Translate

Tampilkan postingan dengan label Protokol Notaris. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Protokol Notaris. Tampilkan semua postingan

Jumat, Juni 11, 2021

PROSEDUR ATAU TATA CARA PEMERIKSAAN NOTARIS

Prosedur atau tata cara Majelis Kehormatan Notaris Wilayah dalam melakukan Pemeriksaan Notaris sehubungan dengan permintaan Penyidik, Penuntut Umum, dan Hakim dalam mengambil fotokopi atas minuta akta dan/ atau surat-surat yang dilekatkan pada Minuta Akta atau Protokol Notaris dalam penyimpanan Notaris, dan memanggil Notaris untuk hadir dalam pemeriksaan.yang berkaitan dengan Akta atau Protokol Notaris yang berada dalam penyimpanan Notaris untuk keperluan proses peradilan adalah sebagai berikut :

  1. Ada permohonan persetujuan secara tertulis dan dalam bahasa Indonesia kepada Ketua Majelis Kehormatan Notaris Wilayah sesuai dengan wilayah kerja Notaris yang bersangkutan untuk pengambilan minuta akta atau protokol Notaris dalam penyimpanan Notaris, dan pemanggilan Notaris untuk hadir dalam pemeriksaan yang terkait dengan hal tersebut oleh Penyidik, Penuntut Umum, atau hakim, yang tembusannya disampaikan kepada Notaris yang bersangkutan. Permohonan tersebut harus memuat paling sedikit : nama dan alamat kantor Notaris; nomor akta dan/atau surat yang dilekatkan pada minuta akta atau protokol Notaris dalam penyimpanan Notaris; dan pokok perkara yang disangkakan. 
  2. Ketua Majelis Kehormatan Notaris Wilayah membentuk Majelis Pemeriksa yang beranggotakan sebanyak 3 (tiga) orang yang terdiri dari setiap unsur anggota Majelis Kehormatan Notaris Wilayah, dengan susunan 1 (satu) orang ketua merangkap anggota; dan 2 (dua) orang anggota dalam waktu paling lambat 5 (lima) hari kerja terhitung sejak tanggal permohonan/ permintaan diterima. Dalam melakukan pemeriksaan, majelis pemeriksa dibantu oleh 1 (satu) sekretaris; 
  3. Paling lambat 5 (lima) hari sebelum pemeriksaan dilakukan, Majelis Pemeriksa melakukan pemanggilan melalui surat yang ditandatangani oleh Ketua Majelis Kehormatan Notaris Wilayah kepada Notaris sehubungan dengan adanya permohonan penyidik, penuntut umum, atau hakim. Dalam keadaan mendesak pemanggilan dapat dilakukan melalui faksimili dan/atau surat elektronik yang segera disusul dengan surat pemanggilan. Atas panggilan tersebut Notaris wajib hadir sendiri. Apabila Notaris tidak hadir setelah dipanggil secara sah dan patut sebanyak 2 (dua) kali berturut-turut, Majelis Pemeriksa dapat mengambil keputusan terhadap permintaan penyidik, penuntut umum, atau hakim. 
  4. Majelis Pemeriksa wajib menolak memeriksa Notaris yang mempunyai hubungan perkawinan atau hubungan darah dalam garis keturunan lurus ke bawah dan/ atau ke atas tanpa pembatasan derajat, serta dalam garis ke samping sampai dengan derajat ketiga Apabila terjadi keadaan demikian, Ketua Majelis Kehormatan Notaris Wilayah menunjuk penggantinya; 
  5. Terhadap permintaan penyidik, penuntut umum, atau hakim terkait pengambilan fotokopi minuta akta dan surat-surat yang dilekatkan pada minuta akta dan/ atau protokol Notaris dalant penyimpanan Notaris dan pemanggilan Notaris, Majelis Pemeriksa berwenang memeriksa dan memberikan persetujuan atau penolakan terhadap permintaan tersebut. 
  6. Majelis pemeriksa memberikan persetujuan atau penolakan setelah mendengar keterangan langsung dari Notaris yang bersangkutan, baik secara hadir tatap muka ataupun secara virtual apabila suatu keadaan memaksa yang hasilnya dituangkan dalam berita acara pemeriksaan. 
  7. Pemberian persetujuan kepada penyidik, penuntut umum, atau hakim untuk kepentingan proses peradilan dalam pemanggilan Notaris,  terbatas dalam hal: Adanya dugaan tindak pidana berkaitan dengan minuta akta dan/ atau surat-surat Notaris dalam penyimpanan Notaris; Belum gugur hak menuntut berdasarkan ketentuan tentang  daluwarsa dalam peraturan perundang-undangan di bidang hukum pidana; Adanya penyangkalan keabsahan tanda tangan dari salah satu pihak atau lebih; Adanya dugaan pengurangan atau penambahan atas Minuta Akta; atau  Adanya dugaan Notaris melakukan pemunduran tanggal (antidatum).  
  8. Apabila Majelis Pemeriksa menyetujui permohonan penyidik, penuntut umum, atau hakim Notaris wajib menyerahkan fotokopi minuta akta dan/ atau surat-surat yang diperlukan kepada penyidik, penuntut umum, atau hakim, yang untuk keperluan tersebut dibuat berita acara yang ditandatangani oleh Notaris dan penyidik, penuntut umum, atau hakim dengan disaksikan oleh 2 (dua) orang saksi. 
  9. Ketua Majelis Kehormatan Notaris Wilayah wajib memberikan jawaban berupa persetujuan atau penolakan terhadap permohonan di atas dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya permohonan. Apabila jangka waktu tersebut terlampaui, Majelis Kehormatan Notaris Wilayah dianggap menerima permintaan persetujuan. 
  10. Majelis Pemeriksa melaporkan setiap hasil pemeriksaan kepada Ketua Majelis Kehormatan Notaris Wilayah, dan selanjutnya Ketua Majelis Kehormatan Notaris Wilayah wajib mengirim laporan kepada Ketua Majelis Kehormatan Notaris Pusat setiap bulan.
Tulisan dari Majelis Kehormatan Notaris Pusat disampaikan pada acara kegiatan Rapat Koordinasi Majelis Pengawas Notaris dan Majelis Kehormatan Notaris di Bali Tahun 2021

Selasa, Februari 09, 2021

NOTARIS PEMEGANG PROTOKOL (NPP) DIBEBANI GANTI RUGI

NOTARIS PEMEGANG PROTOKOL (NPP) DIBEBANI GANTI RUGI.

Sudah menjadi kwajiban hukum ketika diangkat sebagai Notaris wajib menerima Protokol Notaris yang pensiun. Notaris Pemegang Protokol (NPP) wajib mengeluarkan Salinan atau Kutipan atau Grosse Akta sesuai Pasal 54 UUJN-P. 
Menerima WA dari rekan NPP, yang oleh pengadilan negeri dibebani ganti rugi. Kok bisa NPP dibebani ganti rugi ?
Kasusnya NPP telah mengeluarkan Salinan kepada para pihak sesuai ketentuan yang berlaku. Ternyata NPP bersama-sama mereka yang namanya tercantum dalam akta digugat. Oleh pengadilan negeri Salinan akta yang dkeluarkan oleh NPP,  dinyatakan batal demi hukum, dan anehnya NPP dibebani ganti rugi sejumlah uang tertentu bersama-sama dengan tergugat lainnya.
Saya ingin mengatakan hakim tersebut tidak paham Hukum Kenotariatan Indonesia. Bahwa NPP tidak punya kewajiban untuk memberikan ganti rugi, karena akta tersebut bukan dibuat oleh dirinya, tapi oleh Notaris lain yang Protokolnya dipegang oleh Notaris yang bersangkutan atau apakah ahli warisnya harus dibebani ganti rugi ? Tidak bisa juga, karena kewajiban dan tanggungjawab jabatan Notaris tidak bisa diwariskan.
Mohon maaf, jika postingan saya di INC akhir-akhir ini, mengenai fakta kenotariatan yang menyedihkan (semoga tidak berurai air mata), karena sebenarnya lebih banyak yang membahagiakan yang tidak perlu ditulis di sini. (HBA-INC).

TENTANG SEWA-MENYEWA KAPAL

Ini cerita lama, mirip dengan postingan yang sebelumnya. A sebagai pengusaha kapal laut, menyewakan satu buah kapalnya kepada B, kemudian A dan B menghadap Notaris untuk membuat akta sewa-menyewa kapal tsb.Suatu ada kapal tertangkap sedang memindahkan solar, ternyata solar selundupan. Akhirnya dilakukan penyelidikan, kemudian penyidikan. Ujung-ujungnya Notaris yang membuat akta sewa-menyewa kapal tsb dipanggil juga. Jika hal tsb terus menerus terjadi bisa saja. Ada bangunan roboh, ternyata bangunan tersebut disewa pakai akta Notaris, maka dipanggil notarisnya. Ada jembatan ambruk, kontraktornya dipanggil dan notaris yang membuat akta badan usahanya dipanggil juga. Ada PT PJTKI, dan ada TKW/TKI yang meninggal, Notaris yang membuat aktanya bisa jadi saksi.

CATMINGSO :

Dalam Pasal 3 ayat (2) huruf c UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2O2O TENTANG BEA METERAI disebutkan bahwa Bea Meterai dikenakan atas  akta Pejabat Pembuat Akta Tanah beserta salinan dan kutipannya;
Bahwa ada yang disebut Salinan dan Kutipan jika ada Minuta akta atau akta dalam bentuk In Minuta seperti akta Notaris (baik akta pihak atau relaas) sehingga Salinan dan Kutipannya wajib pakai meterai (Pasal 3 ayat (2) huruf b UU Bea Meterai), tapi jika kita “menganggap” akta PPAT sebagai bentuk akta “In Originali”, maka akta PPAT tidak mengenal Salinan dan Kutipan. Tapi UU Bea Meterai mewajibkan Kutipan dan Salinan akta PPAT wajib bermeterai, apakah berarti akta PPAT sudah dalam bentuk In Minuta yang mengenal Salinan dan Kutipan ? 

HBA-INC

Sabtu, Agustus 29, 2020

NOTARIS PEMEGANG PROTOKOL MENOLAK MEMBERIKAN SALINAN PENGHADAP MENGINGKARI AKTANYA SENDIRI

NOTARIS PEMEGANG PROTOKOL MENOLAK MEMBERIKAN SALINAN

Sudah menjadi kewajiban untuk Notaris Pemegang Protokol (NPP) jika ada yang meminta Salinan kedua (dan seterusnya...)  sesuai Pasal 54 UUJN.Kemudian ada salah seorang dari ahli waris yang pernah membuat di Notaris yang bersangkutan datang ke NPP meminta Salinan yang kedua, dengan alasan Salinan yang pertama hilang (dan dibuktikan dengan Surat Keterangan Kehilangan dari Kepolisian). 

Atas permintaan tersebut kemudian mencari dan setelah ketemu membaca Minuta tsb. Setelah dibaca NPP menyampaikan kepada yang meminta Salinan tsb, tidak bisa memberikan Salinanmya, dengan alasan bahwa menurut NPP akta tersebut salah secara substansi. Kemudian NPP juga beralasan nanti gara-gara memberikan Salinan yang salah menurut NPP, dirinya dijadikan Turut Tergugat atau dipanggil sebagai Saksi. Seharusnya apapun Substansi akta tsb sebagai kehendak para pihak, NPP tidak dalam kapasitas untuk menilainya benar atau tidak benar. 

Kewajiban NPP hanya memberikan Salinan sesuai Minuta saja, jika ada permasalahan menjadi para pihak sendiri, bukan urusan NPP. Ya mungkin jadi ribet (dengan alasan agar tidak kurang pihak) Notaris dijadikan Turut Tergugat, jika nanti timbul gugatan. Begitulah dan Beginilah Notaris Indonesia, para penghadap bersengketa karena ulah mereka sendiri, bukan karena akta Notaris, tapi Notaris dibawa-bawa sebagai Turut Tergugat. Hal tersebut bisa diselesaikan jika kita para Notaris mulai mengembangkan IHK (Ilmu Hukum Kenotariatan).

PENGHADAP MENGINGKARI AKTANYA SENDIRI.

Saat itu di luar gedung pengadilan sangat panas, agar tidak kepanasan lebih nyaman masuk ke ruang sidang pengadilan yang berAC.Hari itu ada persidangan, yang dalam gugatannya Penggugat mendalilkan bahwa akta yang dijadikan bukti tidak benar dengan alasan : Tidak pernah menghadap Notaris. Tidak kenal dengan Notaris yang membuat Aktanya. Tidak tahu alamat kantor Notaris yang bersangkutan.Tidak pernah merasa membuat akta kuasa jual tanah miliknya.Dalil penggugat tersebut sudah mendapat bantahan dari Saksi Fakta yang dihadirkan oleh Tergugat (yaitu Notaris dan Saksi Akta). Diperlihatkan Minuta (karena Minuta akta yang bersangkutan dibawa ke persidangan untuk bukti).
Dengan bukti dan fakta seperti itu Penggugat akhirnya mengakui semuanya.

Akhirnya disarankan kalau ingin mengingkari pernah menghadap Notaris harus dapat dibuktikan, jika tidak dapat dibuktikan berarti benar akta tersebut. Itulah esensi akta Notaris : harus dan wajib dianggap benar selama sepanjang tidak dapat dibuktikan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap (Asas Praduga Sah)

HBA-INC

Rabu, Juli 15, 2020

Selasa, April 14, 2020

Protokol Notaris Elektronik dan Cyber Notary

• " Protokol Notaris adalah kumpulan dokumen yang 
merupakan arsip negara yang harus disimpan dan dipelihara 
oleh Notaris sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan".

• "Notaris wajib membuat Akta dalam bentuk Minuta Akta 
dan menyimpannya sebagai bagian dari Protokol Notaris".
"Protokol Notaris terdiri atas:
a. minuta Akta;
b. buku daftar akta atau repertorium;
c. dst ...

Dalam kerangka Kearsipan, maka :
Notaris adalah Pencipta Arsip (Pasal 1 ayat 14 PP 28/2012).
Akta Notaris adalah Arsip Dinamis (Pasal 1 ayat 4 PP 28/2012).

Bagaimana memindahkan Minuta Akta sebagai alat bukti Autentik (secara fisik) menjadi Dokumen Elektronik?
Menurut UU Kearsipan, "alih media" dapat dilaksanakan dalam bentuk dan media apapun sesuai kemajuan teknologi informasi dan komunikasi berdasarkan ketentuan peraturan 
perundangundangan. (Pasal 49 PP Nomor 28/2012 Tentang Pelaksanaan UU Kearsipan).Arsip yang dialihmediakan tetap disimpan untuk kepentingan hukum berdasarkan ketentuan 
peraturan perundang-undangan. (Pasal 49 PP Nomor 28/2012).

• Pasal 15 ayat 3 UUJN :
• Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Notaris mempunyai kewenangan lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.”
• Penjelasan Pasal 15 ayat 3 :
• Yang dimaksud dengan “kewenangan lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan”, antara lain, kewenangan 
mensertifikasi transaksi yang dilakukan secara elektronik (cyber notary) ..."

Rabu, Desember 18, 2019

JIKA NOTARIS MENERIMA PROTOKOL, DAN KETIKA AKAN MENGELUARKAN MINUTA BELUM LENGKAP TANDATANGAN PARA PENGHADAP DAN SAKSINYA, TINDAKKAN APA YANG HARUS DILAKUKAN NOTARIS ?

Dalam praktek ada juga Notaris pemegang Protokol, ketika ada yang meminta salinan dari Protokol Notaris tersebut, ternyata tanda tangan dalam minuta tidak lengkap (baik tanda tanda tangan para penghadap atau saksi atau Notaris) ?.  Jika Notaris pemegang protokol menghadapi seperti ini, lebih baik jangan mengeluarkan salinan tersebut. Karena dalam akhir akta selalu disebutkan “Minuta akta ini telah lengkap ditandatangani oleh para penghadap” tapi sebenarnya pada Minutanya belum lengkap/tidak lengkap tanda para penghadapnya (atau juga saksinya bahkan Notarisnya), jika Notaris mengeluarkannya maka menjadi tanggungjawab Notaris yang membuat salinan dari Protokol Notaris yang tandatangan dalam Minutanya belum lengkap/tidak lengkap. Jika Notaris menghadapi permasalahan seperti ini tidak perlu mengeluarkan salinannya atas permintaan siapapun, tapi Notaris membuat Surat Keterangan bahwa pada Minuta akta yang diminta salinannya belum lengkap/tidak lengkap ditandatantangani oleh para penghadap. Jika pemegang salinan tersebut tetap memaksa meminta salinan sekarang dari Notaris pemegang protokol padahal Minutanya tidak lengkap tanda tangannya, lebih baik disarankan kepada yang bersangkutan untuk mengajukan permohonan Penetapan ke pengadilan  negeri. agar salinan tersebut ditetapkan kebenarannya oleh para pihak sendiri di hadapan sidang pengadilan negeri.

Jika Notaris pemegang Protokol yang dalam Minutanya ternyata hanya ada tanda tangan para penghadap saja, maka akta seperti ini mempunyai kekuatan pembuktian sebagai tulisan dibawah tangan (lihat Pasal 1869 BW),  maka jika para penghadap  untuk meminta salinannya, maka Notaris tidak perlu memberikannya (dengan alasan tanda tangan para saksi akta dan Notarisnya tidak ada atau Minuta tersebut tidak ditandatangani oleh para penghadap dan Notaris), tapi Notaris dapat membuat Copy Collationee untuk memenuhi permintaan para penghadap tersebut, sesuai kewenangan Notaris yang tersebut dalam Pasal 15 ayat (1) huruf c UUJN – P, yaitu membuat kopi dari asli surat di bawah tangan berupa salinan yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan;

Disamping memberikan Copy Collationee, Notaris juga bisa memberikan secara tertulis yang isinya memang Minuta aktanya belum ada yang ditanda tangani oleh para pihak.

Jika Notaris (pemegang Protokol) memberikan Salinan dari Minuta  yang diketahui belum lengkap tandatangannya (para penghadap, para saksi dan Notaris), jika dipersoalkan bisa termasuk kategori Pemalsuan akta.

Tulisan dari Dr. Habib Adjie

Kamis, Oktober 24, 2019

Seputar Notaris Kembali

google.com/foto
APAKAH NOTARIS PEMEGANG PROTOKOL NOTARIS YANG  PROTOKOLNYA (MINUTA) SUDAH LEBIH BERUMUR DARI 25 TAHUN DAN BELUM DISERAHKAN KEPADA MPD,  APAKAH NOTARIS PEMEGANG PROTOKOL MASIH BERWENANG UNTUK MEMBERIKAN SALINANNYA ATAS PERMINTAAN YANG BERKEPENTINGAN ?.

Dalam Pasal 70 huruf e UUJN bahwa Majelis Pengawas Daerah (MPD) berwenang:menentukan tempat penyimpanan Protokol Notaris yang pada saat serah terima Protokol Notaris telah berumur 25 (dua puluh lima) tahun atau lebih;

UUJN mulai berlaku pada tanggal 6 Oktober 2004, jadi akta yang dibuat berdasarkan UUJN yang mencapai umur 25 tahun akan dimulai pada tanggal 5 Oktober 2029. Jadi kewenangan MPD tersebut akan mulai berlaku pada tanggal 5 Oktober 2029.

Kita tahu bahwa usia institusi Notaris di Indonesia sudah ada sejak jaman VOC, jadi sudah lebih dari 450 tahun ada di bumi Indonesia (sejak Hindia Belanda – Indonesia) atau setidaknya sejak jaman Melchior Kerchem sebagai Notaris pertama di Jacatra (Jakarta sekarang) 27 Agustus 1620.

Sekarang bagaimana akta-akta Notaris (protokol Notaris, termasuk di dalammya bundel Minuta) yang dibuat sebelum UUJN berlaku yang sudah berumur lebih dari 25 tahun, apakah MPD punya kewenangan untuk menyimpannya ? Mungkin kita akan menerapkan asas hukum bahwa undang-undang tidak berlaku surut, jadi MPD tidak punya kewenangannya atau kita ingin mengatakan bahwa undang-undang berlaku ke depan, jadi MPD hanya berwenang sejak UUJN berlaku yaitu tahun 2004 ? 

Pada sisi yang lain Pasal 70 huruf e UUJN tersebut menimbulkan masalah hukum yang lain, karena MPD yang akan menentukan tempat penyimpananya untuk protokol yang sudah berumur 25 tahun, karena di simpan di tempat lain, maka siapa yang akan memberikan  salinannya jika ada yang meminta  ? Karena sudah disimpan di tempat lain ? 

Kemudian sekarang ini apakah protokol Notaris yang sudah berumur 25 tahun, apakah Notaris pemegang protokolnya masih berwenang mengeluarkan salinannya jika ada yang meminta ? Perlu segera dipikirkan dan dibuat aturan digitalisasi Minuta dan Salinan. Kapan ? Ya…kapan ya..?

Jika menafsirkan Pasal 70 huruf e UUJN, maka semua akta yang ada sebelum berlakunya UUJN dan yang telah berumur lebih dari 25 tahun berdasarkan UUJN atau setelah berlakunya UUJN, maka hal tersebut menjadi kewajiban dan tanggungjawab untuk menyiimpannya dan memberikan salinannya kepada para pihak yang membutuhkannya.

Mari kita untuk menyelesaikan permasalahan tersebut agar dunia Notaris tetap membahagiakan, menyenangkan dan menyamankan kita semua. (HBA – INC)

Tulisan APAKAH NOTARIS PEMEGANG PROTOKOL NOTARIS YANG  PROTOKOLNYA (MINUTA) SUDAH LEBIH BERUMUR DARI 25 TAHUN DAN BELUM DISERAHKAN KEPADA MPD,  APAKAH NOTARIS PEMEGANG PROTOKOL MASIH BERWENANG UNTUK MEMBERIKAN SALINANNYA ATAS PERMINTAAN YANG BERKEPENTINGAN ?.

Dalam Pasal 70 huruf e UUJN bahwa Majelis Pengawas Daerah (MPD) berwenang:menentukan tempat penyimpanan Protokol Notaris yang pada saat serah terima Protokol Notaris telah berumur 25 (dua puluh lima) tahun atau lebih;

UUJN mulai berlaku pada tanggal 6 Oktober 2004, jadi akta yang dibuat berdasarkan UUJN yang mencapai umur 25 tahun akan dimulai pada tanggal 5 Oktober 2029. Jadi kewenangan MPD tersebut akan mulai berlaku pada tanggal 5 Oktober 2029.

Kita tahu bahwa usia institusi Notaris di Indonesia sudah ada sejak jaman VOC, jadi sudah lebih dari 450 tahun ada di bumi Indonesia (sejak Hindia Belanda – Indonesia) atau setidaknya sejak jaman Melchior Kerchem sebagai Notaris pertama di Jacatra (Jakarta sekarang) 27 Agustus 1620.

Sekarang bagaimana akta-akta Notaris (protokol Notaris, termasuk di dalammya bundel Minuta) yang dibuat sebelum UUJN berlaku yang sudah berumur lebih dari 25 tahun, apakah MPD punya kewenangan untuk menyimpannya ? Mungkin kita akan menerapkan asas hukum bahwa undang-undang tidak berlaku surut, jadi MPD tidak punya kewenangannya atau kita ingin mengatakan bahwa undang-undang berlaku ke depan, jadi MPD hanya berwenang sejak UUJN berlaku yaitu tahun 2004 ? 

Pada sisi yang lain Pasal 70 huruf e UUJN tersebut menimbulkan masalah hukum yang lain, karena MPD yang akan menentukan tempat penyimpananya untuk protokol yang sudah berumur 25 tahun, karena di simpan di tempat lain, maka siapa yang akan memberikan  salinannya jika ada yang meminta  ? Karena sudah disimpan di tempat lain ? 

Kemudian sekarang ini apakah protokol Notaris yang sudah berumur 25 tahun, apakah Notaris pemegang protokolnya masih berwenang mengeluarkan salinannya jika ada yang meminta ? Perlu segera dipikirkan dan dibuat aturan digitalisasi Minuta dan Salinan. Kapan ? Ya…kapan ya..?

Jika menafsirkan Pasal 70 huruf e UUJN, maka semua akta yang ada sebelum berlakunya UUJN dan yang telah berumur lebih dari 25 tahun berdasarkan UUJN atau setelah berlakunya UUJN, maka hal tersebut menjadi kewajiban dan tanggungjawab untuk menyiimpannya dan memberikan salinannya kepada para pihak yang membutuhkannya.

Mari kita untuk menyelesaikan permasalahan tersebut agar dunia Notaris tetap membahagiakan, menyenangkan dan menyamankan kita semua. (HBA – INC)
APAKAH NOTARIS PEMEGANG PROTOKOL NOTARIS YANG  PROTOKOLNYA (MINUTA) SUDAH LEBIH BERUMUR DARI 25 TAHUN DAN BELUM DISERAHKAN KEPADA MPD,  APAKAH NOTARIS PEMEGANG PROTOKOL MASIH BERWENANG UNTUK MEMBERIKAN SALINANNYA ATAS PERMINTAAN YANG BERKEPENTINGAN ?.

Dalam Pasal 70 huruf e UUJN bahwa Majelis Pengawas Daerah (MPD) berwenang:menentukan tempat penyimpanan Protokol Notaris yang pada saat serah terima Protokol Notaris telah berumur 25 (dua puluh lima) tahun atau lebih;

UUJN mulai berlaku pada tanggal 6 Oktober 2004, jadi akta yang dibuat berdasarkan UUJN yang mencapai umur 25 tahun akan dimulai pada tanggal 5 Oktober 2029. Jadi kewenangan MPD tersebut akan mulai berlaku pada tanggal 5 Oktober 2029.

Kita tahu bahwa usia institusi Notaris di Indonesia sudah ada sejak jaman VOC, jadi sudah lebih dari 450 tahun ada di bumi Indonesia (sejak Hindia Belanda – Indonesia) atau setidaknya sejak jaman Melchior Kerchem sebagai Notaris pertama di Jacatra (Jakarta sekarang) 27 Agustus 1620.

Sekarang bagaimana akta-akta Notaris (protokol Notaris, termasuk di dalammya bundel Minuta) yang dibuat sebelum UUJN berlaku yang sudah berumur lebih dari 25 tahun, apakah MPD punya kewenangan untuk menyimpannya ? Mungkin kita akan menerapkan asas hukum bahwa undang-undang tidak berlaku surut, jadi MPD tidak punya kewenangannya atau kita ingin mengatakan bahwa undang-undang berlaku ke depan, jadi MPD hanya berwenang sejak UUJN berlaku yaitu tahun 2004 ? 

Pada sisi yang lain Pasal 70 huruf e UUJN tersebut menimbulkan masalah hukum yang lain, karena MPD yang akan menentukan tempat penyimpananya untuk protokol yang sudah berumur 25 tahun, karena di simpan di tempat lain, maka siapa yang akan memberikan  salinannya jika ada yang meminta  ? Karena sudah disimpan di tempat lain ? 

Kemudian sekarang ini apakah protokol Notaris yang sudah berumur 25 tahun, apakah Notaris pemegang protokolnya masih berwenang mengeluarkan salinannya jika ada yang meminta ? Perlu segera dipikirkan dan dibuat aturan digitalisasi Minuta dan Salinan. Kapan ? Ya…kapan ya..?

Jika menafsirkan Pasal 70 huruf e UUJN, maka semua akta yang ada sebelum berlakunya UUJN dan yang telah berumur lebih dari 25 tahun berdasarkan UUJN atau setelah berlakunya UUJN, maka hal tersebut menjadi kewajiban dan tanggungjawab untuk menyiimpannya dan memberikan salinannya kepada para pihak yang membutuhkannya.

Mari kita untuk menyelesaikan permasalahan tersebut agar dunia Notaris tetap membahagiakan, menyenangkan dan menyamankan kita semua. 


Tulisan Dr. Habib Adjie, SH, M.Hum.

Postingan terakhir

PENGECEKAN SERTIPIKAT KE BPN kah?

google.com/foto Ya, Ke BPN  Betul ke BPN. Yakin betul ke BPN? Kemana kalau PPAT akan melakukan pengecekan sertipikat hak atas ta...