Pasal 467 KUHPerdata menentukan bahwa apabila seseorang telah meninggalkan tempat tinggalnya dengan tidak memberi kuasa kepada seorang wakil, guna mewakili dirinya dan mengurus harta kekayaannya, hakim dapat menetapkan orang sebagai keadaan tidak hadir (afwijig).
Kasus Posisi Putusan MARI nomor : 23 K/Pdt.Pen/2010, ada seorang pelaut yang pergi berlayar, namun ditengah laut kapalnya tenggelam karena diserang badai. Si pelaut tersebut telah dicari, namun Tim SAR tidak pernah menemukan sang pelaut tersebut dalam keadan hidup atau mati. Si pelaut tersebut telah diasuransikan oleh perusahaannya. Setelah lewat setengah tahun, Isteri si pelaut tersebut meminta agar asuransi suaminya dicairkan. Namun perusahaan asuransi mensyaratkan adanya surat kematian sang pelaut tersebut, atau ada penetapan afwijig (tidak hadir) dari pengadilan. Maka diuruslah penetapan yang dibutuhkan tersebut ke pangadilan. Namun pengadilan menolak permohonan tersebut dengan alasan bahwa untuk menentukan seseorang afwijig (tidak hadir) harus lewat 5 tahun. Kemudian sang Istri pelaut mengajukan kasasi, dan MA mengabulkan permohonan tersebut dengan menyatakan bahwa tenggang waktu 5 tahun yang disebut dalam Pasal 467 KUHPerdata tersebut saat ini tidak relevan lagi, dengan kemajuan teknologi, seseorang dalam waktu yang tidak terlalu lama dapat ditetapkan sudah tidak ada atau hilang. Bahwa dengan adanya keterangan dari tim pencari korban tenggelamnya kapal tersebut yang menyatakan bahwa pelaut tersebut telah hilang atau meninggal. Putusan MA tersebut menjadi pendobrak kekakuan Pasal 467 KUHPerdata tentang waktu untuk menentukan keadaan tidak hadir
(Kutipan dari UN).
