Translate

Tampilkan postingan dengan label Pejabat Umum. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Pejabat Umum. Tampilkan semua postingan

Selasa, Januari 21, 2020

SEKILAS MENGENAI PEJABAT UMUM DAN PEJABAT

PEJABAT UMUM

Terjemahan dari J.C.H.Melis, Notariswet, 1982, hh 67-71
Pejabat UmumTerminologi (pejabat umum) ini ditemukan kembali dalam Pasal 1905 BW-oud (Pasal  1868 KUHPerd), dimana Notariswet merupakan penjabatannya; notaris adalah pejabat umum yang dimaksud dalam Pasal 1905 BW-oud (Pasal 1868 KUHPerd) tersebut. Lihat bunyi teks Pasal 
1 Notariswet: “Notaris adalah pejabat umum, satu-satunya berwenang (...) “seanjang pembuatan  akta tersebut oleh undang-undang tidak atelah ditugaskan kepada pejabat lain atau (...)”. Kesimpulannya adalah, bahwa epitheton “umum (openbaar)” adalah “hiasan” (ornans) atau  tambahan yang berlebihan dan hanya berarti kalau Notariswet dihubungkan dengan Pasal 1868  BW yang telah menyebutkan pejabat umum. 

PEJABAT (AMBTENAAR = PEGAWAI NEGERI)

Di dalam Pasal 1 Notariswet menyebutkan, bahwa notaris adalah pejabat. Tidak jelas siapa  yang dimaksudkan dengan pejabat 1 dan bagi notaris sebutan tersebut tidak mempunyai 
konsekuensi yuridis. Pembuat undang-undang, sebagaimana dalam paragrap sebelumnya telah disebutkan, di dalam  Pasal 1905 BW-oud (Pasal 1868 KUHPerd) dimungkinkannya untuk pembuatan akta-akta otentik,  oleh dan dihadapan pejabat umum, dan sebagai kelanjutan daripada pasal tersebut di dalam  Notariswet, notaris ditunjuk sebagai satu-satunya pejabat umum yang berwenang untuk pembuatan akta otentik.

Pada kenyataannya arti bahwa pembuat undang-undang berbicara mengenai pejabat, dan yang  dimaksud adalah notaris, tidak lain harus dcari adalah otentisitas dari akta-akta yang telah  dibuatnya, dan adalah dimungkinkannya pengeluaran grosse akta oleh notaris yang memiliki  kekuatan executorial. Justru disini maksud dari pembuat undang-undang adalah perlu untuk  diadakan penilaian yang teliti mengenai pengangkatan, pemberhentian, pekerjaan notaris sendiri – dalam hubungan yang terakhir ini pengawasan dan larangan untuk menolak pekerjaan – dan  anggung jawab jabatannya. Adalah tidak benar, bahwa di dalam Notariswet disebut bahwa notaris adalah pejabat, maka  peraturan mengenai kedudukan dari korps pejabat belanda juga berlaku bagi notaris. 

Ambtenarenwet 1939 (Undang-undang Pegawai Negeri) yang mengatur kedudukan hukum formil  dari pegawai negeri menyebutkan dalam pasal-pasalnya dengan tegas bahwa notaris tidak termasuk di dalamnya. Staatscomissie yang ditunjuk untuk menyusun undang-undang ini  menganggap cukup jelas bahwa notaris walau “formil adalah pejabat”, praktis adalah partikelir ketimbang disamakan dengan pegawai negeri.

Langemeijer memberi komentar:” Notaris tidak dapat digolongkan sebagai pegawai negeri;  mereka diangkat oleh raja, tetapi tidak merupakan baik bawahan dari pemerintah maupun  merupakan munus publicum, sama seperti advokat dan procureur”. Pengadilan Arnhem menetapkan bahwa notaris menjalankan profesi yang bebas (vrij beroep)  walaupun di dalam Notariswet disebutkan sebagai ambtenaar. Berdasarkan Pasal 1 dan Pasal 3  Notariswet terbukti dari kata-kata bahwa notaris adalah ambtenaar, sejauh dalam lingkungan  wewenangnya, tetapi tidak dalam hubungannya dengan cara melakukan pekerjaan dari notaris.

Tulisan Herlien

Rabu, Januari 30, 2019

Kenapa Notaris dikatakan sebagai Pejabat Umum ? #lanjutan

Ciri-Ciri Notaris sebagai Pejabat Umum 


5. Memiliki Kewenangan  (Pasal 15 UUJN)

(1) Notaris berwenang membuat Akta autentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan penetapan
yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam Akta autentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan Akta, menyimpan Akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan Akta, semuanya itu sepanjang pembuatan Akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang.
(2) Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Notaris berwenang pula:
a. mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;
b. membukukan surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;
c. membuat kopi dari asli surat di bawah tangan berupa salinan yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan;
d. melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya;
e. memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan Akta;
f. membuat Akta yang berkaitan dengan pertanahan; atau
g. membuat Akta risalah lelang.
(3) Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Notaris mempunyai
kewenangan lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.”

6. Hak-Hak Notaris (Pasal 25, Pasal 36 UUJN)

(1) Notaris mempunyai hak cuti.
(2) Hak cuti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diambil setelah Notaris menjalankan jabatan selama 2 (dua) tahun.
(3) Selama menjalankan cuti, Notaris wajib menunjuk seorang Notaris Pengganti.

(1) Notaris berhak menerima honorarium atas jasa hukum yang diberikan sesuai dengan kewenangannya.
(2) Besarnya honorarium yang diterima oleh Notaris didasarkan pada nilai ekonomis dan nilai sosiologis dari setiap akta yang dibuatnya.
(3) Nilai ekonomis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditentukan dari objek setiap akta sebagai berikut:
a. sampai dengan Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) atau ekuivalen gram emas ketika itu, honorarium yang diterima paling besar adalah 2,5% (dua koma lima persen);
b. di atas Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) sampai dengan Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah) honorarium yang diterima paling besar 1,5 % (satu koma lima persen); atau
c. di atas Rpl.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) honorarium yang diterima didasarkan pada
kesepakatan antara Notaris dengan para pihak, tetapi tidak melebihi 1 % (satu persen) dari objek
yang dibuatkan aktanya.
(4) Nilai sosiologis ditentukan berdasarkan fungsi sosial dari objek setiap akta dengan honorarium yang diterima paling besar Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah).

7. Kewajiban Notaris (Pasal 16 UUJN)

Dalam menjalankan jabatannya, Notaris wajib :

a. bertindak amanah, jujur, saksama, mandiri, tidak berpihak, dan menjaga kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum;
b. membuat Akta dalam bentuk Minuta Akta dan menyimpannya sebagai bagian dari Protokol Notaris;
c. melekatkan surat dan dokumen serta sidik jari penghadap pada Minuta Akta;
d. mengeluarkan Grosse Akta, Salinan Akta, atau Kutipan Akta berdasarkan Minuta Akta;
e. memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini, kecuali ada alasan untuk menolaknya;
f. merahasiakan segala sesuatu mengenai Akta yang dibuatnya dan segala keterangan yang diperoleh guna pembuatan Akta sesuai dengan sumpah/janji jabatan, kecuali undang-undang menentukan lain;
g. menjilid Akta yang dibuatnya dalam 1 (satu) bulan menjadi buku yang memuat tidak lebih dari 50 (lima puluh) Akta, dan jika jumlah Akta tidak dapat dimuat dalam satu buku, Akta tersebut dapat dijilid menjadi lebih dari satu buku, dan mencatat jumlah Minuta Akta, bulan, dan tahun pembuatannya pada sampul setiap buku;
h. membuat daftar dari Akta protes terhadap tidak dibayar atau tidak diterimanya surat berharga;
i. membuat daftar Akta yang berkenaan dengan wasiat
j. mengirimkan daftar Akta sebagaimana dimaksud dalam huruf i atau daftar nihil yang berkenaan dengan wasiat ke pusat daftar wasiat pada kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dalam waktu 5 (lima) hari pada minggu pertama setiap bulan berikutnya;
k. mencatat dalam repertorium tanggal pengiriman daftar wasiat pada setiap akhir bulan;
l. mempunyai cap atau stempel yang memuat lambang negara Republik Indonesia dan pada ruang yang melingkarinya dituliskan nama, jabatan, dan tempat kedudukan yang bersangkutan;
m. membacakan Akta di hadapan penghadap dengan dihadiri oleh paling sedikit 2 (dua) orang saksi, atau 4 (empat) orang saksi khusus untuk pembuatan Akta wasiat di bawah tangan, dan ditandatangani pada saat itu juga oleh penghadap, saksi, dan Notaris; dan
n. menerima magang calon Notaris.

8. Larangan Bagi Notaris (Pasal 17 UUJN)

Notaris dilarang:

a. menjalankan jabatan di luar wilayah jabatannya;
b. meninggalkan wilayah jabatannya lebih dari 7 (tujuh) hari kerja berturut-turut tanpa alasan yang sah;
c. merangkap sebagai pegawai negeri;
d. merangkap jabatan sebagai pejabat negara;
e. merangkap jabatan sebagai advokat;
f. merangkap jabatan sebagai pemimpin atau pegawai badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah atau badan usaha swasta;
g. merangkap jabatan sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah dan/atau Pejabat Lelang Kelas II di luar tempat kedudukan Notaris;
h. menjadi Notaris Pengganti; atau
i. melakukan pekerjaan lain yang bertentangan dengan norma agama, kesusilaan, atau kepatutan yang dapat mempengaruhi kehormatan dan martabat jabatan Notaris.

sumber :

UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS.


Selasa, Januari 29, 2019

Kenapa Notaris dikatakan sebagai Pejabat Umum ?

google.com/foto

Pengertian Notaris (Pasal 1 angka 1 UUJN)

Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini atau berdasarkan undang-undang lainnya.

Ciri-ciri Notaris sebagai Pejabat Umum


1. Diangkat dan diberhentikan oleh pemerintah (Pasal 2, Pasal 3 dan Pasal 8 UUJN)

Notaris diangkat dan diberhentikan oleh Menteri.

Syarat untuk dapat diangkat menjadi Notaris sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 adalah:

a. warga negara Indonesia;
b. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
c. berumur paling sedikit 27 (dua puluh tujuh) tahun;
d. sehat jasmani dan rohani;
e. berijazah sarjana hukum dan lulusan jenjang strata dua kenotariatan;
f. telah menjalani magang atau nyata-nyata telah bekerja sebagai karyawan Notaris dalam waktu 12 (dua belas) bulan berturut-turut pada kantor Notaris atas prakarsa sendiri atau atas rekomendasi Organisasi Notaris setelah lulus strata dua kenotariatan; dan
g. tidak berstatus sebagai pegawai negeri, pejabat negara, advokat, atau tidak sedang memangku

(1) Notaris berhenti atau diberhentikan dari jabatannya dengan hormat karena:
a. meninggal dunia;
b. telah berumur 65 (enam puluh lima) tahun;
c. permintaan sendiri;
d. tidak mampu secara rohani dan/atau jasmani untuk melaksanakan tugas jabatan Notaris secara
terus menerus lebih dari 3 (tiga) tahun; atau
e. merangkap jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf g.
(2) Ketentuan umur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat diperpanjang sampai berumur 67 (enam puluh tujuh) tahun dengan mempertimbangkan kesehatan yang bersangkutan.

2. Diambil sumpah/janji (Pasal 4 UUJN)

(1) Sebelum menjalankan jabatannya, Notaris wajib mengucapkan sumpah/janji menurut agamanya di hadapan Menteri atau pejabat yang ditunjuk.
(2) Sumpah/janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbunyi sebagai berikut:
"Saya bersumpah/berjanji: bahwa saya akan patuh dan setia kepada Negara Republik Indonesia, Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang tentang Jabatan Notaris seria peraturan perundang-undangan lainnya. bahwa saya akan menjalankan jabatan saya dengan amanah, jujur, saksama, mandiri, dan tidak berpihak. bahwa saya akan menjaga sikap, tingkah laku saya, dan akan menjalankan kewajiban saya sesuai dengan kode etik profesi, kehormatan, martabat, dan tanggung jawab saya sebagai Notaris. bahwa saya akan merahasiakan isi akta dan keterangan yang diperoleh dalam pelaksanaan jabatan saya. bahwa saya untuk dapat diangkat dalam jabatan ini, baik secara langsung maupun tidak langsung, dengan nama atau dalih apa pun, tidak pernah dan tidak akan memberikan atau menjanjikan sesuatu kepada siapa pun."

3. Memakai Lambang Negara (Pasal 16 huruf l UUJN)

mempunyai cap atau stempel yang memuat lambang negara Republik Indonesia dan pada ruang yang melingkarinya dituliskan nama, jabatan, dan tempat kedudukan yang bersangkutan.

4. Pengawasan Notaris (Pasal 67 UUJN)

(1) Pengawasan atas Notaris dilakukan oleh Menteri.
(2) Dalam melaksanakan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Menteri membentuk
Majelis Pengawas.
(3) Majelis Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berjumlah 9 (sembilan) orang, terdiri atas
unsur:
a. Pemerintah sebanyak 3 (tiga) orang;
b. Organisasi Notaris sebanyak 3 (tiga) orang; dan
c. ahli atau akademisi sebanyak 3 (tiga) orang.
(4) Dalam hal suatu daerah tidak terdapat unsur instansi pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) huruf a, keanggotaan dalam Majelis Pengawas diisi dari unsur lain yang ditunjuk oleh Menteri.
(5) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi perilaku Notaris dan pelaksanaan
jabatan Notaris.
(6) Ketentuan mengenai pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) berlaku bagi Notaris
Pengganti dan Pejabat Sementara Notaris.”

sumber :

UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS

Postingan terakhir

PENGECEKAN SERTIPIKAT KE BPN kah?

google.com/foto Ya, Ke BPN  Betul ke BPN. Yakin betul ke BPN? Kemana kalau PPAT akan melakukan pengecekan sertipikat hak atas ta...