAKU menurut Kode Etik Notaris Apakah perlu dibuat rincian antara Perilaku yang menjadi kewenangan MPD dengan Perilaku yang menjadi kewenangan DKN ?

*HBA-INC

Kamis, Juli 09, 2020

NGOPI DULU YUK SAMBIL BACA INI MUNGKIN SALAH KETIK - NOTARIS

Mungkin Salah ketik. Begitulah sebuah kata yang membentuk sebuah kalimat. Berkaitan dengan Notaris.PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2020 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN MAJELIS PENGAWAS TERHADAP NOTARIS dalam Pasal 1 angka 4 menyebutkan “MAJELIS PEMERIKSA adalah tim pemeriksa yang memiliki wewenang melakukan pemeriksaan dan PENJATUHAN SANKSI yang dibentuk oleh Majelis Pengawas Notaris”. Pasal 36 ayat (1) “Dalam hal Notaris terbukti melakukan pelanggaran perilaku dan pelaksanaan jabatan, MAJELIS PEMERIKSA MENJATUHKAN SANKSI”Kok MAJELIS PEMERIKSA berwenang menjauhkan Sanksi ?

Bahwa Majelis Pemeriksa dibentuk oleh Majelis Pengawas Daerah (MPD). Majelis Pemeriksa berwenang untuk melakukan pemeriksaan terhadap Notaris yang dilaporkan, kemudian memberikan laporan ke MPD. Kemudian MPD melaporkannya ke MPW. Kemudian MPW akan memeriksa Notaris yang bersangkutan (dengan membentuk Majelis Pemeriksa di tingkat wilayah), jika terbukti maka MPW akan menjatuhkan Sanksi, Jika Notaris tidak setuju atas keputusan MPW bisa mengajukan keberatan ke MPP (dengan membentuk Majelis Periksa ditingkat pusat). Dan yang berwenang menjatuhkan Sanksi yaitu MPW/MPP. 

Dalam peraturan yang terbaru di atas, kok Majelis Pemeriksa ya, yang berwenang menjatuhkan Sanksi ? Padahal Pasal 73 UUJN menentukan MPW yang berwenang menjatuhkan Sanksi, dan Pasal 77 UUJN menentukan MPP yang bewenang menjatuhkan Sanksi. 

*HBA – INC

Rabu, Juli 01, 2020

LINGKAR KENOTARIATAN : BEDAH PUTUSAN MK TERKAIT PASAL 66 AYAT (1) UU JABATAN NOTARIS


LINGKAR KENOTARIATAN : BEDAH PUTUSAN MK TERKAIT PASAL 66 AYAT (1) UU JABATAN NOTARIS

Sabtu, 4 Juli 2020 pukul 09.30 - 12.00 Wib

Minggu, Februari 16, 2020

TENTANG PASAL 16 AYAT I UUJN

Cacatan mengenai putusan pengadilan yang berkaitan dengan Pasal 16 ayat (1) huruf I UUJN, dengan resume sebagai berikut :

PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG  Nomor :  320 K/Pdt/2013 : 
Bahwa berkaitan dengan pembuktian yang dilakukan, Kementrian Hukum dan HAM RI Direktorat Jenderal AHU dengan surat No. AHU.2-AH.04-01-4233 tanggal 8 Juli 2010 menerangkan bahwa dalam buku register seksi daftar wasiat sub direktorat harta peninggalan direktorat perdata, tidak terdaftar akta wasiat atas nama almarhum (...), padahal surat tersebut telah dikirimkan 2 (dua) bulan, melebihi tenggang waktu yang ditetapkan sebagaimana ketentuan di atas; 
Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 84 Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 tentang Peraturan Jabatan Notaris, menerangkan bahwa pada pokoknya pelanggaran yang dilakukan Notaris terhadap ketentuan Pasal 16 ayat 1 huruf i Undang-Undang tersebut MENGAKIBATKAN SUATU AKTA HANYA MEMPUNYAI KEKUATAN PEMBUKTIAN SEBAGAI AKTA DIBAWAH TANGAN ATAU SUATU AKTA MENJADI BATAL DEMI HUKUM; 

PUTUSAN PENGADILAN TINGGI JAWAB BARAT  Nomor 116/PDT/2016/PT.BDG.
Menimbang, bahwa terhadap dalil Penggugat yang menyatakan bahwa Akta Hibah Wasiat (Legaat)  a quo terlambat didaftarkan kepada Kepala Seksi Pusat Daftar Wasiat  Dep Keh dan HAM R.I., MAJELIS HAKIM BERPENDAPAT BAHWA HAL TERSEBUT TIDAK MENJADIKAN SUATU AKTA MENJADI BATAL DEMI HUKUM, HANYA MENJADIKAN AKTA TERSEBUT KEHILANGAN OTENTISITASNYA SAJA SEHINGGA MENJADI AKTA BAWAH TANGAN ; 

PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG Nomor : 1983 K/Pdt/2017
Bahwa Notaris berkewajiban dalam Pasal 16 Ayat (1) huruf i Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang  Notaris,  mengumumkan daftar akta wasiat ke Daftar Pusat Wasiat Departemen yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang kenotariatan yang dalam hal ini Departemen Hukum dan HAM sedangkan bukti-bukti Penggugat tidak terdapat adanya pendaftaran atas Akta Wasiat almarhumah (......), sehingga tepat putusan Judex Factie menyatakan Tergugat I dan II (Notaris) telah melakukan perbuatan melawan hukum. 

KITA CERMATI ADA 3 (TIGA) KESIMPULAN TERHADAP NOTARIS YANG TIDAK MENJALANKAN PASAL 16 AYAT (1) HURUF i UUJN, YAITU;
1. TERHADAP AKTANYA (WASIAT) : MENGAKIBATKAN SUATU AKTA HANYA MEMPUNYAI KEKUATAN PEMBUKTIAN SEBAGAI AKTA DIBAWAH TANGAN ATAU SUATU AKTA MENJADI BATAL DEMI HUKUM; 
2. TERHADAP AKTANYA (WASIAT) : BAHWA HAL TERSEBUT TIDAK MENJADIKAN SUATU AKTA MENJADI BATAL DEMI HUKUM, HANYA MENJADIKAN AKTA TERSEBUT KEHILANGAN OTENTISITASNYA SAJA SEHINGGA MENJADI AKTA BAWAH TANGAN.
3. NOTARIS YANG MEMBUAT AKTA WASIAT TIDAK DILAPORKAN KE DPW SEBAGAI PERBUATAN MELAWAN HUKUM.

• SEKARANG MENJADI KEWAJIBAN NOTARIS UNTUK MELAPORKAN SEMUA WARGA NEGARA INDONESIA (WNI) DAN PENDUDUK INDONESIA YANG MEMBUAT WASIAT DENGAN AKTA NOTARIS WAJIB DIDAFTARKAN KE DPW.
• Ada atau tidak ada yang membuat Wasiat, menjadi kewajiban Notaris untuk melaporkannya.

Rabu, Januari 15, 2020

CATATAN SINGKAT SORE

Jadi member investasi olline mungkin cara yang paling mudah untuk mencari penghasilan, hanya daftar sebagai member setor uang, top up, dapat reward. Ternyata semua itu sekarang bermasalah. Semua member ada kemungkinan bisa dipanggil oleh Penyidik padahal yang bersangkutan korban.
Bahwa investasi online Me Mules tersebut dijalankan oleh sebuah perseroan terbatas PT. X and Y.

Menjadi pertanyaan apakah Notaris yang membuat PT tersebut akan dipanggil Penyidik (Kepolisian) ? Apakah MKNW akan mengizinkan kepada Notaris tersebut untuk memenuhi panggilan Penyidik ?
Berdasarkan beberapa pengalaman Notarisnya bisa dipanggil Penyidik dan MKNW mengizinkannya.
Kenapa hal seperti itu masih selalu terjadi ? Karena ada kesalahkaparahan dalam memahami kedudukan hukum Notaris dalam akta.

Ada nama Notaris dalam akta bukan pihak, tapi karena kewajiban dari UUJN. 
Notaris membuat akta bukan kehendak Notaris, tapi kehendak para pihak.
Jika hal seperti di atas terus terjadi dan tidak pernah dibenahi oleh kita semua, maka pelan-pelan akan terjadi The End Of Notary in Indonesia.

Kamis, Oktober 24, 2019

Seputar Notaris Kembali

google.com/foto
APAKAH NOTARIS PEMEGANG PROTOKOL NOTARIS YANG  PROTOKOLNYA (MINUTA) SUDAH LEBIH BERUMUR DARI 25 TAHUN DAN BELUM DISERAHKAN KEPADA MPD,  APAKAH NOTARIS PEMEGANG PROTOKOL MASIH BERWENANG UNTUK MEMBERIKAN SALINANNYA ATAS PERMINTAAN YANG BERKEPENTINGAN ?.

Dalam Pasal 70 huruf e UUJN bahwa Majelis Pengawas Daerah (MPD) berwenang:menentukan tempat penyimpanan Protokol Notaris yang pada saat serah terima Protokol Notaris telah berumur 25 (dua puluh lima) tahun atau lebih;

UUJN mulai berlaku pada tanggal 6 Oktober 2004, jadi akta yang dibuat berdasarkan UUJN yang mencapai umur 25 tahun akan dimulai pada tanggal 5 Oktober 2029. Jadi kewenangan MPD tersebut akan mulai berlaku pada tanggal 5 Oktober 2029.

Kita tahu bahwa usia institusi Notaris di Indonesia sudah ada sejak jaman VOC, jadi sudah lebih dari 450 tahun ada di bumi Indonesia (sejak Hindia Belanda – Indonesia) atau setidaknya sejak jaman Melchior Kerchem sebagai Notaris pertama di Jacatra (Jakarta sekarang) 27 Agustus 1620.

Sekarang bagaimana akta-akta Notaris (protokol Notaris, termasuk di dalammya bundel Minuta) yang dibuat sebelum UUJN berlaku yang sudah berumur lebih dari 25 tahun, apakah MPD punya kewenangan untuk menyimpannya ? Mungkin kita akan menerapkan asas hukum bahwa undang-undang tidak berlaku surut, jadi MPD tidak punya kewenangannya atau kita ingin mengatakan bahwa undang-undang berlaku ke depan, jadi MPD hanya berwenang sejak UUJN berlaku yaitu tahun 2004 ? 

Pada sisi yang lain Pasal 70 huruf e UUJN tersebut menimbulkan masalah hukum yang lain, karena MPD yang akan menentukan tempat penyimpananya untuk protokol yang sudah berumur 25 tahun, karena di simpan di tempat lain, maka siapa yang akan memberikan  salinannya jika ada yang meminta  ? Karena sudah disimpan di tempat lain ? 

Kemudian sekarang ini apakah protokol Notaris yang sudah berumur 25 tahun, apakah Notaris pemegang protokolnya masih berwenang mengeluarkan salinannya jika ada yang meminta ? Perlu segera dipikirkan dan dibuat aturan digitalisasi Minuta dan Salinan. Kapan ? Ya…kapan ya..?

Jika menafsirkan Pasal 70 huruf e UUJN, maka semua akta yang ada sebelum berlakunya UUJN dan yang telah berumur lebih dari 25 tahun berdasarkan UUJN atau setelah berlakunya UUJN, maka hal tersebut menjadi kewajiban dan tanggungjawab untuk menyiimpannya dan memberikan salinannya kepada para pihak yang membutuhkannya.

Mari kita untuk menyelesaikan permasalahan tersebut agar dunia Notaris tetap membahagiakan, menyenangkan dan menyamankan kita semua. (HBA – INC)

Tulisan APAKAH NOTARIS PEMEGANG PROTOKOL NOTARIS YANG  PROTOKOLNYA (MINUTA) SUDAH LEBIH BERUMUR DARI 25 TAHUN DAN BELUM DISERAHKAN KEPADA MPD,  APAKAH NOTARIS PEMEGANG PROTOKOL MASIH BERWENANG UNTUK MEMBERIKAN SALINANNYA ATAS PERMINTAAN YANG BERKEPENTINGAN ?.

Dalam Pasal 70 huruf e UUJN bahwa Majelis Pengawas Daerah (MPD) berwenang:menentukan tempat penyimpanan Protokol Notaris yang pada saat serah terima Protokol Notaris telah berumur 25 (dua puluh lima) tahun atau lebih;

UUJN mulai berlaku pada tanggal 6 Oktober 2004, jadi akta yang dibuat berdasarkan UUJN yang mencapai umur 25 tahun akan dimulai pada tanggal 5 Oktober 2029. Jadi kewenangan MPD tersebut akan mulai berlaku pada tanggal 5 Oktober 2029.

Kita tahu bahwa usia institusi Notaris di Indonesia sudah ada sejak jaman VOC, jadi sudah lebih dari 450 tahun ada di bumi Indonesia (sejak Hindia Belanda – Indonesia) atau setidaknya sejak jaman Melchior Kerchem sebagai Notaris pertama di Jacatra (Jakarta sekarang) 27 Agustus 1620.

Sekarang bagaimana akta-akta Notaris (protokol Notaris, termasuk di dalammya bundel Minuta) yang dibuat sebelum UUJN berlaku yang sudah berumur lebih dari 25 tahun, apakah MPD punya kewenangan untuk menyimpannya ? Mungkin kita akan menerapkan asas hukum bahwa undang-undang tidak berlaku surut, jadi MPD tidak punya kewenangannya atau kita ingin mengatakan bahwa undang-undang berlaku ke depan, jadi MPD hanya berwenang sejak UUJN berlaku yaitu tahun 2004 ? 

Pada sisi yang lain Pasal 70 huruf e UUJN tersebut menimbulkan masalah hukum yang lain, karena MPD yang akan menentukan tempat penyimpananya untuk protokol yang sudah berumur 25 tahun, karena di simpan di tempat lain, maka siapa yang akan memberikan  salinannya jika ada yang meminta  ? Karena sudah disimpan di tempat lain ? 

Kemudian sekarang ini apakah protokol Notaris yang sudah berumur 25 tahun, apakah Notaris pemegang protokolnya masih berwenang mengeluarkan salinannya jika ada yang meminta ? Perlu segera dipikirkan dan dibuat aturan digitalisasi Minuta dan Salinan. Kapan ? Ya…kapan ya..?

Jika menafsirkan Pasal 70 huruf e UUJN, maka semua akta yang ada sebelum berlakunya UUJN dan yang telah berumur lebih dari 25 tahun berdasarkan UUJN atau setelah berlakunya UUJN, maka hal tersebut menjadi kewajiban dan tanggungjawab untuk menyiimpannya dan memberikan salinannya kepada para pihak yang membutuhkannya.

Mari kita untuk menyelesaikan permasalahan tersebut agar dunia Notaris tetap membahagiakan, menyenangkan dan menyamankan kita semua. (HBA – INC)
APAKAH NOTARIS PEMEGANG PROTOKOL NOTARIS YANG  PROTOKOLNYA (MINUTA) SUDAH LEBIH BERUMUR DARI 25 TAHUN DAN BELUM DISERAHKAN KEPADA MPD,  APAKAH NOTARIS PEMEGANG PROTOKOL MASIH BERWENANG UNTUK MEMBERIKAN SALINANNYA ATAS PERMINTAAN YANG BERKEPENTINGAN ?.

Dalam Pasal 70 huruf e UUJN bahwa Majelis Pengawas Daerah (MPD) berwenang:menentukan tempat penyimpanan Protokol Notaris yang pada saat serah terima Protokol Notaris telah berumur 25 (dua puluh lima) tahun atau lebih;

UUJN mulai berlaku pada tanggal 6 Oktober 2004, jadi akta yang dibuat berdasarkan UUJN yang mencapai umur 25 tahun akan dimulai pada tanggal 5 Oktober 2029. Jadi kewenangan MPD tersebut akan mulai berlaku pada tanggal 5 Oktober 2029.

Kita tahu bahwa usia institusi Notaris di Indonesia sudah ada sejak jaman VOC, jadi sudah lebih dari 450 tahun ada di bumi Indonesia (sejak Hindia Belanda – Indonesia) atau setidaknya sejak jaman Melchior Kerchem sebagai Notaris pertama di Jacatra (Jakarta sekarang) 27 Agustus 1620.

Sekarang bagaimana akta-akta Notaris (protokol Notaris, termasuk di dalammya bundel Minuta) yang dibuat sebelum UUJN berlaku yang sudah berumur lebih dari 25 tahun, apakah MPD punya kewenangan untuk menyimpannya ? Mungkin kita akan menerapkan asas hukum bahwa undang-undang tidak berlaku surut, jadi MPD tidak punya kewenangannya atau kita ingin mengatakan bahwa undang-undang berlaku ke depan, jadi MPD hanya berwenang sejak UUJN berlaku yaitu tahun 2004 ? 

Pada sisi yang lain Pasal 70 huruf e UUJN tersebut menimbulkan masalah hukum yang lain, karena MPD yang akan menentukan tempat penyimpananya untuk protokol yang sudah berumur 25 tahun, karena di simpan di tempat lain, maka siapa yang akan memberikan  salinannya jika ada yang meminta  ? Karena sudah disimpan di tempat lain ? 

Kemudian sekarang ini apakah protokol Notaris yang sudah berumur 25 tahun, apakah Notaris pemegang protokolnya masih berwenang mengeluarkan salinannya jika ada yang meminta ? Perlu segera dipikirkan dan dibuat aturan digitalisasi Minuta dan Salinan. Kapan ? Ya…kapan ya..?

Jika menafsirkan Pasal 70 huruf e UUJN, maka semua akta yang ada sebelum berlakunya UUJN dan yang telah berumur lebih dari 25 tahun berdasarkan UUJN atau setelah berlakunya UUJN, maka hal tersebut menjadi kewajiban dan tanggungjawab untuk menyiimpannya dan memberikan salinannya kepada para pihak yang membutuhkannya.

Mari kita untuk menyelesaikan permasalahan tersebut agar dunia Notaris tetap membahagiakan, menyenangkan dan menyamankan kita semua. 


Tulisan Dr. Habib Adjie, SH, M.Hum.

Selasa, Februari 19, 2019

Bagian Akhir atau Penutup Akta Notaris

google.com/foto
Bahasa Inggris disebut dengan the end or coverings the deed, bahasa Belanda disebut dengan einde of een afdekking daad merupakan bagian belakang atau akhir akta, yang meliputi :

  • uraian tentang pembacaan akta, uraian tentang penandatanganan dan tempat penandatanganan atau penerjemahan akta jika ada;
  • nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, jabatan, kedudukan, dan tempat tinggal dari tiap-tiap saksi akta, dan
  • uraian tentang tidak adanya perubahan yang terjadi dalam pembautan akta atau uraian tentang adanya perubahan yang dapat berupa penambahan, pencoretan atau penggantian serta jumalah perubahannya.
Dalam Bagian akhir atau penutup akta ini, meliputi :

1) Pembacaan Akta.

Bahasa Inggris disebut dengan the reading og the deed, bahasa Belanda disebut dengan het voorlezen van de akte, berkaitan dengan perbuatan membaca yang artinya melihat, memahami, mengucapkan apa yang tertulis, yang diucapkan secara lisan oleh notaris. Filosofi dari pembacaan akta adalah untuk mengetahui secara jelas maksud dan keinginan para pihak di dalam sebuah akta, hal-hal yang kurang lengkap, baik yang menyangkut judul akta, badan akta maupun penutup akta, serta tata tulisnya.

2) Tanda Tangan dalam Akta.

Bahasa Inggris disebut dengan signature, bahasa Belanda disebut dengan handtekening merupakan nama yang dituliskan secara khas dengan tangan para pihak. Dalam minuta kata, tanda tangan yang harus dicantumkan yaitu tanda tangan para pihak, saksi-saksi dan notaris, sedangkan dalam salinan akta hanya memuat tanda tangan notaris dan stempelnya. Makna tanda tangan adalah untuk menentukan keabsahan dari perbutan hukum yang dibuat oleh para pihak atau yang dituangkan dalam akta.

3) Tempat Tanda Tangan.

Bahasa Inggris disebut dengan place signature, bahasa Belanda disebut dengan plaats signatuur menjelaskan atau menunjuk pada lokasi/ruang/ tempat dilakukan suatu perbuatan hukum.

4) Penerjemah (Jika Ada)

Bahasa Inggris disebut dengan the official translators, bahasa Belanda disebut dengan officiele vertalers yaitu orang yang ditunjuk secara resmi untuk mangalihbahasakan dari bahasa ibu atau bahasa daerah ke dalam bahasa Indonesia atau bahasa Indonesia ke dalam bahasa asing. Penjelasan Pasal 43 ayat (4) UUJN, disebut penerjemah resmi, yaitu :
  • penerjemah tersumpah yang bersertifikat dan terdaftar, atau
  • menggunakan staf pada kedutaan besar negara asing jika tidak ada penerjemah tersumpah.
5) Saksi.

Bahasa Inggris disebut dengan the witness, bahasa Belanda disebut dengan getuigen merupakan orang yang diminta hadir pada saat pembuatan akta agar suatu ketika apabila diperlukan dapat memberikan keterangan yang membenarkan bahwa akta yang dibuat oleh para pihak bebar-benar terjadi.

Bagian akhir akta ini saksi meliputi identitas, sebagai berikut :
  • nama lengakap;
  • tempat dan tanggal lahir;
  • pekerjaan;
  • jabatan;
  • kedudukan;
  • tempat tinggal dari tiap-tiap saksi akta.
Ada 6 syarat untuk menjadi saksi, antara lain :
  1. paling sedikit umur 18 tahun atau telah menikah
  2. cakap melakukan perbuatan hukum
  3. mengerti bahasa yang digunakan akta
  4. dapat membubuhkna tanda tangan dan paraf
  5. tidak mempunyai hubungan perkawinan atau hubungan darah dalam garis lurus ke atas atau ke bawah tanpa pembatasan derajat dan garis ke samping dengan derajat ketiga dengan notaris atau para pihak; dan;
  6. harus dikenal oleh notaris atau diperkenalkan kepada notaris atau diterangkan tentang identitas dan kewenangannya kepada notaris penghadap.
6) Tidak adanya atau adanya Penutup Akta.

Prinsipnya, akta yang dibuat di muka dan di hadapan notaris, harus bersih dan tidak ada coret-coretan, tetapi akta yang tersebut tak selamanya akta bersih. Apabila akta itu tidak bersih atau mengandung coretan, maka dalam akta itu harus dilakukan perubahan, misalnya : dibuat dengan 3 (tiga) coretan, 2 (dua) gantian dan 1 (satu) tambahan.

sumber :

Salim HS. 2016. Teknik Pembautan Akta Satu : Konsep Teoritis, Kewenagan Notaris, Bentuk dan Minuta Akta. Jakarta : Rajawali Press.

Undang-Undang nomor 2 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (UUJN)

Senin, Februari 18, 2019

Bagian Badan Akta Notaris

google.com/foto
Badan akta, dalam bahasa inggris disebut dengan the deed agencies atau the deed bodies, bahasa Belanda disebut dengan deed lichaam yang berkaitan pokok atau utama yang harus dimuat dalam akta. Pasal 18 UUJN, berbunyi :
Badan akta memuat :
  1. nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, kewarganegaraan, pekerjaan, jabatan dan tempat tinggal para penghadap da/atau orang yang mereka wakili;
  2. keterangan mengenai kedudukan bertindak penghadap;
  3. isi akta yang merupakan kehendak dan keinginan dari pihak yang berkepentingan;dan
  4. nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, serta pekerjaa, jabatan, kedudukan dan tempat tinggal dari tiap-tiap saksi pengenal.  
Uraian di atas, badan akta memuat, antara lain :

1) Komparisi


Bahasa Inggris disebut dengan the indentity of the parties, bahas Belanda disebut dengan de identiteit van de partijen, merupakan bagian dari suatu akta yang memuat identitas para pihak yang mengikatkan diri dalam akta secara lengkap, sesuai dengan Pasal 38 ayat (3) UUJN, antara lain :

a. Nama Lengkap.

Bahasa Inggris disebut dengan complete name atau the full name, sedangkan bahasa Belanda disebut dengan de volledige naam, berkaitan dengan pernyebutan para pihak secara lengakap dalam akta, misalnya Randa Iolanda Putra Sahlan, Sarjana Hukum, Magister Kenotariatan.

b. Tempat dan tanggal lahir.

Bahasa Inggris disebut dengan place and date of birth, bahasa Belanda disebut juga dengan plaats en datum van geboorte, yaitu berkaitan negara, daerah atau desa yang bersangkutan dilahirkan dan bilangan yang menyatakan hari, bulan dan tahun lahirnya, misalnya : lahir di Muaro Sijunjung, pada tanggal 08-08-1998 (delapan Agustus seribu sembilan ratus sembilan puluh delapan).

c. Kewarganegaraan.

Bahasa Inggris disebut dengan citizenship atau nationality, bahasa Belanda disebut dengan burgerschap atau staatsburgerschap, berkaita dengan warga negara. Filosofi dari pencamtuman kewarganegaraan dalam akta adalah berkaitan dengan apakah warga negara tersebut mempunyai hak milik atas tanah, seperti warga negara asing (WNA) tidak boleh memiliki hak milik atas tanah, sedangkan yang berhak untuk memiliki tanah hak milik adalah Warga Negara Indonesia (WNI), misalnya : Warga Negara Indonesia.

d. Pekerjaan.

Bahasa Inggris disebut dengan job atau employment, sedangkan bahasa Belanda disebut dengan werkzaamheden atau het werk, yaitu berkaitan mata pencaharian atau hal yang dilakukan dalam kehidupan sehari-hari, misalnya : pedagang.

baca juga :
Mengenal Akta Autentik
Menyelisik Bentuk Akta
Bagian Awal Atau Kepala Akta
Bagian Akhir atau Penutup Akta Notaris
Teknik Pembuatan Akta PPAT 

e. Jabatan.

Bahasa Inggris disebut dengan position, berkaitan dengan pekerjaan (tugas) dalam pemerintahan atau organisasi, misalnya : direktur utama PT. Satu Dua Utama (Persero) Tbk.

f. Kedudukan bertindak penghadap

Bahasa Inggris disebut dengan position act of teh parties sedangankan bahasa Belanda disebut dengan positie handeling van de partijen, berkaitan dengan dasar hukum bertindak, antara lain :
  1. bertindak untuk diri sendiri;
  2. bertindak berdasar kuasa di bawah tangan;
  3. bertindak dengan persetujuan kawan kawin yang turut hadir di hadapan notaris;
  4. bertindak berdasarkan surat persetujuan dari kawan kawain;
  5. bertindak selaku seorang ayah dalam menjalankan kekuasaan orang tua;
  6. bertindak selaku wali dari anak yang masih di bawah umur (Pasal 345 KUH Perdata);
  7. bertindak selaku wali dari anak yang masih di bawah umur (Pasal 359 KUH Perdata);
  8. bertindak selaku pengampu dari orang yang ditaruh di bawah pengampuan (Pasal 433, Pasal 449 KUH Perdata)
  9. bertindak berdasar kuasa autentik;
  10. bertindak selaku persero pengurus dari Persekutuan Komanditer (CV);
  11. bertindak selaku persero pengurus dengan persetujuan Persekutuan Komnaditer dari Persekutuan Komanditer (CV) yang ikut hadir di hadapan notaris;
  12. bertindak selaku persero pengurus dengan surat persetujuan Persekutuan Komanditer dari Persekutuan Komanditer (CV);
  13. Bertindak selaku direktur dari Perseroan terbatas (PT), dan
  14. bertindak selaku direktur dengan persetujaun komisaris dari Perseroan Terbatas (PT)
g. Tempat tinggal para penghadap dan/atau orang yang mereka wakili.

Bahasa Inggris disebut dengan the residence of the parties and/or teh people they represent, yaitu berkaitan tempat kediaman atau domisili dari para pihak penghadap atau orang yang mewakilinya, misalnya : bertempat tinggal di Padang, Jalan Sudirman nomor 2A, Kelurahan Melati, Kecamatan Mawar, Padang.

Secara yuridis, pencamtuman KTP dalam Badan akta tidak ada, namun dalam Praktiknya  KTP selalu dicantumkan oleh notaris dalam bagian akhir komparisi. Filosofi pencamtuman KTP dalam akta, yaitu :
  • untuk mengetahui kapasitas hukum dari penghadap , khusunya yang memuat tentang tampat dan lahit dari penghadap. tanggal lahir menunjuk pada umur penghadap;
  • domisili dari penghadap;
  • kewarganegaraan penghadap.
Pasal 39 UUJN, menyatakan syarat-syarat, antara lain :
  • paling sedikit berumur 18 tahun atau telah menikah;
  • cakap melakukan perbuatan hukum;
  • penghadap harus dikenal oleh notaris atau diperkenalkan kepadanya oleh 2 orang saksi pengenal;
  • pengenal dinyatakan secara tegas dalam akta.

2) Substansi


Bahasa Inggris disebut dengan the substance of the deed, bahasa Belanda disebut dengan de inhoud van de akte adalah memuat hal-hal yang berkaitan dengan keinginan dari para pihak yang dituangkan dalam dalam sebuah akta, misalnya : Pihak Pertama menerangkan dengan ini menjual kepada Pihak Kedua dan Pihak Kedua menerangkan dengan ini membeli dari pihak Pertama : .

sumber :

Wijaya, Ray. 2003. Merancang Suatu Kontrak Contract Drafting Teori dan Praktik. Jakarta : Kasaint Blanc.

Salim HS. 2016. Teknik Pembuatan Akta Satu ; Konsep Teoritis, Kewenangan Notaris, Bentuk dan Minuta Akta. Jakarta : Rajawali Press.

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata).

Undang-Undang Nomor 2 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. (UUJN).

Rabu, Februari 13, 2019

Seberapa Pentingkah Akta Autentik ?

google.com/foto
Akta Autentik, dalam bahasa inggris disebut dengan authentic deed, bahasa belanda disebut dengan authentieke akte van yang diatur dalam Pasal 1868 KUH Perdata dan berbagai peraturan perundang-undangan lainnya.

Pengertian akta autentik, sebagai berikut : 
  1. Pasal 1868 KUH Perdata menyatakan suatu akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan undang-undang oleh atau dihadapan pejabat umum yang berwenang untuk itu di tempat akta itu dibuat. Maka ada 3 unsur , meliputi : a. dibuat dalam bentuk tertentu; b. dihadapan pejabat yang berwenang untuk itu; dan b. tempat dibuatnya akta.
  2. Undang-Undang Nomor 2 tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, menyebutkan akta autentik yang dibuat oleh atau di hadapan notaris menurut bentuk dan tata cara yang diterapkan dalam undang-undang ini.
  3. The Law Commission. Akta dikonstruksikan sebagai : a. instrumen tertulis; b. sibuat sesuai dengan formalitas yang telah ditentukan; c. substansinya memuat tentang : kepantingan para pihak, hak, property; atau kewajiban yang mengikat dari beberapa orang atau lebih.
  4. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Akta yang dibuat oleh atau di hadapan pegawai umum yang berwenang membuat akta di dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang.
Akta Autentik merupakan surat tanda bukti yang dibuat oleh atau di hadapan pejabat yang berwenang untuk itu, menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.

Landasan Filosofis, Yuridis dan Sosiologis Akta Autentik

Landasan Filosofis, dalam bahasa inggris disebut authentic philosophical deed, Bahasa Belanda disebut dengan authentieke filosofische fundering deed adalah pandangan atau sikap batun dari masyarakat terhadap keberadaan akta autentik. Landasan ini termuat dalam UU JN, didalam pertimbangannya :
  1. NKRI sebagai negara hukum berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 menjamin kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum bagi setiap warga negara;
  2. Sebagai Alat bukti tertulis yang bersifat autentik mengenai perbuatan, perjanjian, penetapan dan peristiwa hukum yang dibuat di hadapan atau oleh pejabat yang berwenang;
  3. Notaris sebagai pejabat umum yang menjalankan profesi dalam memberikan jasa hukum kepada masyarakat, perlu mendapatkan perlindungan dan jaminan demi tercapainya kepastian hukum.
Jadi ada tiga landasan filosofis penyusunan akta autentik, antara lain :
1. Menjamin kepaastian hukum;
2. Menjamin ketertiban ;
3. perlindungan hukum bagi setiap warga negara.


Landasan yuridis akta autentik, yakni dasar-dasar atau ketentuan-ketentuan yang dibuat ileh pemerintah dengan persetujuan bersama DPR yang mengatur tentang akta autentik, sebagai berikut :
  1. KUH perdata
  2. HIR
  3. UU 5/60 tentang Pokok-pokok Agraria 
  4. UU 4/96 tentang Hak tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah
  5. UU 42/99 tentang Jaminan Fidusia
  6. UU 40/07 tentang Perseroan terbatas
  7. UU 2/14 tentang perubahan atas UU 30/04 tentang Jabatan Notaris
Landasan sosiologis diartikan sebagai dasar berlakunya akta autentik dalam kehidupan sosial kemasyarakatan. Landasan ini berlakunya akta autentik dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu :
  1. Berlakunya secara normal, bahwa akta yang dibuat dihadapan notaris maupun PPAT dapat dilaksanakan oleh para pihak dengan baik dan tidak menimbulakn masalah dalam pelaksanaan hak dan kewajiban.
  2. Berlakunya secara abnormal, bahwa akta yang dibuat di hadapan notaris maupun PPAT tidak dapat dilaksanakan dengan baik oleh para pihak.
Jenis-jenis Akta Autentik

Pada dasarnya akta dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu :

1) Akta di bawah tangan.

Akta di bawah tangan, bahasa Inggris disebut dengan deed under the hand, bahasa Belanda disebut dengan akte onder de hand, merupakan akta uang dibuat oleh para pihak, tanpa perantara seorang pejabat. Akta ini dapat dibagi menjadi 3 antara lain :
  1. akta di bawah tangan dimana para pihak menandatangani kontrak itu di atas materai (tanpa keterlibatan pejabat umum);
  2. akta di bawah tangan yang didaftar (waarmerken) oleh notaris./ pejabat yang berwenang;
  3. akta di bawah tangan dan dilegalisasi oleh notaris/Pejabat yang berwenang.
Pasal 15 ayat (2) huruf a dan b UUJN, istilah uang digunakan untuk akta di bawah tangan yang dilegalisasi adalah akta di bawah tangan yang disahkan,sementara itu, istilah akata di bawah tangan yang didaftar (warmerken) adalah dibukukan.

Akta di bawah tangan yang disahkan merupakan akta yang haris ditandatangani dan disahkan di depan notaris/pejabat yang berwenang , makna dilakukan pengesahaan terhadap akta di bawah tangan adalah :
  1. notaris menjamin bahwa benar orang yang trecantum namanya dalam kontrak adalah orang yang menandatangani kontrak;
  2. notaris menjamin bahwa tanggal tanda tanda tersebut dilakukan pada tanggal disebutkan dalam kontrak
Akta di bawah tangan yang dibukukan (gewrmeken) merupakan akta yang telah ditandatangani pada hari dan tanggal yangbdisebut dalam akta oleh para pihak dan tandantangan tersebut bukan di depan notaris/pejabat yang berwenang.

Maka akta di bawah tangan yang dibukukan adalah :
  1. bahwa yang dijamin oleh notaris adalah bahwa akta tersebut memang benar telah ada pada hari; dan
  2. tanggal dilakukan pendaftaran/pembukuan oleh notaris.
2) Akta autentik.

Akta autentik dibagi menjadi 2 jenis adalah :
  1. akta autentik yang dibuat oleh pejabat; dan
  2. akta autentik yang dibuat oleh para pihak.
Akta Autentik dibuat oleh pejabat merupakan akta yang telah dibuat oleh pajabat (dalam jabatannya), atas segala apa yang dilihat, didengar dan disaksikan. Akta pejabat tidak termasuk dalam pengertian kontrak karena akta ini merupakan pernyataan sepihak dari pejabat.

Akta autentik yang dibuat para pihak merupakan akta autentik yang dibuat para pihak dan dinyatakan di depan pejabat yang berwenang. Pejabat yang berwenang untuk itu, adalah notaris, pejabat PPAT, dan lainnya.

Manfaat Akta Autentik

Manfaat akta autentik, bahasa inggris disebut dengan the benefitsa if deed authentic, bahasa belanda disebut dengan wet uitkeringen authentiek berkaitan dengan kegunaan atau keuntungan dari akta autentik, meliputi :
  1. menentukan secara jelas hak dan kewajiban;
  2. menjamin kepastian hukum;
  3. terhindar dari terjadinya terpenuh; 
  4. alat bukti tertulis terkuat dan terpenuh ; dan
  5. pada hakikatnya memuat kebenaran formla sesuai dengan apa yang diberitahukan para pihak kepada notaris.
Ada manfaat akta notarill atau akta autentik, yang meliputi :
  1. bagi para pihak yang membaut perjanjian secara akta notariil ialah mendapatkan kepastian hukum yang pasti dari apa yang dituliskan dalam akta notariil tersebut;
  2. memberikan rasa aman bagi para pihak yang membuat perjanjian karena apabila salah satu pihak merasa dirugikan oleh pihak lainnya, maka pihak yang merasa dirugikan dapat menuntut dengan berdasarkan akta notariil tersebut; dan
  3. dalam hal pembuktian, akta notariil mempunyai pembuktian yang sempurna. kesempurnaan akta notariil sebagai alat bukti, maka harus dilihat apa adanya tidak perlu atau dinilai atau ditafsirkan lain, selain yang tertulis dalam akta tersebut.
Jadi ada 3 manfaat akta, yaitu :
  1. kepastian hukum;
  2. rasa aman bagi para pihak; dan
  3. sebagai alat bukti.
Syarat-syarat Akta Autentik

Secara yuridis, syarat akta autentik telah ditentukan dalam :
  1. KUH Perdata; dan
  2. Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN)
Pasal 1868 KUH Perdata, ditentukan tiga syarat sesuatu akta disebut akta autentik, yang meliputi :
  1. akta itu harus dibuat oleh (door) atau dihadapan (tren overstaan) seorang pejabat umum;
  2. akta itu harus dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang;
  3. pejabat umum oleh atau di hadapan siapa akta itu dibuat, harus mempunyai wewenang untuk membuat akta tersebut.
Kekuatan Pembuktian Akta Autentik
  1. Kekuatan Pembuktian Lahir. Pasal 1875 KUH Perdata, Akta itu sendiri mempunyai kemampuan untuk membuktikan dirinya sebagai akta autentik. Kemampuan ini tidak dapat diberikan kepada akta yang dibuat di bawah tangan. karena akta yang buat di bawah tangan baru berlaku sah apabila semua pihak yang menanda yang tanganinya mengakui kebenaran dari tanda tangan itu atau apabila denga cara yang sah menurut hukum dapat dianggap sebagai telah diakui oleh yang bersangkutan. Apabila suatu akta kelihatan sebagai akta autentik, artinya dari kata-katanya yang berasal dari seorang pejabat umum (notaris) maka akta itu terhadap setiap orang dianggap sebagai akta autentik.
  2. Kekuatan Pembuktian Formal. Dalam arti formal terjamin : a) kebenaran tanggal akta itu, b) kebenaran yang terdapat dalam akta itu c) kebenaran identitas dari orang-orang yang hadir d) kebenaran tempat di mana akta dibuat.
  3. Kekuatan Pembuktian Materill.  Isi dari akta sebagai yang benar terhadap setiap orang. Kekuatan pembuktian inilah dalam Pasal 1870, Pasal 1871 dan Pasal 1875 KUH Perdata. Isi keterangan yang termuat dalam akta itu berlaku sebagai yang benar di antara para pihak dan para ahli waris serta para penerima hak mereka. Apabila akta itu dipergunakan di muka pengadilan, maka sudah dianggap cukup bagi hakim tanpa harus meminta alat bukti lainnya lagi karena akta itu dibuat secara tertulis, lengkap para pihaknya, objeknya jelas, serta tanggal dibuatnya akta.
sumber :

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1989. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka : Jakarta.

Hikmahanto Junawa. Tanpa Tahun. Perancangan Kontrak Modul I sampai dengan VI. Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (IBLAM) : Jakarta.

Salim HS, dkk. 2007. Perancangan Kontrak dan Memorandum Of  Understanding. Sinar Grafika : Jakarta.

Habib Adjie. 2008. Sanksi Perdata dan Administarif Terhadap Notaris Sebagai Pejabat Publik. PT. Refika Aditama : Bandung.

Salim HS. 2016. Teknik Pembuatan Akta Satu : Konsep Teoritis, Kewenangan Notaris, Bentuk dan Minuta Akta. Rajawali Press : Jakarta.

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata)

Undang-Undang Nomor 2 tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.

Jumat, Februari 01, 2019

Pengetahuan Dasar Perancangan Kontrak

Istilah dan Pengertian.


Istilah perancangan kontrak berasal dari bahas inggris, yaitu contract draffting, bahasa indonesia terdapat tiga istilah yakni rancangan, merancang, dan perancangan.

  • rancangan adalah segala sesuatu yang sudah direncanakan.
  • merancang adalah mengatur segala sesuatu atau merencanakan.
  • perancangan adalah proses, cara, atau perbuatan merancang.
  • kontrak adalah hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum, yakni hak dan kewajiban.
Perancangan Kontrak merupakan proses atau cara untuk merancang kontrak yang berisikan cara mengatur dan merencanakan sktruktur, anatomi, dan substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak.
  • struktur kontrak adalah susunan dari kontrak yang akan dibuat atau dirancang oleh para pihak.
  • anatomi kontrak adalah berkaitan dengan letak dan hubungan bagian-bagian yang satu dengan bagian yang lainnya.
  • substansi kontrak adalah isi yang dituangkan dalam kontrak yang akan dirancang oleh para pihak, ada yang dinegosiasi oleh para pihak dan ada yang telah ditentukan secara sepihak oleh salah satu pihak, yang lazim disebut dengan kontrak baku (standard contract).

Asas-asas Hukum dalam Perancangan Kontrak.


Dalam Buku III KUH Perdata dikenal dengan lima macam asas hukum, yakni :
  1. Asas Konsensualisme;
  2. Asas kebebasan berkontrak;
  3. Asas Pact sunt servanda (asas kepastian hukum);
  4. Asas itikad baik;
  5. Asas kepribadian.
Asas yang erat kaitan dengan perancangan kontrak asas kebebasan berkontrak dan asas  Pact sunt servanda (asas kepastian hukum), berikut :
  1. Asas kebebasan berkontrak, dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata, berbunyi : semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Maksud asas ini adalah 1. membuat atau tidak membuat perjanjian, 2. mengadakan perjanjian dengan siapa pun, 3. menentukan isi perjanjian, pelaksanaan dan persyaratannya, dan 4. menentukan bentuknya perjanjian, yaitu tertulis atau lisan.
  2. Asas  Pact sunt servanda , disebut juga asas kepastian hukum, yang berhubungan denga akibat perjanjian. Asas ini menggaris bawahi pihak ketiga atau hakim harus menghormati substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak, sebagaimana layaknya sebuah undang-undang, tidak boleh ada intervensi dari pihak mana pun, juga dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata, berbunyi : semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.

Sumber Hukum Perancangan Kontrak. 


1. Buku III dan Buku IV KUH Perdata.
    
Pasal 1338 ayat (1), berbunyi : semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. selain ini ada sumber hukum yang lain dalam KUH Perdata antara lain :
  • Perikatan pada umumya (Pasal 1233 s.d Pasal 13121 KUH Perdata);
  • Perikatan yang dilahirkan dari perjanjian (Pasal 1313 s.d Pasal 1351 KUH Perdata);
  • Hapusnya Perikatan (Pasal 1381 s.d Pasal 1481 KUH Perdata);
  • Jual Beli (Pasal 1381 s.d Pasal 1456 KUH Perdata);
  • Tukar-menukar (Pasal 1541 s.d Pasal 1546 KUH Perdata);
  • Sewa-menyewa (Pasal 1548 s.d Pasal 1600 KUH Perdata);
  • Persetujuan untuk melakukan pekerjaan (Pasal 1601 s.d Pasal 1617 KUH Perdata);
  • Persekutuan (Pasal 1618 s.d Pasal 1652 KUH Perdata);
  • Hibah (Pasal 1666 s.d Pasal 1693 KUH Perdata);
  • Penitipan barang (Pasal 1694 s.d Pasal 1739 KUH Perdata);
  • Pinjam pakai (Pasal 1740 s.d Pasal 1753 KUH Perdata);
  • Pinjam meminjam (Pasal 1754 s.d 1769 KUH Perdata);
  • Pemberian Kuasa (Pasal 1792 s.d 1819 KUH Perdata);
  • Penanggung utang (Pasal 1820 s.d Pasal 1850 KUH Perdata);
  • Perdamaian (Pasal 1820 s.d Pasal 1850 KUH Perdata).
Buku IV Perdata tentang pembuktian dan daluarsa, yaitu Pasal 1865 s.d Pasal 1894 KUH Perdata, yang merupakan kaitan dengan pembuktian dengan tulisan.

2. Undang-undang nomor 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.

Pada Pasal 5 UU 42/1999 tentang Jaminan Fidusia, mengatur tentang pembebanan jaminan fidusia, pembebanan jaminan fidusia dibuat dengan akta notaris.

Pasal 6 UU 42/1999 tentang Jaminan Fidusia, memuat tentang struktuk akta jaminan fidusia, antara lain :
  • identitas pihak pemberi dan penerima fidusia;
  • data perjanjian pokok yang dijamin fidusia;
  • uraian mengenai benda yang menjadi objek jaminan fidusia;
  • nilai penjaminan; dan 
  • nilai benda yang menjadi objek jaminan fidusia.
3. Undang-undang nomor 2 tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-undang nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.

Pasal 38, berkaitan dengan perancangan kontrak yang memuat struktur akta notaris, terdiri dari : 
  • awal akta atau kepala akta;
  • badan akta; dan
  • akhir atau penutup akta.

sumber :

Salim HS, dkk. 2008. Perancangan Kontrak dan Memorandum Of Understanding. Sinar Grafika : Jakarta.

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata).

Undang-Undang nomor 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia (UU Jaminan Fidusia).

Undang-Undang nomor 2 tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-undang nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (UUJN).

Rabu, Januari 30, 2019

Kenapa Notaris dikatakan sebagai Pejabat Umum ? #lanjutan

Ciri-Ciri Notaris sebagai Pejabat Umum 


5. Memiliki Kewenangan  (Pasal 15 UUJN)

(1) Notaris berwenang membuat Akta autentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan penetapan
yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam Akta autentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan Akta, menyimpan Akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan Akta, semuanya itu sepanjang pembuatan Akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang.
(2) Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Notaris berwenang pula:
a. mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;
b. membukukan surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;
c. membuat kopi dari asli surat di bawah tangan berupa salinan yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan;
d. melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya;
e. memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan Akta;
f. membuat Akta yang berkaitan dengan pertanahan; atau
g. membuat Akta risalah lelang.
(3) Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Notaris mempunyai
kewenangan lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.”

6. Hak-Hak Notaris (Pasal 25, Pasal 36 UUJN)

(1) Notaris mempunyai hak cuti.
(2) Hak cuti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diambil setelah Notaris menjalankan jabatan selama 2 (dua) tahun.
(3) Selama menjalankan cuti, Notaris wajib menunjuk seorang Notaris Pengganti.

(1) Notaris berhak menerima honorarium atas jasa hukum yang diberikan sesuai dengan kewenangannya.
(2) Besarnya honorarium yang diterima oleh Notaris didasarkan pada nilai ekonomis dan nilai sosiologis dari setiap akta yang dibuatnya.
(3) Nilai ekonomis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditentukan dari objek setiap akta sebagai berikut:
a. sampai dengan Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) atau ekuivalen gram emas ketika itu, honorarium yang diterima paling besar adalah 2,5% (dua koma lima persen);
b. di atas Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) sampai dengan Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah) honorarium yang diterima paling besar 1,5 % (satu koma lima persen); atau
c. di atas Rpl.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) honorarium yang diterima didasarkan pada
kesepakatan antara Notaris dengan para pihak, tetapi tidak melebihi 1 % (satu persen) dari objek
yang dibuatkan aktanya.
(4) Nilai sosiologis ditentukan berdasarkan fungsi sosial dari objek setiap akta dengan honorarium yang diterima paling besar Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah).

7. Kewajiban Notaris (Pasal 16 UUJN)

Dalam menjalankan jabatannya, Notaris wajib :

a. bertindak amanah, jujur, saksama, mandiri, tidak berpihak, dan menjaga kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum;
b. membuat Akta dalam bentuk Minuta Akta dan menyimpannya sebagai bagian dari Protokol Notaris;
c. melekatkan surat dan dokumen serta sidik jari penghadap pada Minuta Akta;
d. mengeluarkan Grosse Akta, Salinan Akta, atau Kutipan Akta berdasarkan Minuta Akta;
e. memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini, kecuali ada alasan untuk menolaknya;
f. merahasiakan segala sesuatu mengenai Akta yang dibuatnya dan segala keterangan yang diperoleh guna pembuatan Akta sesuai dengan sumpah/janji jabatan, kecuali undang-undang menentukan lain;
g. menjilid Akta yang dibuatnya dalam 1 (satu) bulan menjadi buku yang memuat tidak lebih dari 50 (lima puluh) Akta, dan jika jumlah Akta tidak dapat dimuat dalam satu buku, Akta tersebut dapat dijilid menjadi lebih dari satu buku, dan mencatat jumlah Minuta Akta, bulan, dan tahun pembuatannya pada sampul setiap buku;
h. membuat daftar dari Akta protes terhadap tidak dibayar atau tidak diterimanya surat berharga;
i. membuat daftar Akta yang berkenaan dengan wasiat
j. mengirimkan daftar Akta sebagaimana dimaksud dalam huruf i atau daftar nihil yang berkenaan dengan wasiat ke pusat daftar wasiat pada kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dalam waktu 5 (lima) hari pada minggu pertama setiap bulan berikutnya;
k. mencatat dalam repertorium tanggal pengiriman daftar wasiat pada setiap akhir bulan;
l. mempunyai cap atau stempel yang memuat lambang negara Republik Indonesia dan pada ruang yang melingkarinya dituliskan nama, jabatan, dan tempat kedudukan yang bersangkutan;
m. membacakan Akta di hadapan penghadap dengan dihadiri oleh paling sedikit 2 (dua) orang saksi, atau 4 (empat) orang saksi khusus untuk pembuatan Akta wasiat di bawah tangan, dan ditandatangani pada saat itu juga oleh penghadap, saksi, dan Notaris; dan
n. menerima magang calon Notaris.

8. Larangan Bagi Notaris (Pasal 17 UUJN)

Notaris dilarang:

a. menjalankan jabatan di luar wilayah jabatannya;
b. meninggalkan wilayah jabatannya lebih dari 7 (tujuh) hari kerja berturut-turut tanpa alasan yang sah;
c. merangkap sebagai pegawai negeri;
d. merangkap jabatan sebagai pejabat negara;
e. merangkap jabatan sebagai advokat;
f. merangkap jabatan sebagai pemimpin atau pegawai badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah atau badan usaha swasta;
g. merangkap jabatan sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah dan/atau Pejabat Lelang Kelas II di luar tempat kedudukan Notaris;
h. menjadi Notaris Pengganti; atau
i. melakukan pekerjaan lain yang bertentangan dengan norma agama, kesusilaan, atau kepatutan yang dapat mempengaruhi kehormatan dan martabat jabatan Notaris.

sumber :

UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS.


Selasa, Januari 29, 2019

Kenapa Notaris dikatakan sebagai Pejabat Umum ?

google.com/foto

Pengertian Notaris (Pasal 1 angka 1 UUJN)

Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini atau berdasarkan undang-undang lainnya.

Ciri-ciri Notaris sebagai Pejabat Umum


1. Diangkat dan diberhentikan oleh pemerintah (Pasal 2, Pasal 3 dan Pasal 8 UUJN)

Notaris diangkat dan diberhentikan oleh Menteri.

Syarat untuk dapat diangkat menjadi Notaris sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 adalah:

a. warga negara Indonesia;
b. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
c. berumur paling sedikit 27 (dua puluh tujuh) tahun;
d. sehat jasmani dan rohani;
e. berijazah sarjana hukum dan lulusan jenjang strata dua kenotariatan;
f. telah menjalani magang atau nyata-nyata telah bekerja sebagai karyawan Notaris dalam waktu 12 (dua belas) bulan berturut-turut pada kantor Notaris atas prakarsa sendiri atau atas rekomendasi Organisasi Notaris setelah lulus strata dua kenotariatan; dan
g. tidak berstatus sebagai pegawai negeri, pejabat negara, advokat, atau tidak sedang memangku

(1) Notaris berhenti atau diberhentikan dari jabatannya dengan hormat karena:
a. meninggal dunia;
b. telah berumur 65 (enam puluh lima) tahun;
c. permintaan sendiri;
d. tidak mampu secara rohani dan/atau jasmani untuk melaksanakan tugas jabatan Notaris secara
terus menerus lebih dari 3 (tiga) tahun; atau
e. merangkap jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf g.
(2) Ketentuan umur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat diperpanjang sampai berumur 67 (enam puluh tujuh) tahun dengan mempertimbangkan kesehatan yang bersangkutan.

2. Diambil sumpah/janji (Pasal 4 UUJN)

(1) Sebelum menjalankan jabatannya, Notaris wajib mengucapkan sumpah/janji menurut agamanya di hadapan Menteri atau pejabat yang ditunjuk.
(2) Sumpah/janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbunyi sebagai berikut:
"Saya bersumpah/berjanji: bahwa saya akan patuh dan setia kepada Negara Republik Indonesia, Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang tentang Jabatan Notaris seria peraturan perundang-undangan lainnya. bahwa saya akan menjalankan jabatan saya dengan amanah, jujur, saksama, mandiri, dan tidak berpihak. bahwa saya akan menjaga sikap, tingkah laku saya, dan akan menjalankan kewajiban saya sesuai dengan kode etik profesi, kehormatan, martabat, dan tanggung jawab saya sebagai Notaris. bahwa saya akan merahasiakan isi akta dan keterangan yang diperoleh dalam pelaksanaan jabatan saya. bahwa saya untuk dapat diangkat dalam jabatan ini, baik secara langsung maupun tidak langsung, dengan nama atau dalih apa pun, tidak pernah dan tidak akan memberikan atau menjanjikan sesuatu kepada siapa pun."

3. Memakai Lambang Negara (Pasal 16 huruf l UUJN)

mempunyai cap atau stempel yang memuat lambang negara Republik Indonesia dan pada ruang yang melingkarinya dituliskan nama, jabatan, dan tempat kedudukan yang bersangkutan.

4. Pengawasan Notaris (Pasal 67 UUJN)

(1) Pengawasan atas Notaris dilakukan oleh Menteri.
(2) Dalam melaksanakan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Menteri membentuk
Majelis Pengawas.
(3) Majelis Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berjumlah 9 (sembilan) orang, terdiri atas
unsur:
a. Pemerintah sebanyak 3 (tiga) orang;
b. Organisasi Notaris sebanyak 3 (tiga) orang; dan
c. ahli atau akademisi sebanyak 3 (tiga) orang.
(4) Dalam hal suatu daerah tidak terdapat unsur instansi pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) huruf a, keanggotaan dalam Majelis Pengawas diisi dari unsur lain yang ditunjuk oleh Menteri.
(5) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi perilaku Notaris dan pelaksanaan
jabatan Notaris.
(6) Ketentuan mengenai pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) berlaku bagi Notaris
Pengganti dan Pejabat Sementara Notaris.”

sumber :

UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS

Postingan terakhir

PENGECEKAN SERTIPIKAT KE BPN kah?

google.com/foto Ya, Ke BPN  Betul ke BPN. Yakin betul ke BPN? Kemana kalau PPAT akan melakukan pengecekan sertipikat hak atas ta...