Translate

Tampilkan postingan dengan label KUHD. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label KUHD. Tampilkan semua postingan

Minggu, Februari 10, 2019

Bentuk-Bentuk Perikatan dalam Hukum Perdata

Bahwa apabila masing-masing pihak hanya satu orang, sedangkan sesuatu yang dapat dituntut hanya berupa satu hal, dan penuntutan ini dapat dilakukan seketika, maka perikatan ini merupakan bentuk yang paling sederhana yang dinamakan perikatan murni. Hukum Perdata juga mengenal berbagai macam perikatan, bentuknya sebagai berikut :


1) Perikatan Bersyarat.

Suatu perikatan adalah bersyarat, apabila digantungkan pada sesuatu peristiwa yang masih akan datang dan masih belum tentu akan terjadi, baik secara menangguhkan lainnya perikatan hingga terjadinya peristiwa semacam itu, maupun secara membatalkan perikatan menurut terjadinya atau tidak terjadinya peristiwa tersebut.

Perikatan ini dinamakan perikatan dengan suatu syarat tangguh. Tapi jika suatu perikatan yang sudah lahir, justru berakhir atau dibatalkan apabila peristiwa yang dimaksud itu terjadi, maka dinamakan Perikatan dengan suatu syarat batal.

Hukum perjanjian, pada dasarnya suatu syarat batal selalu berlaku surut hingga saat lahirnya perjanjian. Suatu syarat batal adalah suatu syarat yang apabila terpenuhi, menghentikan perjanjiannya dan membawa segala sesuatu kembali pada keadaan semula seolah-olah tidak pernah ada suatu perjanjian (Pasal 1265 KUH Perdata).

2) Perikatan dengan Ketetapan waktu.

Suatu ketetapan waktu (termijn) tidak menangguhkan lahirnya suatu perjanjian atau perikatan, melainkan hanya menangguhkan pelaksanaannya, ataupun menentukan lama waktu berlakunya suatu perjanjian atau perikatan. Apabila yang harus pada suatu waktu yang ditentukan, tidak dapat ditagih sebelum waktu itu tiba, tetapi apa yang telah dibayar sebelum waktu itu datang, tak dapat diminta kembali.

3) Perikatan mana suka (alternatif).

Perikatan ini si berutang dibebaskan jika ia menyerahkan salah satu dari dua barang yang disebutkan dalam perjanjian, tetapi ia tidak boleh memaksa si berpiutang untuk menerima sebagian dari barang yang satu dan sebagian barang yang lainnya. Hak memilih ada pada si berutang, jika hak ini secara tegas diberikan kepada si berpiutang.


4) Perikatan tanggung-menanggung.

Perikatan ini, salah satu pihak terdapat beberapa orang, terdapat pihak debitur, maka tiap-tiap debitur itu dapat dituntut untuk memenuhi seluruh utang. Pihak kreditur, maka tiap-tiap kreditur berhak menuntut pembayaran seluruh utang. Sendirinya pembayaran yang dilakukan oleh salah seorang debitur, membebaskan debitur-debitur lainnya, begitu pula pembayaran yang dilakukan kepda salah seorang kreditur membebaskan si berutang terhadap kreditur-kreditur yang lainnya.

Hukum perjanjian mengatakan bahwa tiada perikatan di anggap tanggung-menanggung, kecuali hal itu dinyatakan (diperjanjikan) secara tegas ataupun ditetapkan oleh Undang-Undang.Hukum Dagang, setiap pengaksep surat-wesel harus menanggung akseptasi wesel dan pembayaran wesel tersebut.

Pasal 18 KUHD, maka dalam perseroan firma, tiap-tiap pesero bertanggung jawab secara tanggung-menanggung untuk selamanya atas segala perikatan firma.

Pasal 1789 KUHPerdata, jika beberapa orang bersama-sama menerima suatu barang secara peminjam, maka mereka masing-masing untuk seluruhnya bertanggung jawab terhadap orang yang memberikan pinjaman.

Pasal 1811 KUHPerdata, Jika seorang juru kuasa diangkat oleh beberapa orang untuk mewakili suatu urusan bersama, maka masing-masing mereka bertanggung jawab untuk seluruhnya terhadap juru kuasa tersebut yang menyangkut segala akibat dari pemberian kuasa itu.

Pasal 1836 KUHPerdata, Perjanjian penanggungan (borgtocht), maka jiak beberapa orang telah mengikatkan dirinya sebagai penanggung untuk seorang debitur yang sama, mereka itu masing-masing terikat untuk seluruh utang.

5) Perikatan dapat dibagi dan tak dapat dibagi.

Suatu perikatan, dapat atau tidak dapat dibagi adalah bersoal tentang prestasinya dapat dibagi menurut imbangan, pembagian mana tidak boleh mengurangi hakekat prestasi itu.

Pasal 1390 KUHPerdata, tiada seorang debiturpun dapat memaksakan krediturnya menerima pembayaran utangnya sebagian meskipun utang itu dapat dibagi-bagi

Akibat hukum dari dapat atau tidak dapat dibaginya suatu perikatan adalah :
  • Dalam hal perikatan tidak dapat dibagi, maka tiap-tiap kreditur berhak menuntut seluruh prestasinya tidak dapat dibagi,
  • sedangkan masing-masing debitur, diwajibkan memenuhi prestasi tersebut seluruhnya.
  • satu lain hal, sudah barang tentu dengan pengertian, bahwa pemenuhan perikatan tidak dapat dituntut lebih dari satu kali,
  • dalam hal suatu perikatan dapat dibagi, tiap-tiap kreditur hanyalah berhak menuntut suatu bagian menurut imbangan dari prestasi tersebut, sedangkan masing-masing debitur juga hanya diwajibkan memenuhi bagiannya.
6) Perikatan dengan acaman hukuman.

Perikatan ini adalah suatu perikatan di mana ditentukan bahwa si berutang, untuk menjamin pelaksanaan perikatannya, diwajibkan melakukan sesuatu apabila perikatannya tidak terpenuhi. Sebagai gantinya penggantian kerugian yang diderita oleh berpiutang karena tidak terpenuhinya atau dilanggarnya perjanjian, maksudnya :
  • untuk mendorong atau menajdi cambuk bagi si berutang supaya ia memenuhi kewajibannya;
  • untuk membebaskan si berpiutang dari pembuktian tentang jumlahnya atau besarnya kerugian yang dideritanya, sebab besarnya kerugian itu harus dibuktikan oleh si berpiutang.
Perikatan ini harus dibedakan dengan periaktan mana suka, di mana si berutang boleh memilih antara beberapa macam prestasi. Perikatan ini hanya ada satu prestasi yang hasrus dilakukan oleh si berutang. Ia lalai melakukan prestasi tersebut, barulah ia harus memenuhi apa yang telah ditetapkan sebagai hukuman.

Pasal 1309 KUHPerdata, hakim diberikan wewenang untuk mengurangi atau meringankan hukuman itu, apabila perjanjiannya telah sebagian dipenuhi. Asal debitur sudah mulai mengerjakan kewajibanya, hakim leluasa untuk meringankan hukuman, apabila itu dianggapnya terlampau berat.

Pasal 1338 ayat (3), yang mengharuskan segala perjanjian dilaksanakan dengan itikad baik, maka dalam pelaksanaan perjanjian, pasal ini bertujuan untuk memberikan kekuasaan kepada hakim untuk mengawasi pelaksanaan suatu perjanjian, sehingga tidak terjadi pelanggaran kepatutan atau keadilan.

sumber :

Subekti. 2005. Hukum Perjanjian. Intermasa : Jakarta

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata)

Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD)

Selasa, Februari 05, 2019

Jenis Kuasa dan Bentuk Kuasa di depan Pengadilan

Pertemuan bagian ini, kita membahas secara ringkas jenis kuasa dan bentuk kuasa di Pengadilan yang diatur dalam HIR/RBG, KUHD dan peraturan perundang-undangan lainnya.
google.com/foto

Jenis Kuasa


1. Kuasa Umum

Diatur dalam Pasal 1795 KUH Perdata, bertujuan memberi kuasa kepada seseorang untuk mengurus kepentingan pemberi kuasa, yaitu :
  • melakukan tindakan pengurusan harta kekayaan pemberi kuasa;
  • pengurusan itu, meliputi segala sesuatu yang berhubungan dengan kepentingan pemberi kuasa atas harta kekayaannya;
  • titik berat pemberi kuasa umum, hanya meliputi perbuatan atau tindakan pengurusan kepentingan pemberi kuasa. 
Kuasa umum adalah pemberian kuasa mengenai pengurusan, yang disebut beherder atau manajer untuk mengatur kepentingan pemberi kuasa. Oleh karena itu, di sisi hukum, surat kuasa umum tidak dapat dipergunakan di depan pengadilan untuk mewakili pemberi kuasa. Ketentuan Pasal 123 HIR menyatakan bahwa untuk dapat tampil di depan pengadilan sebagai wakil pemberi kuasa, penerima kuasa harus mendapat surat kuasa khusus.

2. Kuasa Khusus

Pasal 1795 KUH Perdata menyatakan, pemberian kuasa dapat dilakukan secara khusus, yaitu hanya mengenai satu kepentingan tertentu atau lebih. Bentuk ini yang menjadi landasan pemberian kuasa untuk bertindak di depan pengadilan mewakili kepentingan pemberi kuasa sebagai pihak principal. dan diperlukan penyempurnaan terlebih dahulu sesuai dengan syarat-syarat yang disebut dalam Pasal 123 HIR

Tindakan khusus yang dilimpahkan kepada kuasa tidak dimaksudkan untuk tampil mewakili pemberi kuasa di depan pengadilan, tidak diperlukan syarat tambahan, cukup berpedoman pada ketentuan pada Pasal 1795 KUH Perdata.


3. Kuasa Istimewa

Pasal 1796 KUH Perdata mengatur perihal pemberian kuasa istimewa. Ketentuan pemberi kuasa istimewa dapat dikaitkan dengan ketentuan Pasla 157 HIR atau Pasal 184 RBG, antara lain memuat beberapa syarat yang dipenuhi agar kuasa sah sebagai kuasa istimewa, antara lain :

  • Bersifat Limitatif. hanya terbatas pada : 1)  Untuk memindahtangankan benda-benda milik pemberi kuasa, atau untuk meletakkan hipotek (hak tanggungan) di atas benda tersebut, 2) untuk membuat perdamaian dengan pihak ketiga, 3) untuk mengucapkan sumpah penentu (decisoir eed) atau sumpah tambahan (suppletoir eed) sesuai dengan ketentuan Pasal 157 HIR dan 184 RBG.
  • Harus berbentuk Akta Otentik. Pasal 123 HIR, surat kuasa istimewa hanya dapat diberikan dalam bentuk surat yang sah dalam bentuk akta otentik (akta notaris).

4. Kuasa Perantara

Kuasa perantara disebut juga agen (agent). Kuasa ini dikonstrusikan berdasarkan Pasal 1792 KUH Perdata dan Pasal 62 KUHD yang dikenal dengan agen perdagangan (commercial agency) atau makelar, broker dang factor, tetapi lazim disebut perwakilan dagang.

Pemberi kuasa sebagai principal memberi perintah (instruction) kepada pihak kedua dalam kedudukannya sebagai agen atau perwakilan untuk melakukan perbuatan hukum tertentu dengan pihak ketiga. apa yang dilakukan agen, langsung mengikuti kepada principal, sepanjang hal itu tidak bertentangan atau melampaui batas kewenangan yang berikan.

Bentuk Kuasa di depan Pengadilan


1. Kuasa secara Lisan

Pasal 120, Pasal 123 ayat (1) HIR dan Pasal 147 ayat (1) RBG, bentuk kuasa lisan terdiri dari :

a. Dinyatakan secara Lisan oleh Penggugat di Hadapan Kuata Pengadilan Negeri

Pasal 120 HIR memberi hak kepada penggugat untuk mengajukan gugatan secara lisan kepada ketua Pengadilan Negeri, apabila tergugat tidak pandai menulis (buta aksara). Dalam kasus demikian bersamaan dengan pengajuan gugatan lisan itu, penggugat dapat juga menyampaikan pernyataan lisan mengenai :
  • pemberian atau penunjukan kuasa kepada seseorang atau beberapa orang tertentu;
  • pernyataan pemberian kuasa secara lisan itu, disebutkan dalam catatan gugatan yang dibuat oleh ketua Pengadilan Negeri.
Apabila Ketuan Pengadilan Negeri menerima gugatan secara lisan, dia wajib memformulasikannya dalam bentuk gugatan tertulis berdasarkan Pasal 123 ayat (1) HIR, apabila gugatan lisan itu dibarengi dengan pemberian kuasa, hal itu wajib dicatat atau dimasukkan Ketua Pengadilan Negeri dalam gugatan tertulis yang dibuatnya.

b. Kuasa yang ditunjuk secara lisan di Pengadilan

Bentuk ini tidak secara jelas dalam Undang-undang. meskipun demikian secara implisit dianggap tersirat dalam Pasal 123 ayat (1) HIR, penunjukkan kuasa secara lisan di sidang Pengadilan pada saar proses pemeriksaan berlangsung diperbolehkan, dengan syarat :
  • penunjukan secara lisan itu, dilakukan dengan kata-kata tegas (expressis verbis).
  • Majelis memerintahkan panitera untuk mencatatnya dalam berita acara sidang.
Penujukan yang demikian dianggap sah dan memenuhi syarat formil sehingga kuasa tersebut berwenang mewakili kepentingan pihak yang bersangkutan dalam proses pemeriksaan. hanya hakim yang bersikap formalitas yang kurang setuju dengan penerapan itu.

2. Kuasa yang ditunjuk dalam Surat Gugatan.

Pasal 123 ayat (1) HIR (Pasal 147 ayat (1) RBG) dan dikaitkan dengan Pasal 118 HIR (Pasal 142 RBG).

Pasal 118 ayat (1) RBG (Pasal 142 RBG), menyatakan gugatan perdata diajukan secara tertulis delam bentuk surat gugatan yang ditandatangani oleh penggugat.
Pasal 123 ayat (1), penggugat dalam gugatan itu dapat langsung mencantumkan dan menunjuk kuasa yang dikehendakinya untuk mewakilinya dalam proses pemeriksaan.
Penunjukan kuasa yang demikian, sah dan memenuhi syarat formil, karena Pasal 123 ayat (1) jo Pasal 118 ayat (1) HIR, telah mengaturnya secara tegas. Praktik, cara penunjukan seperti itu yang berkembang pada saat sekarang.
Dalam Gugatan, dicantumkan kasus yang akan bertindak mewakili penggugat, cuma dalam pencamtuman dan penjelasan itu dalam surat gugatan didasarkan atas surat kuasa khusus. Menurut hukum penunjukan kuasa dalam surat gugatan tidak memerlukan syarat adanya surat kuasa khusus atau syarat formalitas lainnya. Syaratnya, hanya mencamtumkan penunjukan itu secara tegas dalam surat gugatan.

3. Surat Kuasa Khusus

Pasal 123 ayat (1) HIR mengatakan, selain kuasa secara lisan atau kuasa yang ditunjuk dalam surat gugatan, pemberi kuasa dapat diwakili oleh kuasa dengan surat kuasa khusus atau bijzondere schriftelijke machtiging.

a. Syarat dan Formulasi Surat Kuasa Khusus

Pasal 123 ayat (1) HIR, hanya menyebut syarat pokok saja, yaitu kuasa khusus berbentuk tertulis atau akta yang disebut surat kuasa khusus. Perbuatan surat kuasa khusus sangat sederhana, cukup dibuat tertulis tanpa memerlukan syarat lain yang harus dicantumkan dan dirumuskan di dalamnya. Penyempurnaan dan perbaikan, dilakukan oleh Mahkamah Agung (MA) melalui Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA). Secara kronologis, MA telah mengeluarkan beberapa SEMA yang mengatur syarat surat kuasa khusus, antara lain :
  1. SEMA no. 2 tahun 1959, tanggal 19 Januari 1959;
  2. SEMA no. 5 tahun 1962, tanggal 30 Juli 1962;
  3. SEMA no. 01 tahun 1971, tanggal 23 Januari 1971;
  4. SEMA no. 6 tahun 1994, tanggal 14 Oktober 1994.
b. Bentuk Formil Surat Kuasa Khusus

Pasal 123 ayat (1) HIR, kuasa khusus harus berbentuk tertulis (in writting), itu sebabnya disebut surat kuasa khusus atau bijzondere schriftelijke machtiging.
Pasal 123 ayat (1) HIR, hanya menyebut surat. menurut hukum, pengertian surat sama dengan akta yaitu suatu tertulis yang dibuat untuk dipergunakan sebagai bukti perbuatan hukum. 
Bentuknya disesuaikan dengan pengertian akta dalam arti luas, berdasarkan pengertian akta dimaksud, surat kuasa khusus dapat berbentuk :
  1.  Akta Notaris;
  2. Akta yang dibuat di depan Panitera;
  3. Akta di bawah tangan.

sumber :

Ali, Chaidir. 1983. Yurisprudensi Hukum Acara Perdata Indonesia. Armico : Bandung.

Harahap, M. Yahya . Tanpa Tahun. Hukm Acara Perdata Indonesia. CV Zakir : Medan,.

-----------------------.2009. Hukum Acara Perdata : Gugatan Persidangan, Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan. Sinar Grafika : Jakarta.

Soesilo, R. . 1983. RBG/HIR dengan Penjelasan. Politeia : Bogor.

NE Algra, Mr. . 1977. Kamus Istilah Hukum Fockema Andreae. Bina Cipta : Jakarta.

MA RI. 1999. Himpunan SEMA dan PERMA. MA RI : Jakarta

HIR/RBG (Herziene Inlandsch Reglement/Rechtsreglement voor de Buitengewesten)

Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD)

Minggu, Februari 03, 2019

Asuransi atau Pertanggungan dalam KUHD #1

Pasal 246 Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD), menyatakan : Pertanggungan adalah perjanjian dengan mana penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi untuk memberikan panggantian kepadanya karena kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan mungkin dideritanya akibat dari suatu evenemen (peristiwa tidak pasti). 


Unsur-unsur Asuransi.

  1. Pihak-pihak. Subjek asuransi adalah pihak-pihak dalam asuransi, yaitu penanggung dan tertanggung yang mengadakan perjanjian asuransi, yang merupakan pendukung kewajiban dan hak.
  2. Status pihak-pihak. Penanggung harus berstatus sebagai perusahaan badan hukum dapat berbentik Perseroan Terbatas (PT), Perusahaan Perseroaan (Persero) atau Koperasi. Tertanggung berstatus sebagai pemilik atau pihak berkepentingan atas harta yang diasuransikan.
  3. Objek asuransi. Dapat berupa benda, hak atau kepentingan yang melekat pada benda dan sejumlah uang yang disebut premi ganti kerugian.
  4. Peristiwa Asuransi. Perbuatan hukum (legal act) berupa persetujuan atau kesepakatan bebas antara penanggung dan tertanggung mengenai objek asuransi, peristiwa tidak pasti (evenemen) yang mengancam benda asuransi dan syarat-syarat yang berlaku dalam asuransi.
  5. Hubungan asuransi. Hubungan asuransi yang terjadi andata penanggung dan tertanggung adalah keterikatan (legally bound) yang timbul karena persetujuan atau kesepakatan bebas.

Tujuan Asuransi.


1. Teori Pengalihan Resiko (risk transfer theory).

Menurut teori ini, tertanggung menyadari bahwa ada ancaman bahaya terhadap harta kekayaan miliknya atau terhadapa jiwanya. Jika bahaya tersebut menimpa harta kekayaan atau jiwanya, dai akan menderita kerugian atau korban jiaw atau raganya. Tertanggung mengadakan asuransi dengan tujuan mengalihkan risiko yang mengancam harta kekayaan atau jiwanya, dengan membayar sejumlga premi kepada perusahaan asuransi (penanggung), dan sejak itu pula risiko beralih kepada penanggung, sampai berakhirnya jangka waktu asuransi.

2. Pembayaran Ganti Kerugian.

Bahwa jika tidak terjadi peristiwa yang menimbulkan kerugian, maka tidak ada masalah terhadap risiko yang ditanggung oleh penananggung. Praktiknya, ganti kerugian yang timbul bersifat sebagian (partial loss), tidak semuanya berupa kerugia total (total loss). Demikian , tertanggung mengadakan asuransi yang bertujuan untuk memperoleh pembayaran ganti kerugian yang sungguh-sungguh dideritannya.

3. Pembayaran Santunan.

Asuransi ini disebut asuransi sosial (social security insurance) yang bertujuan melindungi masyarakat dari ancaman bahaya kecelakaan yang mengakibatkan kematian atau cacat tubuh, dengan membayar sejumlah konstribusi (semacam premi), tertanggung berhak memperoleh perlindungan dari ancaman bahaya.

4. Kesejahteraan Anggota.

Penyetoran uang iuran oleh anggota perkumpulan (semacam premi oleh tertanggung) merupakan pengumpulan dana untuk kesejahteraan anggota atau untuk mengurus pengumpulan dana untuk kesejahteraan anggotnya atau untuk mengurus kepentingan anggotanya, semisalnya bantuan biaya upacara bagi anggota yang mengadakan selamatan, bantuan biaya penguburan bagi anggota yang meninggal dunia, dan biaya perawatan bagi anggota yang mengalami kecelakaan atau sakit.

Pengaturan Asuransi.


Dalam KUHD ada 2 cara pengaturan asuransi, yaitu pengaturan yang bersifat umum dan yang bersifat khusus.
  • Bersifat umum dalam Buku I Bab IX Pasal 246 s.d Pasal 286 KUHD yang berlaku bagi semua jenis asuransi, baik yang sudah diatur dalam KUHD maupun diluar KUHD.
  • Bersifat Khusus terdapat dalam Buku Bab X Pasal 287 s.d Pasal 308 KUHD dan Buku II Bab IX dan Bab X Pasal 592 s.d Pasal 685 KUHD dengan rincian sebagai berikut : 1) Asuransi kebakaran Pasal 287 s.d Pasal 298 KUHD; 2) Asuransi hasil pertanian Pasal 299 s.d Pasal 301 KUHD; 3) Asuransi Pengangkutan laut dan perbudakan Pasal 592 s.d Pasal 685 KUHD; 4) asuransi jiwa Pasal 302 s.d Pasal 308 KUHD.
Pengaturan asuransi dalam KUHD mengutamakan segi keperdataan yang didasarkan pada perjanjuan antara tertanggung dan penanggung. Perjanjian tersebut menimbulkan kewajiban dan hak tertanggung dan penanggung secara bertimbal balik. Sebagai Perjanjian Khusus, asuransi dibaut secara tertulis dalam bentuka kta yang disebut polis asuransi. Pengaturan asuransi dalam KUHD meliputi substansi berikut ini :
  1. asas-asas asuransi;
  2. perjanjian asuransi;
  3. unsur-unsur asuransi;
  4. syarat-syarat (klausula) asuransi;
  5. jenis-jenis asuransi.
sumber :

Abdulkadir Muhammad. 2006. Hukum Asuransi Indonesia. PT. Citra Aditya Bakti : Bandung.

Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD).

Rabu, Januari 30, 2019

Mengenal dekat tentang Persekutuan Komanditer (Commanditair Vennootschap/CV)

Persekutuan Komanditer (Commanditair Vennootshap) diatur Buku Pertama, Titel Ketiga Bagian Kedua (Pasal 16-35) KHUD dan Komanditer.


Landasan Hukum

Pasal 19-35 KUHD, Pasal 19 berbunyi : Persekutuan dengan jalan meminjam uang atau disebut juga persekutuan komanditer, diadakan antara seorang sekutu atau lebih yang bertanggung jawab secara pribadi dan untuk seluruhnya dengan seorang atau lebih peminjaman uang.

Persekutuan Komanditer (Commanditair Vennootshap) atau Limited partnership, terdapat satu atau beberapa orang sekutu komanditer. Sekutu Komanditer hanya menyerahkan uang, barang atau tenaga sesuai sebagai pemasukan pada Persekutuan Komanditer. Sekutu Komanditer yang hanya meminjamkan modal kepada Persekutuan, tidak turut campur tangan dalam pengurusan dan pengusaan dalam Persekutuan


Status pada Komanditer

Status hukum seorang sekutu komanditer, dapat disamakan dengan seorang yang meminjamkan atau menanamkan modal pada suatu perusahaan. Diharapkannya dari penanaman modal itu adalah hasil keuntungan dari modal yang ditanamakannya.

Sekutu Komanditer, sama sekali tidak ikut terlibat mencampuri pengurusan dan pengelolaan Pesekutuan Komanditer. Seolah-olah dia tidak berbeda dengan pelepas (geldschieter, financial backer) yang diatur pada UU Pelepas Uang  (geldschietersordonantie Staatsblad 1938-523) 

Persekutuan Komanditer terdiri dari dua macam sekutu :

  1. Sekutu pengurus atau sekutu Komplementer (complementaris) yangt bertindak sebagai persero pengurus dalam Persekutuan Komanditer. Selain sekutu juga ikut memberi pemasukan modal, sekutu komplementaris sekaligus menjadi pengurus persekutuan komanditer
  2. Sekutu Komanditer yang disebut juga sekutu tidak kerja, yang statusnya hanya sebagai pemberi modal atau pemberi pinjaman. oleh karena sekutu komanditer tidak ikut mengurus Pesekutuan Komanditer, dia tidak ikut bertindak keluar.
Pasal 20 KUHD, hanya dikenal komanditer dengan penanaman modal, dimana status dan tanggung jawab mereka
  • Tidak mencampuri pengurusan perusahaan atau tidak bekerja dalam perusahaan Komanditer tersebut
  • mereka hanya menyediakan modal atau uang untuk mendapatkan keuntungan dari laba perusahaan, sehingga mereka disebut sekutu penanaman modal terbatas (commanditaire vennotshap, limited by shares)
  • Kerugian Persekutuan Komanditer yang ditanggung sekutu komnaditer, hanya terbatas sebesar jumlah modal yang ditanamkan (limited liability)
  • Nama Pesekutuan Komanditer tidak boleh diketahui, itu sebabnya mereka disebut komanditer atau commanditaire vennoot  yang berarti sleeping parther atau silent parther.

Bertindak Keluar

Anggota atau sekutu Persekutuan Komanditer yang bertindak keluar adalah anggota yang melakukan pengurusan. Mereka itu yang disebut sekutu Komplementaris (daden van beheer). Mereka berbeda dengan kedudukan pada komanditaris atau sekutu Komanditer yang hanya berkedudukan sebagai penanam modal 

Ada beberapa poin mengenai hal demikian :
  • yang bertindak keluar hanya anggota pengurus, yang disebut anggota komplementaris;
  • apabila anggota komanditaris ikut mencampuri pengurusan perusahaan, dia akan memikul akibat hukum yakni dianggap dengan sukarela ikut mengikatkan diri terhadap semua tindakan pengurus oleh karena itu, ia iktu bertanggung jawab secara pribadi memikul seluruh utang persekutuan komanditer secara solider;
  • kepada mereka berlaku ketentuan mengenai keanggotaan Firma, sehingga ikut bertanggung jawab terhadap tindakan yang dilakukan anggota Firma lainnya sebelum mereka mencampuri penyelenggaraan pengurusan itu.
sumber :

Marjenner Termorshuizen. 1999. Kamus Hukum Belanda-Indonesia. Djambatan : Jakarta

M. Yahya Harahap. 2016. Hukum Perseroan Terbatas. Sinar Grafika : Jakarta.

Siti Soemarti. 1993. KUHD dan PK. Seksi Hukum Dagang Fak. Hukum UGM; Yogyakarta.

Senin, Januari 28, 2019

Mengenal Firma sebagai Bentuk Usaha #2

google.com/foto

Bahwa jumlah modal yang dimasukkan masing-masing anggota peserta ke dalam Firma, tetap milik pribadi masing-masing. Apabila salah seorang anggota Firma dinyatakan pailit, modal yang ada di dalam Firma, termasuk menjadi budel pailit dari anggota yang bersangkutan.

Proses mendirikan Firma.

1. Akta Notaris

Pasal 22 Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD) mengharuskan Pendirian Firma berdasar persetujuan tertulis dalam bentuk Akta Notaris. Namun ketentuan ini tidak mengandung sanksi, sehingga Akta Notaris tersebut tidak dapat dianggap sebagai fungsi sebagai alat bukti (Probationes causa). Sebab tidak ada ancaman yang menyatakan Firma  tidak sah apabila tidak didirikan dengan Akta Notaris. Selanjutnya, Pasal 22 juga menyatakan, ketidakadaan Akta Notaris tidak boleh dijadikan alasan untuk merugikan pihak ketiga.Ketentuan Pasal 22 KUHD, mengandung pertentangan :
  • Menegaskan bahwa persekutuan Firma harus didirikan dan didaftarkan dalam bentuk Akta Notaris, jadi bersifat Huukum Memaksa (mandatory rule, dwingendrieht).
  •  Selanjutnya, juga memberikan kemungkinan Firma boleh didirikan dalam bentuk Akta bawah tangan, dan tetap dianggap sah terhadap pihak ketiga.
2. Didaftarkan kepada Kepaniteraan Pengadilan

Pasal 23 KUHD, menyatakan :
  • Sekutu-sekutu Firma wajib mendaftarkan akta pendirian dalam daftar yang ditentukan untuk itu di Kepaniteraan Pengadilan Negeri, dalam wilayah hukum mana Firma itu berkedudukan:
  • Tujuan pendaftaran, agar masyarakat umum atau pihak ketiga dapat mengetahui keadaan dan keberadaan Firma tentang : -Siapa saja anggota sekutunya; -apa tujuannya; dan -berapa besar modalnya.
3. Wajib diumumkan dalam berita negara

Pasal 28 KUHD, mengatakan selain sekutu-sekutu diwajibkan mendaftarkan, juga mereka diwajibkan untuk mengumumkan ikhtisar dan akta pendirian dalam majalah resmi : dalam berita Negara.Sekutu pendiri harus memiliki :
  • Surat izin usaha
  • Surat izin tempat berusaha
  • Surat izin gangguan usaha sesuai dengan ketentuan Hinder Ordonantie Staatsblad  1926-226 (bila diperlukan)
Apabila lalai atau tidak  mendaftarkan dan mengumumkan, maka Pasal 29 KUHD, mengatakan :
  • Firma itu terhadap pihak ketiga dianggap diadakan secara umum untuk semua jenis usaha;
  • juga dianggap didirikan untuk jangka waktu yang tidak terbatas (unlimited priod);
  • dianggap tidak ada anggota sekutu yang dikeluarkan dari hak untuk berbuat dan menandatangani atas nama Firma
Jika ada perbedaan antara yang didaftarkan dan yang diumumkan, berlaku Pasal 29 ayat (2) KUHD adalah ketentuan pasal-pasal yang terdapat dalam pengumuman Berita Negara.


Perubahan Anggaran Dasar (AD)

Pasal 31 KUHD, menyatakan perubahan AD harus dibuat dalam bentuk Akta Notaris. Perubahan AD, termasuk perpanjangan jangka waktu berlakunya, pengakhiran sebelum jangka waktu yang ditentukan dalam perjanjian, penghentian, dan juga segala perubahan yang berkenaan dengan pihak ketiga :
  • Harus dbuat dengan bentuk Akta Notaris;
  • didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Negara;
  • diumumkan dalam berita negera.
jika terjadi kelalaian ketentuan perubahan tersebut, berlaku Pasal 29 ayat (2) KUHD.

Berakhirnya Persekutuan Firma

Pasal 32 KUHD, Firma berakhir karena :
  • waktu berlakunya habis atau berakhir;
  • kepakatan para anggota untuk membubarkan Firma;
  • salah seorang anggota meninggal, keluar atau dibawah perwakilan;
  • tujuan Firma tercapai

Firma tidak dapat dipailitkan

  • Persekutuan Firma sendiri tidak dapat dipailitkan, baik pailit melalui permohonan sendiri maupun atas permohonan pihak lain
  • yang dapat dipailitkan atas permohonan sendiri atau pihak lain adalah anggota Firma, dengan ketentuan : 1. utang Firma adalah utang para anggota Firma secara solider terhadap utang Firma, 2. apabila diajukan pailit terhadap Firma dalam arti yang dimohon pailit adalah para anggota Firma secara pribadi, maka terdapat dua budel pailit : untuk para anggota Firma dan Firma itu sendiri
Pailit berhadapan dengan dua kategori kreditor :
  1. Kreditor yang mempunyai tagihan utang terhadap Firma sehubungan denga transaksi dagang yang terjadi antara kreditor dengan Firma dan orang ini disebut kreditor dagang : -pemenuhan utang kepada kreditor dagang, pertama-tama diambil dari kekayaan atau aset Firma, -apabila tidak cukup, sisanya dapat dituntut dari kekayaan pribadi anggota Firma.
  2. Kreditor yang punya tagihan utang terhadap pribadi anggota Firma : - pertama-tama pembayaran pelunasan utang kepada kreditor ini, diambil dari harta kekayaan pribadi anggota Firma yang bersangkutan, -apabila tidak cukup, dapat diambil dari hak anggota Firma tersebut yang ada dalam kekayaan Firma, jika hal itu mungkin.
sumber :

H.M.N Purwosutjipto. Pengertian Pokok Hukum dagang Indonesia, Bentuk Perusahaan. Jilid 2, Djambatan.

M. Yahya Harahap. 2016. Hukum Perseroan Terbatas. Sinar Grafika : Jakarta.

Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD)

Minggu, Januari 20, 2019

Mengenal Firma sebagai Bentuk Usaha #1

google.com/foto
A. Landasan Hukum Firma


Firma diatur dalam Bukum Kesatu, Titel Ketiga, Bagian Kedua KUHD, yang terdiri atas Pasal 16 sampai dengan Pasal 35.
Eksistensi Firma hanya diatur dalam beberapa pasal. Dalam Psal 16 sampai dengan Pasal 35 KUHD mengenai dua bentuk badan usaha, yakni Firma dan Komanditer. Ketentuan tentang Persekutuan (maatschap, partnership) yang terdapat pada Buku Ketiga, Bab Kedepalan KUHPerdata yang terdiri atas Pasal 16-18 sampai dengan Pasal 1652, terhadap Firma. Hal ini ditegaskan sendiri oleh Pasal 15 KUHD.
Jadi, selain ketentuan yang diatur dalam KUHD, terhadap Firma berlaku juga ketentuan KUHPerdata, khususnya ketentuan yang mengatur Persekutuan, sepanjang tidak bertentangan dengan dalam KUHD sebagai lex specialis di bidang hukum dagang.

B. Firma Bernaung di bawah Satu Nama

Firma juga disebut dengan Persekutuan Firma (vennootshap onder Firma, general partnership or commercial partmenship). Secara umum, Firma diartikan sebagai teman, sekutu atau kawan. Jadi, Firma merupakan sebagai persekutuan (maatschap) yang kerja sama di antara orang yang bersifat pertemanan atau perkawanan maupun persekutuan, bisa sesama profesi atau teman dalam perdagangan, karena itu :
  • faktor individu sangat memegang peranan penting, namun yang menonjol ke depan adalah kesatuan kerja samanya;
  • kesatuan kerja sama itu lebih memegang peranan penting daripada individu-individu pesertanya
  • bentuk kerja sama itu dikatakan sudah merupakan Perseroan, dimana para anggotanya sudah merupakan persero di bawah naungan Firma;
  • persetujuan kerja sama dengan anggota sekutu atau peserta, difokuskan pada kesatuan bentuk kerja sama itu sendiri sebagai yang tampak keluar adalah bentuk kerja sama itu sendiri sebagai satu perusahaan;
  • firma sebagai satu perusahaan yang bernaung di bawah satu nama.

C. Pengurusan dan Tanggung Jawab

Pada prinsipnya, setiap sekutu atau persero berwenang untuk berbuat dan bertindak keluar atas nama Firma :

  • tindakan atau perbuatan, mengikat kepada sekutu atau anggota Firma yang lain terhadap pemenuhan kewajiban yang timbul dari tindakan itu kepada pihak ketiga;
  • dalam tindakan keluar, anggota Firma tidak memerlukan kuasa dari anggota yang lain, namun demikian anggota Firma bertanggungjawab sepenuhnya secara solider atau tanggung rentang kepada pihak ketiga.
Pada Pasal 17 ayat (2) KUHD, pembebanan tanggung jawab dolider hanya dibebaskan apabila tindaka yang dilakukan anggota Firma itu melampui batas kewenangan dan kapasitas Firma. Tindakan itu dikategorikan sebagai ultra virus yang membebaskan anggota Firma yang lain dari tanggungjawab solider kepada pihak ketiga.

Pada dasarnya Firma mempunyai modal yang terpisah dari kekayaan para anggotanya :
  • penerapan tanggung jawab tidak ditegaskan berdasar prinsip tanggung jawab terbatas hanya kepada harta kekayaan Firma, tetapi menjangkau kekayaan pribadi anggotanya;
  • Kreditur tidak hanya berhak menuntut tanggung jawab pemenuhan pembayaran utang dari kekayaan Firma, tetapi menembus terhadap milik pribadi anggota peserta Firma. Tangung jawab ini ditegaskan dalam Pasal 18 KUHD : Di dalam persekutuan dengan firma setiap sekutu bertanggung jawab secara pribadi dan untuk seluruhnya bagi perikatann-perikatan persekutuan


Postingan terakhir

PENGECEKAN SERTIPIKAT KE BPN kah?

google.com/foto Ya, Ke BPN  Betul ke BPN. Yakin betul ke BPN? Kemana kalau PPAT akan melakukan pengecekan sertipikat hak atas ta...