Translate

Tampilkan postingan dengan label Hukum Jaminan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Hukum Jaminan. Tampilkan semua postingan

Kamis, Februari 07, 2019

Pengantar tentang Jaminan dalam Hukum Islam

Kata jaminan dalam bahasa Indonesia adalah tanggungan, cagaran, garansai, sedangkan menjamin adalah menanggung akan keselamatan (kebaikan, ketulenan, kebenaran) orang, barang, harta benda dan lain sebagainya.Secara istilah, jaminan diartikan dengan penyerahan kekayaan atau pernyataan kesanggupan seseorang untuk menanggung pembayaran kembali suatu hutang. 

Pasal 1 angka 26 Undang-Undang nomor 21 tahun 2008 tentang Perbankan syariah, menyatakan bahawa jaminan/agunan adalah jaminan tambahan, baik berupa benda bergerak, maupun tidak bergerak, yang diserahkan oleh pemilik agunan kepada Bank syariah, guna menjamin pelunasan kewajiban nasabah penerima fasilitas.

Permohonan jaminan dalam islam berpijak pada prinsip maslahah mursalah, yang artinya suatu kemashalahatan yang tidak ditemukan nash yang sahrih dan langsung yang memerintahnya, sebagaimana tidak ditemukan pula nash yang sahrih yang melarangnya, akan tetapi ianya secara logika membawa pada kebaikan.

Menurut As-Syaukani, yang menjadi pegangan dalam masalah muamalah adalah kebolehan sehingga ada dalil yang mengharamkannya, karenanya, dalam masalah jaminan, jika dalam masalah transaksi, perjanjian dan hubungan muamalah dapat mengakibatkan bahaya bagi salah satu pelaku atau bahkan kedua-duanya, maka muamalah yang demikian diharamkan.   

Jaminan dalam Muamalah


Muamalah adalah peraturan hukum yang mengatur hubungan hak dan kewajiban dalam kehidupan bermasyarakat. Aspek muamalah merupakan salah satu aspek kehidupan yang sangat kental ciri elastisitasnya. Dalam wacana figh klasik, bercerita tentang jaminan, baik berupa jaminan hutang (rahn) maupun jaminan perorangan (kafalah), dalam kaitannya dengan pembiayaan mudharabah.

Dalam sistem perbankan syariah masa kini, Bank sebagai shahib maal tidak mungkin akan menguncurkan dana bagi nasabah (mudharib) kecuali setelah meminta jaminan dalam transaksinya demi menyakinkan bahwa modal yang dipinjamkan diharapkan kembali seperti semula sesuai dengan ketentuan awal saat akad berlangsung.

Ada beberapa manfaat jaminan dalam muamalah, khusunya dalam kada-akad pembiayaan uang tawarkan Bank-Bank syariah, antara lain :
  1. Nasabah dapat memanfaatkan dana yang diberikan Bank Syariah dengan sebaik mungkin dan menggunakan dengan penuh kehati-hatian, sebagaimana yang tercantum dalam akad, karena jaminan itu memberikan tekanan kepadanya;
  2. Jaminan delam akad pembiayaan juga mampu meminimalisir kelalaian dan kesalahan yang disengaja.
Ada Kegunaan dengan adanya jaminan dalam muamalah, antara lain :
  1. Memberikan hak dan kuasa pada Bank untuk memperoleh pelunasan dengan menggunakan barang jaminan itu, jika nasabah melakukan cedera janji (wanprestasi), yaitu membayar kembali hutangnya (pokok maupun bagi hasil) pada waktu yang tidak ditetapkan dalam perjanjian kredit;
  2. Memberikan jaminan agar nasabah berperan dan turut serta dalam transaksi yang dibiayai dengan kredit Bank, sehingga dengan demikian kemungkinan nasabah untuk meninggalkan usaha atau proyek yang akan merugikan usaha atau proyek yang akan merugikan nasabah itu sendiri dapat dicegah atau diminimalisir;
  3. Memberi dorongan kepada debitur untuk memenuhi syarat-syarat di dalam perjanjian kredit, khususnya mengenai pembayaran kembali yang telah disetujui agar debitur tidak kehilangan kekayaan yang telah dijaminkan kepada Bank.
sumber :

Badan Pembinaan Hukum Nasional. 1978. Seminar Hukum Jaminan. tanpa penerbit : Yogyakarta.

Muhammad. 2001. Teknik Perhitungan Bagi Hasil di Bank Syariah. UII Press : Yogyakarta.

Azhar Basyir, Ahmad. 1990. Asas Hukum Muamalah. UII Press : Yogyakarta.

Hasballah, HM Thalib. 2017. Jaminan dalam Pembahasan Hukum Islam. Tanpa Penerbit : Medan

Undang-Undang nomor 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.

Jumat, Februari 01, 2019

Pengetahuan Dasar Perancangan Kontrak

Istilah dan Pengertian.


Istilah perancangan kontrak berasal dari bahas inggris, yaitu contract draffting, bahasa indonesia terdapat tiga istilah yakni rancangan, merancang, dan perancangan.

  • rancangan adalah segala sesuatu yang sudah direncanakan.
  • merancang adalah mengatur segala sesuatu atau merencanakan.
  • perancangan adalah proses, cara, atau perbuatan merancang.
  • kontrak adalah hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum, yakni hak dan kewajiban.
Perancangan Kontrak merupakan proses atau cara untuk merancang kontrak yang berisikan cara mengatur dan merencanakan sktruktur, anatomi, dan substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak.
  • struktur kontrak adalah susunan dari kontrak yang akan dibuat atau dirancang oleh para pihak.
  • anatomi kontrak adalah berkaitan dengan letak dan hubungan bagian-bagian yang satu dengan bagian yang lainnya.
  • substansi kontrak adalah isi yang dituangkan dalam kontrak yang akan dirancang oleh para pihak, ada yang dinegosiasi oleh para pihak dan ada yang telah ditentukan secara sepihak oleh salah satu pihak, yang lazim disebut dengan kontrak baku (standard contract).

Asas-asas Hukum dalam Perancangan Kontrak.


Dalam Buku III KUH Perdata dikenal dengan lima macam asas hukum, yakni :
  1. Asas Konsensualisme;
  2. Asas kebebasan berkontrak;
  3. Asas Pact sunt servanda (asas kepastian hukum);
  4. Asas itikad baik;
  5. Asas kepribadian.
Asas yang erat kaitan dengan perancangan kontrak asas kebebasan berkontrak dan asas  Pact sunt servanda (asas kepastian hukum), berikut :
  1. Asas kebebasan berkontrak, dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata, berbunyi : semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Maksud asas ini adalah 1. membuat atau tidak membuat perjanjian, 2. mengadakan perjanjian dengan siapa pun, 3. menentukan isi perjanjian, pelaksanaan dan persyaratannya, dan 4. menentukan bentuknya perjanjian, yaitu tertulis atau lisan.
  2. Asas  Pact sunt servanda , disebut juga asas kepastian hukum, yang berhubungan denga akibat perjanjian. Asas ini menggaris bawahi pihak ketiga atau hakim harus menghormati substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak, sebagaimana layaknya sebuah undang-undang, tidak boleh ada intervensi dari pihak mana pun, juga dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata, berbunyi : semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.

Sumber Hukum Perancangan Kontrak. 


1. Buku III dan Buku IV KUH Perdata.
    
Pasal 1338 ayat (1), berbunyi : semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. selain ini ada sumber hukum yang lain dalam KUH Perdata antara lain :
  • Perikatan pada umumya (Pasal 1233 s.d Pasal 13121 KUH Perdata);
  • Perikatan yang dilahirkan dari perjanjian (Pasal 1313 s.d Pasal 1351 KUH Perdata);
  • Hapusnya Perikatan (Pasal 1381 s.d Pasal 1481 KUH Perdata);
  • Jual Beli (Pasal 1381 s.d Pasal 1456 KUH Perdata);
  • Tukar-menukar (Pasal 1541 s.d Pasal 1546 KUH Perdata);
  • Sewa-menyewa (Pasal 1548 s.d Pasal 1600 KUH Perdata);
  • Persetujuan untuk melakukan pekerjaan (Pasal 1601 s.d Pasal 1617 KUH Perdata);
  • Persekutuan (Pasal 1618 s.d Pasal 1652 KUH Perdata);
  • Hibah (Pasal 1666 s.d Pasal 1693 KUH Perdata);
  • Penitipan barang (Pasal 1694 s.d Pasal 1739 KUH Perdata);
  • Pinjam pakai (Pasal 1740 s.d Pasal 1753 KUH Perdata);
  • Pinjam meminjam (Pasal 1754 s.d 1769 KUH Perdata);
  • Pemberian Kuasa (Pasal 1792 s.d 1819 KUH Perdata);
  • Penanggung utang (Pasal 1820 s.d Pasal 1850 KUH Perdata);
  • Perdamaian (Pasal 1820 s.d Pasal 1850 KUH Perdata).
Buku IV Perdata tentang pembuktian dan daluarsa, yaitu Pasal 1865 s.d Pasal 1894 KUH Perdata, yang merupakan kaitan dengan pembuktian dengan tulisan.

2. Undang-undang nomor 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.

Pada Pasal 5 UU 42/1999 tentang Jaminan Fidusia, mengatur tentang pembebanan jaminan fidusia, pembebanan jaminan fidusia dibuat dengan akta notaris.

Pasal 6 UU 42/1999 tentang Jaminan Fidusia, memuat tentang struktuk akta jaminan fidusia, antara lain :
  • identitas pihak pemberi dan penerima fidusia;
  • data perjanjian pokok yang dijamin fidusia;
  • uraian mengenai benda yang menjadi objek jaminan fidusia;
  • nilai penjaminan; dan 
  • nilai benda yang menjadi objek jaminan fidusia.
3. Undang-undang nomor 2 tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-undang nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.

Pasal 38, berkaitan dengan perancangan kontrak yang memuat struktur akta notaris, terdiri dari : 
  • awal akta atau kepala akta;
  • badan akta; dan
  • akhir atau penutup akta.

sumber :

Salim HS, dkk. 2008. Perancangan Kontrak dan Memorandum Of Understanding. Sinar Grafika : Jakarta.

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata).

Undang-Undang nomor 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia (UU Jaminan Fidusia).

Undang-Undang nomor 2 tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-undang nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (UUJN).

Senin, Januari 14, 2019

Pengertian, Unsur-Unsur, Asas-Asas Hak Tanggungan

 1. Pengertian Hak Tanggungan  
google.com/foto

       
Istilah Hak Tanggungan sebagai Hak Jaminan, dilahirkan oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA). Dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah beserta Benda-Benda yang berkaitan dengan Tanah (UUHT), mendefinisikan Hak Tanggungan adalah Hak Jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lain.

2. Unsur-Unsur Hak Tanggungan

Ada beberapa unsur pokok dari Hak Tanggungan yang termuat di dalam definisi tersebut. Unsur-Unsur pokok itu adalah :
  • Hak Tanggungan adalah Hak Jaminan untuk pelunasan utang;
  • Objek Hak Tanggungan adalah hak atas tanah sesuai UUPA;
  • Hak Tanggungan dapat dibebenkan ataas tananhnya (hak atas tanah) saja, tetapi dapat pula dibebankan berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu;
  • Utang yang dijamin harus sesuatu utang tertentu;
  • memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lainnya.
3. Asas-Asas Hak Tanggungan

Asas-Asas Hak Tanggungan berada dalam beberapa pasal dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah beserta Benda-Benda yang berkaitan dengan Tanah (UUHT), Sebagai berikut :
  • Hak Tanggungan memberikan kedudukan yang diutamakan bagi kreditor pemegang Hak Tanggungan. Dapat kita ketahui bahwa hak tanggungan memeberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lainnya. Kreditor tertentu dimaksud adalah yang memperoleh atau yang menjadi Pemegang Hak tanggungan tersebut. (Pasal 1 ayat (1) UUHT).
  • Hak Tanggungan Tidak dapat dibagi-bagi. Hak Tanggungan mempunyain sifat tidak dapat dibagi-bagi. (Pasal 2 UUHT)
  • Hak Tanggungan Hanya dapat dibebankan pada Hak atas tanah yang telah ada. Pada Pasal 8 ayat (2) UUHT menentukan bahwa kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap objek hak tanggungan harus ada pada pemberi hak tanggungan pada saat pendaftaran Hak Tanggungan dilakukan.
  • Hak Tanggungan Dapat dibebankan selain atas tanahnya juga berikut benda-benda yang berkaitan dengan tanah tersebut. (Pasal 4 ayat (4) UUHT)
  • Hak Tanggungan dapat dibebankan juga atas benda-benda yang berkaitan dengan tanah yang baru akan ada dikemudian hari. (Pasal 4 ayat (4) UHHT)
  • Perjanjian Hak Tanggungan adalah Perjanjian Accessor. (Pasal 10 ayat (1) dan Pasal 18 ayat (1) UUHT)
  • Hak Tanggungan dapat dijadikan jaminan untuk utang yang baru akan ada. (Pasal 3 ayat (1) UUHT)
  • Hak Tanggungan dapat menjamin lebih dari satu utang. (Pasal 3 ayat 2 UUHT)
  • Hak tanggungan mengikuti objeknya dalam tangan siapapun objek Hak Tanggungan itu berada (Pasal 7 UUHT)
  • Di atas Hak tanggungan tidak dapat diletakkan sita oleh Pengadilan. 
  • Hak Tanggungan hanya dapat dibebenkan atas tanah yang tertentu. (Pasal 8, Pasal 11 ayat (1) Huruf e UUHT)
  • Hak Tanggungan wajib didaftarkan (Pasal 13 UUHT)
  • Hak Tanggungan dapat diberikan dengan disertai janji-janji tertentu (Pasal 11 ayat (2) UUHT)
  • Objek Hak tanggungan tidak boleh diperjanjikan untuk dimiliki sendiri oleh pemegang Hak Tanggungan bila debitur cidera janji (Pasal 12 UUHT)
  • Pelaksanaan Eksekusi Hak Tanggungan Mudah dan Pasti. (Pasal 6, Pasal 14 UUHT)
Sumber : 
  1.  Sjahdeini, Sutan Remy,1999. Hak Tanggungan, Asas-asas ketetentuan-ketentuan pokok dan Masalah yang dihadapi oleh perbankan (Suatu Kajian Mengenai Undang-Undang hak Tanggungan).Alumni. Bandung.
  2.  Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA)
  3.  Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah beserta Benda-Benda yang berkaitan dengan Tanah (UUHT)

Postingan terakhir

PENGECEKAN SERTIPIKAT KE BPN kah?

google.com/foto Ya, Ke BPN  Betul ke BPN. Yakin betul ke BPN? Kemana kalau PPAT akan melakukan pengecekan sertipikat hak atas ta...