Translate

Tampilkan postingan dengan label Kitab undang-undang Hukum perdata (KUH Perdata). Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Kitab undang-undang Hukum perdata (KUH Perdata). Tampilkan semua postingan

Minggu, April 14, 2019

UUPT 2007 : RUPS Melalui Media Elektronik

RUPS melalui Media Elektronik

Pasal 77 UUPT 2007 dan agar RUPS dengan cara ini sah, harus memenuhi syarat-syarat.

1. Bentuk Elektronik yang dibolehkan memurut Ketentuan Pasal 77 ayat (1)

Bentuk cara penyelenggaraan RUPS dengan elektronik melalui :

  • Media telekonferensi;
  • Media Video konferensi;
  • Sarana media eleketronik laiinya.
2. Syarat Formil

RUPS memalui media elektronik dapat diberikan, harus memungkinkan semua peserta RUPS :
  • dapat melihat dan mendengar secara langsung;
  • dapat berpartisipasi langsung dalam rapat.
Syarat formil ini, Pasal 77 ayat (1) mempergunakan kata yang memungkinkan semua peserta RUPS saling melihat dan mendengar secara langsung serta berpartisipasi dalam rapat. Apabila RUPS melalui telekonferensi atau video konferensi maupun media elektronik, para peserta RUPS harus saling melihat dan mendengar secara langsung serta berpartisipasi aktif dalam rapat tersebut.


3. Pesyaratan Kuorum dan Pengambilan Keputusan.

Mengenai persyaratan kuorum dan pengambilan keputusan RUPS melalui media elekronik menurut Pasal 77 ayat (2) UUPT, tunduk kepada persyaratan yang ditentukan dalam undang-undang ini atau yang diatur dalam Anggaran Dasar (AD).

Klasifikasi syarat kuantitas kuorum kehadiran dan pengambilan keputusan bagi setiap agenda atau mata acara RUPS, berikut :

(1) Syarat kuorum kehadiran dan pengambilan keputusan RUPS mengenai mata acara biasa, diatur pada Pasal 86 UUPT :

  • kuorum kehadirannya 1/2 (satu perdua) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara dengan hak suara, hadir atau diwakili;
  • Pasal 87 ayat (2) keputusan sah, jika disetujui lebih dari 1/2 (satu perdua) bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan.
(2) Syarat kuorum dan pengambilan keputusan RUPS untuk jenis mata acara atau agenda perubahan AD, diatur pada pasal 88 dengan ketentuan sebagai berikut :
  • syarat kuorum kehadiran, paling sedikit 2/3 (dua pertiga) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara, hadir atau diwakili;
  • keputusan sah, jika disetujui paling sedikit 2/3 (dua pertiga) bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan.
(3) Syarat kuorum kehadiran dan pengambilan keputusan RUPS mengenai mata acara penggabungan, peleburan, pengambilalihan atau pemisahan, pengajuan permohonan agar perseroan dinyatakan pailit, perpanjangan jangka waktu berdirinya dan pembubaran perseroan, merujuk kepada Pasal 89 dengan ketentuan sebagai berikut :
  • syarat kuorum kehadiran, paling sedikit 3/4 (tiga perempat) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara, hadir atau diwakili,
  • keputusan sah, apabila disetujui paling sedikit 3/4 (tiga perempat) bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan.
4. Pembuatan Risalah RUPS Melalui Media Elektronik

Pasal 77 ayat  (4) memerintahkan agar setiap pelenggaran RUPS melalui media elektonik :
  • harus dibuat risalah rapat;
  • risalah rapat tersebut harus disetujui dan ditandatangani oleh semua peserta RUPS.
Ketentuan ini, terdapat perdebaan pembuatan dan penandatangan risalah RUPS melalui media elektronik dengan risalah RUPS konvensional secara fisik.

Penandatanganan risalah RUPS konvensiaonal menurut Pasal 90 ayat (1) hanya wajib ditandatangani oleh :
  1. ketua rapat;
  2. paling sedikit 1 (satu) orang pemegang saham yang ditunjuk dari dan oleh peserta RUPS.
Risalah RUPS yang dilakukan secara fisik dan konvesional, tidak ditandatangani oleh semua peserta RUPS. sebaliknya risalah RUPS yang dilakukan melalui media elekronik harus ditandatangani semua pemegang saham. Selain isinya harus disetujui oleh semua peserta RUPS, harus juga ditandangani oleh semua peserta RUPS, harus juga ditandatangani oleh semua peserta RUPS.

Maksud dari disetujui dengan ditandatangani menurut penjelesan pasal 77 ayat (4) adalah disetujui dan ditandatangani secara fisik atau secara elektronik. Boleh dan ditandatangani secara fisik atau dapat juga secara elektronik oleh semua peserta rapat.

sumber :

M. Yahya Harahap. 2016. Hukum Perseroan Terbatas. Jakarta : Sinar Grafika.

Undang-Undang nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

Jumat, Februari 15, 2019

Apa itu Teknik Pembuatan Akta PPAT ?



google.com/foto
Teknik pembuatan akta PPAT, dalam bahasa Inggris disebut dengan PPAT deed making techinique, Bahasa Belanda disebut dengan PPAT acte het maken van techniek. Bentuk akta PPAT terdiri atas bagian sampul (cover), judul (titel), pembukaan (opening), para pihak (komparisi), substansi, syarat-syarat, penutup (closing) dan tanda tangan (signature).

Ada 4 unsur yang tercantum dalam Teknik Pembuatan Akta PPAT, meliputi :
1. Teknik.

Ada 3 pengertian tentang teknik, yang meliputi :
  • pengetahuan dan kepandaian membuat sesuatu yang berkenaan dengan hasil industri;
  • cara (kepandaian dan sebagainya) membuat atau melakukan sesuatu yang berhubungan dengan seni,
  • metode atau sistem untuk mengerjakan sesuatu.

2. Pembuatan.

Pembuatan adalah proses, perbuatan atau cara membuat, yang diartikan menciptakan, melakukan, mengerjakan atau menggunakan sesuatu.

3. Akta.

Akta adalah surat tanda bukti berisi pernyataan (keterangan, pengakuan, keputusan, dan sebagainya) resmi yang dibuat menurut peraturan yang berlaku, disaksikan dan disahkan oleh notaris atau pejabat pemerintah yang berwenang.

4. PPAT.

PPAT merupakan pejabat yang diberi kewenangan untuk membuat akta yang berkaitan dengan peralihan, pemindahan dan pembebanan terhadap hak atas tanah dan/atau hak milik atas satuan rumah susun.

Ruang Lingkup Kajian Teknik Pembuatan Akta PPAT.

Adapun ruang lingkup kajiannya sebagai berikut :
  1. konsep teoretis tentang teknik pembuatan akta PPAT;
  2. konsep teoretis tentang hak atas tanah;
  3. arti dan fungsi akta PPAT;
  4. kewenangan PPAT
  5. akta jual beli;
  6. akta tukar menukar;
  7. akta hibah;
  8. akta pemasukan ke dalam perusahaan (inbreng)
  9. akta pembagian hak bersama;
  10. akta pemberian hak guna bangunan, hak pakai atas tanah hak milik;
  11. surat kuasa membebankan hak tanggungan;
  12. akta pemberian hak tanggungan.
Sumber-Sumber Hukum
  1. Buku IV KUH Perdata tentang Pembuktian dan Daluawarsa. Pasal 1865 KUH Perdata s.d Pasal 1894 KUH Perdata.
  2. UU 5/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria.
  3. UU 4/1996 tentang Hak tanggungan atas tanag beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah.
  4. PP 4/1996 tentang HGU, HGB dan Hak Pakai atas tanah.
  5. PP 24/1997 tentang Pendaftaran Tanah.
  6. PP 37/1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuta Akta Tanah.
  7. Perkaban BPN 1/2006 tentang Ketentuan pelaksanaan peraturan pemerintah nomor 37 tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembaut akta tanah.
  8. Perkaban BPN RI 8/2012 tentang perubahan peraturan Menteri Agraria/Kepala BPN RI no. 3 tahun 1997 tentang ketentuan pelaksanaan peraturan pemerintah nomor 24 tahun 1997 tentang pemdaftaran tanah (perkaban 8/2012)
Asas-asas Hukum 
  1. Asas publicitet, yaitu  asas bahwa semua hak, tanggungan dan hipotek harus didaftarkan. Supaya pihak ketiga dapat mengetahui benda jaminan tersebut sedang dilakukan pembebanan jaminan. Pendaftaran hak tanggungan di kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten/Kota.
  2. Asas specialitet, yaitu bahwa hak tanggungan dan hipotek hanya dapat dibebankan atas percil atau atas barang-barang yang sudah terdaftar atas nama orang tertentu. Pasal 11 ayat (1) UU 4/1996, bahwa ketentuan ini menetapkan isi yang sifatnya wajib untuk sahnya akta pemberian hak tanggungan. tidak dicantumkannya secara lengkal hal-hal yang disebut pada ayat ini dalam akta pemberian hak tanggungan mengakibatkan akta yang bersangkutan batal demi hukum. ketentuan ini dimkasudkan untk memenuhi asas spesialitas dari hak tanggungan, baik mengenai subjek, objek maupun utang yang dijamin.
  3. Asas tak dapat dibagi-bagi, yaitu asas dapat dibaginya utang tidak dapat mengakibatkan dapat dibaginya hak tanggungan dan hipotek walaupun telah dilakukan pembayaran sebagian.
Disamping asas itu, ada dapat asas yang dikenal, yaitu :
  1. kepastian hukum; dan
  2. perlindungan hukum.
Hubungan dengan Hukum Agraria.

Hukum agraria bersifat umum, karena hukum agraria menganalisi dan mengkaji tentang bumi, air dan ruang angkasa.
  1. pengertian bumi adalah permukaan bumi, tubuh bumi dibawahnya dan yang berada di bawah air. Bumi merupakan permukaan tanah 
  2. air adalah semua air yang terdapat pada diatas, ataupun di bawah permukaan tanah, air permukaan, air tanah, air hujan dan air laut yang berada di darat
  3. raung angkasa adalah ruang di atas bumi dan air
Teknik Pembuatan Akta PPAT merupakah bersifat khusus karena hanya mengkaji tentang salah satu bagian dari hukum tanah, yaitu tentang peraliohan dan pembebanan hak atas tanah dan/atau hak milik atas satuan rumah susun. Peralihan dan pembebanan itu harus dituangkan dalam akta PPAT. Les specialis drogaat Lex generale (undang-undang yang khusus mengesampingkan undang-undang yang bersifat umum)



sumber :

Salim HS dan Erlies Septiana Hurbani. 2014. Perbandingan Hukum Perdata (comparative civil law). Jakarta : RajaGrafindo.

Mertokusumo, Sudikno. 1999. Mengenal Hukum Suatu Pengantar. Yogyakarta : Liberty.

Salim HS. 2016. Teknik Pembuatan Akta Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Jakarta ; Rajawali Pres.

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata)

Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (UUPA)

Undang-Undang Nomor 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah.

Peraturan Pemerintah Nomor 37 tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah.

Rabu, Februari 13, 2019

Seberapa Pentingkah Akta Autentik ?

google.com/foto
Akta Autentik, dalam bahasa inggris disebut dengan authentic deed, bahasa belanda disebut dengan authentieke akte van yang diatur dalam Pasal 1868 KUH Perdata dan berbagai peraturan perundang-undangan lainnya.

Pengertian akta autentik, sebagai berikut : 
  1. Pasal 1868 KUH Perdata menyatakan suatu akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan undang-undang oleh atau dihadapan pejabat umum yang berwenang untuk itu di tempat akta itu dibuat. Maka ada 3 unsur , meliputi : a. dibuat dalam bentuk tertentu; b. dihadapan pejabat yang berwenang untuk itu; dan b. tempat dibuatnya akta.
  2. Undang-Undang Nomor 2 tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, menyebutkan akta autentik yang dibuat oleh atau di hadapan notaris menurut bentuk dan tata cara yang diterapkan dalam undang-undang ini.
  3. The Law Commission. Akta dikonstruksikan sebagai : a. instrumen tertulis; b. sibuat sesuai dengan formalitas yang telah ditentukan; c. substansinya memuat tentang : kepantingan para pihak, hak, property; atau kewajiban yang mengikat dari beberapa orang atau lebih.
  4. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Akta yang dibuat oleh atau di hadapan pegawai umum yang berwenang membuat akta di dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang.
Akta Autentik merupakan surat tanda bukti yang dibuat oleh atau di hadapan pejabat yang berwenang untuk itu, menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.

Landasan Filosofis, Yuridis dan Sosiologis Akta Autentik

Landasan Filosofis, dalam bahasa inggris disebut authentic philosophical deed, Bahasa Belanda disebut dengan authentieke filosofische fundering deed adalah pandangan atau sikap batun dari masyarakat terhadap keberadaan akta autentik. Landasan ini termuat dalam UU JN, didalam pertimbangannya :
  1. NKRI sebagai negara hukum berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 menjamin kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum bagi setiap warga negara;
  2. Sebagai Alat bukti tertulis yang bersifat autentik mengenai perbuatan, perjanjian, penetapan dan peristiwa hukum yang dibuat di hadapan atau oleh pejabat yang berwenang;
  3. Notaris sebagai pejabat umum yang menjalankan profesi dalam memberikan jasa hukum kepada masyarakat, perlu mendapatkan perlindungan dan jaminan demi tercapainya kepastian hukum.
Jadi ada tiga landasan filosofis penyusunan akta autentik, antara lain :
1. Menjamin kepaastian hukum;
2. Menjamin ketertiban ;
3. perlindungan hukum bagi setiap warga negara.


Landasan yuridis akta autentik, yakni dasar-dasar atau ketentuan-ketentuan yang dibuat ileh pemerintah dengan persetujuan bersama DPR yang mengatur tentang akta autentik, sebagai berikut :
  1. KUH perdata
  2. HIR
  3. UU 5/60 tentang Pokok-pokok Agraria 
  4. UU 4/96 tentang Hak tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah
  5. UU 42/99 tentang Jaminan Fidusia
  6. UU 40/07 tentang Perseroan terbatas
  7. UU 2/14 tentang perubahan atas UU 30/04 tentang Jabatan Notaris
Landasan sosiologis diartikan sebagai dasar berlakunya akta autentik dalam kehidupan sosial kemasyarakatan. Landasan ini berlakunya akta autentik dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu :
  1. Berlakunya secara normal, bahwa akta yang dibuat dihadapan notaris maupun PPAT dapat dilaksanakan oleh para pihak dengan baik dan tidak menimbulakn masalah dalam pelaksanaan hak dan kewajiban.
  2. Berlakunya secara abnormal, bahwa akta yang dibuat di hadapan notaris maupun PPAT tidak dapat dilaksanakan dengan baik oleh para pihak.
Jenis-jenis Akta Autentik

Pada dasarnya akta dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu :

1) Akta di bawah tangan.

Akta di bawah tangan, bahasa Inggris disebut dengan deed under the hand, bahasa Belanda disebut dengan akte onder de hand, merupakan akta uang dibuat oleh para pihak, tanpa perantara seorang pejabat. Akta ini dapat dibagi menjadi 3 antara lain :
  1. akta di bawah tangan dimana para pihak menandatangani kontrak itu di atas materai (tanpa keterlibatan pejabat umum);
  2. akta di bawah tangan yang didaftar (waarmerken) oleh notaris./ pejabat yang berwenang;
  3. akta di bawah tangan dan dilegalisasi oleh notaris/Pejabat yang berwenang.
Pasal 15 ayat (2) huruf a dan b UUJN, istilah uang digunakan untuk akta di bawah tangan yang dilegalisasi adalah akta di bawah tangan yang disahkan,sementara itu, istilah akata di bawah tangan yang didaftar (warmerken) adalah dibukukan.

Akta di bawah tangan yang disahkan merupakan akta yang haris ditandatangani dan disahkan di depan notaris/pejabat yang berwenang , makna dilakukan pengesahaan terhadap akta di bawah tangan adalah :
  1. notaris menjamin bahwa benar orang yang trecantum namanya dalam kontrak adalah orang yang menandatangani kontrak;
  2. notaris menjamin bahwa tanggal tanda tanda tersebut dilakukan pada tanggal disebutkan dalam kontrak
Akta di bawah tangan yang dibukukan (gewrmeken) merupakan akta yang telah ditandatangani pada hari dan tanggal yangbdisebut dalam akta oleh para pihak dan tandantangan tersebut bukan di depan notaris/pejabat yang berwenang.

Maka akta di bawah tangan yang dibukukan adalah :
  1. bahwa yang dijamin oleh notaris adalah bahwa akta tersebut memang benar telah ada pada hari; dan
  2. tanggal dilakukan pendaftaran/pembukuan oleh notaris.
2) Akta autentik.

Akta autentik dibagi menjadi 2 jenis adalah :
  1. akta autentik yang dibuat oleh pejabat; dan
  2. akta autentik yang dibuat oleh para pihak.
Akta Autentik dibuat oleh pejabat merupakan akta yang telah dibuat oleh pajabat (dalam jabatannya), atas segala apa yang dilihat, didengar dan disaksikan. Akta pejabat tidak termasuk dalam pengertian kontrak karena akta ini merupakan pernyataan sepihak dari pejabat.

Akta autentik yang dibuat para pihak merupakan akta autentik yang dibuat para pihak dan dinyatakan di depan pejabat yang berwenang. Pejabat yang berwenang untuk itu, adalah notaris, pejabat PPAT, dan lainnya.

Manfaat Akta Autentik

Manfaat akta autentik, bahasa inggris disebut dengan the benefitsa if deed authentic, bahasa belanda disebut dengan wet uitkeringen authentiek berkaitan dengan kegunaan atau keuntungan dari akta autentik, meliputi :
  1. menentukan secara jelas hak dan kewajiban;
  2. menjamin kepastian hukum;
  3. terhindar dari terjadinya terpenuh; 
  4. alat bukti tertulis terkuat dan terpenuh ; dan
  5. pada hakikatnya memuat kebenaran formla sesuai dengan apa yang diberitahukan para pihak kepada notaris.
Ada manfaat akta notarill atau akta autentik, yang meliputi :
  1. bagi para pihak yang membaut perjanjian secara akta notariil ialah mendapatkan kepastian hukum yang pasti dari apa yang dituliskan dalam akta notariil tersebut;
  2. memberikan rasa aman bagi para pihak yang membuat perjanjian karena apabila salah satu pihak merasa dirugikan oleh pihak lainnya, maka pihak yang merasa dirugikan dapat menuntut dengan berdasarkan akta notariil tersebut; dan
  3. dalam hal pembuktian, akta notariil mempunyai pembuktian yang sempurna. kesempurnaan akta notariil sebagai alat bukti, maka harus dilihat apa adanya tidak perlu atau dinilai atau ditafsirkan lain, selain yang tertulis dalam akta tersebut.
Jadi ada 3 manfaat akta, yaitu :
  1. kepastian hukum;
  2. rasa aman bagi para pihak; dan
  3. sebagai alat bukti.
Syarat-syarat Akta Autentik

Secara yuridis, syarat akta autentik telah ditentukan dalam :
  1. KUH Perdata; dan
  2. Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN)
Pasal 1868 KUH Perdata, ditentukan tiga syarat sesuatu akta disebut akta autentik, yang meliputi :
  1. akta itu harus dibuat oleh (door) atau dihadapan (tren overstaan) seorang pejabat umum;
  2. akta itu harus dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang;
  3. pejabat umum oleh atau di hadapan siapa akta itu dibuat, harus mempunyai wewenang untuk membuat akta tersebut.
Kekuatan Pembuktian Akta Autentik
  1. Kekuatan Pembuktian Lahir. Pasal 1875 KUH Perdata, Akta itu sendiri mempunyai kemampuan untuk membuktikan dirinya sebagai akta autentik. Kemampuan ini tidak dapat diberikan kepada akta yang dibuat di bawah tangan. karena akta yang buat di bawah tangan baru berlaku sah apabila semua pihak yang menanda yang tanganinya mengakui kebenaran dari tanda tangan itu atau apabila denga cara yang sah menurut hukum dapat dianggap sebagai telah diakui oleh yang bersangkutan. Apabila suatu akta kelihatan sebagai akta autentik, artinya dari kata-katanya yang berasal dari seorang pejabat umum (notaris) maka akta itu terhadap setiap orang dianggap sebagai akta autentik.
  2. Kekuatan Pembuktian Formal. Dalam arti formal terjamin : a) kebenaran tanggal akta itu, b) kebenaran yang terdapat dalam akta itu c) kebenaran identitas dari orang-orang yang hadir d) kebenaran tempat di mana akta dibuat.
  3. Kekuatan Pembuktian Materill.  Isi dari akta sebagai yang benar terhadap setiap orang. Kekuatan pembuktian inilah dalam Pasal 1870, Pasal 1871 dan Pasal 1875 KUH Perdata. Isi keterangan yang termuat dalam akta itu berlaku sebagai yang benar di antara para pihak dan para ahli waris serta para penerima hak mereka. Apabila akta itu dipergunakan di muka pengadilan, maka sudah dianggap cukup bagi hakim tanpa harus meminta alat bukti lainnya lagi karena akta itu dibuat secara tertulis, lengkap para pihaknya, objeknya jelas, serta tanggal dibuatnya akta.
sumber :

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1989. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka : Jakarta.

Hikmahanto Junawa. Tanpa Tahun. Perancangan Kontrak Modul I sampai dengan VI. Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (IBLAM) : Jakarta.

Salim HS, dkk. 2007. Perancangan Kontrak dan Memorandum Of  Understanding. Sinar Grafika : Jakarta.

Habib Adjie. 2008. Sanksi Perdata dan Administarif Terhadap Notaris Sebagai Pejabat Publik. PT. Refika Aditama : Bandung.

Salim HS. 2016. Teknik Pembuatan Akta Satu : Konsep Teoritis, Kewenangan Notaris, Bentuk dan Minuta Akta. Rajawali Press : Jakarta.

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata)

Undang-Undang Nomor 2 tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.

Selasa, Februari 12, 2019

Apa yang di syaratkan untuk sahnya suatu perjanjian ?

Pasal 1320 KUHPerdata sahnya perjanjian mewajibkan 4 syarat, antara lain :

1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya.

sepakat juga dinamakan perizinan, dimaksudkan bahwa kedua subjek yang mengadakan perjanjian harus bersepakat, setuju atau seia-sekata mengenai hal-hal pokok dari perjanjian yang diadakan. Menghendaki sesuatu yang sama secara timbal-balik, misal : si penjual mengingini sejumlah uang, sedang si pembeli mengingini sesuatu barang dari si penjual.

2. Cakap untuk membuat suatu perjanjian.

Orang yang membuat suatu perjanjian harus cakap menurut hukum. Asasnya, setiap orang yang sudah dewasa atau akilbaliq dan sehat pikirannya ialah cakap menurut hukum.

Pasal 1330 KUHPerdata, menyebutkan orang-orang yang tidak cakap untuk membuat suatu perjanjian :

  1. Orang-orang yang belum dewasa;
  2. Mereka yang ditaruh di bawah pengampuan;
  3. Orang perumpuan dalam hal-hal yang ditetapkan Undang-Undang dan semua orang kepada siapa Undang-Undang telah melarang membuat perjanjian-perjanjian tertentu.
Sudut rasa keadilan, seorang yang membuat suatu perjanjian dan nantinya akan terikat oleh perjanjian itu, mempunyai cukup kemampuan untuk menginsyafi benar-benar akan tanggung-jawab yang dipikulnya dengan perbuatan. Sudut ketertiban hukum, seorang yang membuat suatu perjanjian itu berarti mempetaruhkan kekayaanya, maka orang tersebut haruslah seorang yang sungguh-sungguh berhak bebas berbuat dengan harta kekayaannya.


Orang yang tidak sehat pikirnanya tidak mampu menginsyafi tanggung jawab yang dipikul oleh seorang yang mengadakan suatu perjanjian. Orang yang ditaruh di bawah pengampuan, menurut hukum tidak dapat berbuat bebas dengan harta kekayaannya. Berada di bawah pengawasan pengampuan. Kedudukanya sama dengan seorang anak yang belum dewasa. Jika seorang anak belum dewasa harus diwakili oleh orang tua atau walinya maka seseorang dewasa yang telah ditaruh di bawah pengampuan harus diwakili oleh pengampu atau kuratornya.

Pasal 108 KUHPerdata menyebutkan, seorang perempuan yang bersuami untuk mengadakan suatu perjanjian memerlukan bantuan atau izin (kuasa tertulis) dari suaminya.

Ketidakcakapan seorang perempuan yang bersuami pada KUHPerdata, ada hubungan dengan sistem yang dianut dalam Hukum Perdata Barat (negeri Belanda) yang menyerahkan kepimpinan dalam keluarga itu kepada sang suami. Kekuasaaan suami sebagai pimpinan keluarga, dinamakan maritale macht  (berasal daro perkataan Perancis mari yang berarti suami). Oleh karena itu ketentuan tentang ketidakcakapan seorang perempuan yang bersuami itu di negeri Belanda sendiri sudah dicabut karena dianggap tidak sesuai lagi dengan kemajuan zaman.

Praktek notaris sekarang sudah dimulai mengizinkan seorang istri, yang tunduk kepada Hukum Perdata Barat membaut suatu perjanjian dihadapannya, tanpa bantuan suaminya. Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) no. 3/1963 tanggal 4 Agustus 1963 kepada Ketua Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi di seluruh Indonesia ternyata bahwa Mahakamah Agung menganggap pasal-pasal 108 dan Pasal 110 KUHPerdata tentang wewenang seorang istri untuk melakukan perbuatan hukum dan untuk menghadap di depan pengadilan tanpa izin atau bantuan dari suaminya, sudah tidak berlaku lagi.

3. Mengenai suatu hal tertentu.

Bahwa perjanjian harus mengenai suatu hal tertentu, artinya apa yang diperjanjiakan hak-hak dan kewajiban kedua belah pihak jika timbul suatu perselisihan. Barang yang dimaksudkan dalam perjanjian paling sedikit harus ditentukan jenisnya. Bahwa barang itu sudah ada atau sudah berada di tangannya si berutang pada waktu perjanjian dibuat, tidak diharuskan oleh Undang-Undang. Juga jumlahnya tidak perlu disebutkan asal saja kemudian dapat dihitung atau ditetapkan.

4. Suatu sebab yang halal.

Sebab (bahasa Belanda oorzaak, bahasa latin causa) dimaksudkan tiada lain dari pada isi perjanjian Bahwa sebab itu adalah sesuatu yang menyebabkan seseorang membuat perjanjian yang termaksud. Bukan itu yang dimaksudkan oleh Undang-Undang dengan sebab yang halal itu. Sesuatu yang menyebabkan seorang membuat suatu perjanjian atau dorongan jiwa untuk membuat suatu perjanjian pada asasnya tidak diperdulikan oleh Undang-Undang. Hukum pada asasnya tidak menghiraukan apa yang berada dalam gagasan seorang atau apa yang dicita-citakan seorang. Perhatian Hukum atau Undang-Undang  hanyalah tindakan orang-orang dalam masyarakat. Jadi sebab atau causa dari suatu perjanjian adalah isi perjanjian itu sendiri. 

Syarat 1 dan 2 dinamakan syarat-syarat subyektif, jika syarat itu tidak dipenuhi, perjanjian bukan batal demi hukum, tetapi salah satu pihak mempunyai hak untuk meminta supaya perjanjian itu dibatalkan.  Pihak yang dapat meminta pembatalan itu, adalah pihak tidak cakap atau pihak yang memberikan sepakatnya (perizinannya) secara tidak bebas. Jadi, perjanjian yang telah dibuat itu mengikat juga, selama tidak dibatalkan (oleh hakim) atas permintaan pihak yang berhak meminta pembatalan. Jadi perjanjian suatu itu tidaklah pasti dan tergantung pada kesediaan suatu pihak untuk mentaatinya. Perjanjian yang demikian dinamakan voidable (bahasa inggris) atau vernietigbaar (bahasa Belanda)

Syarat 3 dan 4 dinamakan syarat obyektif, jika syarat ini tidak dipenuhi, perjanjian batal demi hukum, artinya semua tidak pernah dilahirkan suatu perjanjian dan tidak pernah ada suatu perikatan. Tujuan para pihak yang mengadakan perjanjian tersebut untuk melahirkan suatu perikatan hukum adalah gagal. Dengan demikian, maka tiada dasar untuk saling menuntut di depan Hakim. Dalam Bahasa Inggris dikatakan bahwa perjanjian yang demikian itu null and void.

sumber :

Subekti. 2005. Hukum Perjanjian. Intermasa : Jakarta.

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata)

Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) no. 3/1963, tanggal 4 Agustus 1963

Minggu, Februari 10, 2019

Bentuk-Bentuk Perikatan dalam Hukum Perdata

Bahwa apabila masing-masing pihak hanya satu orang, sedangkan sesuatu yang dapat dituntut hanya berupa satu hal, dan penuntutan ini dapat dilakukan seketika, maka perikatan ini merupakan bentuk yang paling sederhana yang dinamakan perikatan murni. Hukum Perdata juga mengenal berbagai macam perikatan, bentuknya sebagai berikut :


1) Perikatan Bersyarat.

Suatu perikatan adalah bersyarat, apabila digantungkan pada sesuatu peristiwa yang masih akan datang dan masih belum tentu akan terjadi, baik secara menangguhkan lainnya perikatan hingga terjadinya peristiwa semacam itu, maupun secara membatalkan perikatan menurut terjadinya atau tidak terjadinya peristiwa tersebut.

Perikatan ini dinamakan perikatan dengan suatu syarat tangguh. Tapi jika suatu perikatan yang sudah lahir, justru berakhir atau dibatalkan apabila peristiwa yang dimaksud itu terjadi, maka dinamakan Perikatan dengan suatu syarat batal.

Hukum perjanjian, pada dasarnya suatu syarat batal selalu berlaku surut hingga saat lahirnya perjanjian. Suatu syarat batal adalah suatu syarat yang apabila terpenuhi, menghentikan perjanjiannya dan membawa segala sesuatu kembali pada keadaan semula seolah-olah tidak pernah ada suatu perjanjian (Pasal 1265 KUH Perdata).

2) Perikatan dengan Ketetapan waktu.

Suatu ketetapan waktu (termijn) tidak menangguhkan lahirnya suatu perjanjian atau perikatan, melainkan hanya menangguhkan pelaksanaannya, ataupun menentukan lama waktu berlakunya suatu perjanjian atau perikatan. Apabila yang harus pada suatu waktu yang ditentukan, tidak dapat ditagih sebelum waktu itu tiba, tetapi apa yang telah dibayar sebelum waktu itu datang, tak dapat diminta kembali.

3) Perikatan mana suka (alternatif).

Perikatan ini si berutang dibebaskan jika ia menyerahkan salah satu dari dua barang yang disebutkan dalam perjanjian, tetapi ia tidak boleh memaksa si berpiutang untuk menerima sebagian dari barang yang satu dan sebagian barang yang lainnya. Hak memilih ada pada si berutang, jika hak ini secara tegas diberikan kepada si berpiutang.


4) Perikatan tanggung-menanggung.

Perikatan ini, salah satu pihak terdapat beberapa orang, terdapat pihak debitur, maka tiap-tiap debitur itu dapat dituntut untuk memenuhi seluruh utang. Pihak kreditur, maka tiap-tiap kreditur berhak menuntut pembayaran seluruh utang. Sendirinya pembayaran yang dilakukan oleh salah seorang debitur, membebaskan debitur-debitur lainnya, begitu pula pembayaran yang dilakukan kepda salah seorang kreditur membebaskan si berutang terhadap kreditur-kreditur yang lainnya.

Hukum perjanjian mengatakan bahwa tiada perikatan di anggap tanggung-menanggung, kecuali hal itu dinyatakan (diperjanjikan) secara tegas ataupun ditetapkan oleh Undang-Undang.Hukum Dagang, setiap pengaksep surat-wesel harus menanggung akseptasi wesel dan pembayaran wesel tersebut.

Pasal 18 KUHD, maka dalam perseroan firma, tiap-tiap pesero bertanggung jawab secara tanggung-menanggung untuk selamanya atas segala perikatan firma.

Pasal 1789 KUHPerdata, jika beberapa orang bersama-sama menerima suatu barang secara peminjam, maka mereka masing-masing untuk seluruhnya bertanggung jawab terhadap orang yang memberikan pinjaman.

Pasal 1811 KUHPerdata, Jika seorang juru kuasa diangkat oleh beberapa orang untuk mewakili suatu urusan bersama, maka masing-masing mereka bertanggung jawab untuk seluruhnya terhadap juru kuasa tersebut yang menyangkut segala akibat dari pemberian kuasa itu.

Pasal 1836 KUHPerdata, Perjanjian penanggungan (borgtocht), maka jiak beberapa orang telah mengikatkan dirinya sebagai penanggung untuk seorang debitur yang sama, mereka itu masing-masing terikat untuk seluruh utang.

5) Perikatan dapat dibagi dan tak dapat dibagi.

Suatu perikatan, dapat atau tidak dapat dibagi adalah bersoal tentang prestasinya dapat dibagi menurut imbangan, pembagian mana tidak boleh mengurangi hakekat prestasi itu.

Pasal 1390 KUHPerdata, tiada seorang debiturpun dapat memaksakan krediturnya menerima pembayaran utangnya sebagian meskipun utang itu dapat dibagi-bagi

Akibat hukum dari dapat atau tidak dapat dibaginya suatu perikatan adalah :
  • Dalam hal perikatan tidak dapat dibagi, maka tiap-tiap kreditur berhak menuntut seluruh prestasinya tidak dapat dibagi,
  • sedangkan masing-masing debitur, diwajibkan memenuhi prestasi tersebut seluruhnya.
  • satu lain hal, sudah barang tentu dengan pengertian, bahwa pemenuhan perikatan tidak dapat dituntut lebih dari satu kali,
  • dalam hal suatu perikatan dapat dibagi, tiap-tiap kreditur hanyalah berhak menuntut suatu bagian menurut imbangan dari prestasi tersebut, sedangkan masing-masing debitur juga hanya diwajibkan memenuhi bagiannya.
6) Perikatan dengan acaman hukuman.

Perikatan ini adalah suatu perikatan di mana ditentukan bahwa si berutang, untuk menjamin pelaksanaan perikatannya, diwajibkan melakukan sesuatu apabila perikatannya tidak terpenuhi. Sebagai gantinya penggantian kerugian yang diderita oleh berpiutang karena tidak terpenuhinya atau dilanggarnya perjanjian, maksudnya :
  • untuk mendorong atau menajdi cambuk bagi si berutang supaya ia memenuhi kewajibannya;
  • untuk membebaskan si berpiutang dari pembuktian tentang jumlahnya atau besarnya kerugian yang dideritanya, sebab besarnya kerugian itu harus dibuktikan oleh si berpiutang.
Perikatan ini harus dibedakan dengan periaktan mana suka, di mana si berutang boleh memilih antara beberapa macam prestasi. Perikatan ini hanya ada satu prestasi yang hasrus dilakukan oleh si berutang. Ia lalai melakukan prestasi tersebut, barulah ia harus memenuhi apa yang telah ditetapkan sebagai hukuman.

Pasal 1309 KUHPerdata, hakim diberikan wewenang untuk mengurangi atau meringankan hukuman itu, apabila perjanjiannya telah sebagian dipenuhi. Asal debitur sudah mulai mengerjakan kewajibanya, hakim leluasa untuk meringankan hukuman, apabila itu dianggapnya terlampau berat.

Pasal 1338 ayat (3), yang mengharuskan segala perjanjian dilaksanakan dengan itikad baik, maka dalam pelaksanaan perjanjian, pasal ini bertujuan untuk memberikan kekuasaan kepada hakim untuk mengawasi pelaksanaan suatu perjanjian, sehingga tidak terjadi pelanggaran kepatutan atau keadilan.

sumber :

Subekti. 2005. Hukum Perjanjian. Intermasa : Jakarta

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata)

Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD)

Sabtu, Februari 09, 2019

Perseroan Sebagai Badan Hukum



Pasal 1 angka 1 Undang-Undang nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UU PT), berbunyi : Perseroan Terbatas yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasar perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya. Dan harus memenuhi syarat-syarat berikut :

1) Persekutuan Modal.

Perseroan sebagai badan hukum memiliki modal dasar yang disebut juga authorized capital, yakni jumlah modal yang disebutkan atau dinyatakan dalam Akta Pendirian atau AD Perseroan.  Modal dasar ini terdiri dari dalam saham atau sero (aandelen, share, stock)
Besar modal dasar Perseroan menurut Pasal 31 UU PT, terdiri atas seluruh nilai nominal saham.  Pasal 32 angka (1), modal dasar Perseroan paling sedikit Rp50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).

2) Didirikan berdasar Perjanjian.

Pasal 1 angka 1 UU PT menegaskan, bahwa Perseroan sebagai badan hukum, didirikan berdasar perjanjian.
Pasal 27 angka 1 UU PT menyatakan, supaya perjanjian untuk mendirikan perseroan sah menurut Undang-Undang pendirinya paling sedikit 2 orang atau lebih, dan bahwa prinsip yang berlaku berdasar Undang-Undang ini, perseroan sebagai badan hukum didirikan berdasar perjanjian, oleh karena itu mempunyai lebih dari 1 orang pemegang saham, maksudnya :
  • orang  perorangan (naturlijke persoon, natural person) baik warga negara maupun orang asing,
  • badan hukum indonesia atau badan hukum asing.
Pasal 7 angka (1) UU PT maupun penjelasan pasal ini, sesuai dengan yang ditentukan Pasal 1313 KUH Perdata, suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana seseorang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.


Pasal 1320 KUH Perdata, agar perjanjian pendirian Perseroan itu sah, harus memenuhi syarat adanya kesepakatan (overeenkomst, agreement), kecakapan (bevoegdheid, competence), untuk membuat suatu perikatan, mengenai suatu hal tertentu (bepalde onderwrp, fixed subject matter) dan suatu sebab yang halal (geoorloofd oorzaak, allowed cause).

Pasal 1338 KUH Perdata, perjanjian pendirian perseroan itu, mengikat sebagai Undang-Undang kepada mereka yang membuatnya. 

3) Melakukan kegiatan usaha.

Pasal 2 UU PT, suatu perseroan harus mempunyai maksud dan tujuan serta kegiatan usaha. 
Pasal 18 UU PT ditegaskan, maksud dan tujuan serta kegiatan usaha itu, harus dicantumkan dalam Anggaran Dasar (AD) Perseoran sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, dalam rangka mencapai maksud dan tujuan :
  • kegiatan usaha harus dirinci secara jelas dalam AD,
  • rincian tersebut tidak boleh bertentangan dengan Undang-Undang.
4) Lahirnya Perseroan melalui proses hukum dalam bentuk pengesahan pemerintah.

kelahiran Perseroan sebagai badan hukum (rechtspersoon, legal entity), karena dicipta atau diwujudkan melalui proses hukum (created by legal process) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Perseroan disebut badan hukum yang berwujud artifisial (kumstmatig, artificial) yang dicipta negara melalui proses hukum :
  • untuk proses kelahirannya, harus memenuhi syarat-syarat yang ditentukan peraturan perundang-undangan,
  • apabila persyaratan tidak terpenuhi, kepada perseroan yang bersankutan tidak diberikan keputusan pengesahan untuk status sebagai badan hukum oleh pemerintah, dalam hal ini Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Pasal 7 angka (2) UU PT, berbunyi : Perseroan memperoleh status badan hukum pada tanggal diterbitkannya Keputusan Menteri mengenai pengesahaan badan hukum perseroan.

sumber :

Harahap, M. Yahya. 2016. Hukum Perseroan Terbatas. Sinar Grafika : Jakarta.

Undang-Undang nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UU PT)

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata)

Jumat, Februari 08, 2019

Hubungan antara Perikatan dan Perjanjian

Perikatan adalah perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu. Misalnya : pihak yang menerima atau yang berhak menuntut sesuatu, dinamakan kreditur, sedangkan pihak yang berkewajiban memenuhi tuntutan dinamakan debitur atau si berutang. Perhubungan antara dua orang atau dua pihak tersebut adalah hubungan hukum yang berarti bahwa hak si berpiutang itu dijamin oleh hukum atau Undang-Undang. Jika terjadi tuntutan, si berpiutang dapat menuntut di depan hakim.

Perjanjian adalah suatu peristiwa di mana seorang berjanji kepada orang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. Hal yang menimbulkan suatu hubungan antara dua orang tersebut dinamakan perikatan. Perjanjian itu menerbitkan suatu perikatan antara dua orang yang membuatnya. Bentuknya, perjanjian adalah suatu rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis.

Hubungan antara perikatan dan perjanjian adalah bahwa perjanjian itu menerbitkan perikatan. Perjanjian adalah sumber perikatan, di sampingnya dari sumber-sumber lain. Perjanjian juga dinamakan persetujuan, karena dua pihak itu setuju untuk melakukan sesuatu. Beda dengan Kontrak, lebih sempit karena ditujukan kepada perjanjian atau persetujuan yang tertulis.

Perjanjian adalah sumber terpenting dalam melahirkan perikatan. Perikatan itu banyak diterbitkan oleh perjanjian, tetapi sebagaimana sudah dikatakan sebelumnya, ada juga sumber-sumber lain yang melahirkan perikatan. Sumber lain itu adalah Undang-Undang. Jadi, ada perikatan yang lahir perjanjian dan ada perikatan yang lahir dari Undang-Undang.

Pasal 625 KUH Perdata menyatakan bahwa suatu perikatan yang lahir dari Undang-Undang semata-mata atau dari undang-undang saja.


Pasal 1354 KUH Perdata, menyatakan bahwa antara dua orang yang melakukan suatu perbuatan yang halal oleh undang-undang ditetapkan beberapa hak dan keajiban yang harus mereka indahkan seperti hak dan kewajiban yang timbul dari perjanjian.

Pasal 1359 KUH Perdata, menyatakan bahwa orang yang membayar berhak menuntut kembali, sedangkan orang yang menerima pembayaran berkewajiban mengembalikan pembayaran itu.

Bahwa perjanjian itu adalah sumber perikatan. Penerapannya, perikatan merupakan suatu pengertian abstrak, sedangkan perjanjian adalah suatu hal yang kongkrit atau suatu peristiwa.

Perikatan yang lahir dari perjanjian, merupakan kendak dua orang atau dua pihak yang membuat suatu perjanjian, sedangkan perikatan yang lahir dari undang-undang diadakan oleh undang-undang di luar kemauan para pihak yang bersangkutan. Jika dua orang mengadakan suatu perjanjian, maka berlaku antara mereka suatu perikatan hukum, telah terikat oleh janji yang mereka berikan.

sumber :

Subekti. 2005. Hukum Perjanjian. PT. Intermasa : Jakarta.

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata)


Selasa, Februari 05, 2019

Jenis Kuasa dan Bentuk Kuasa di depan Pengadilan

Pertemuan bagian ini, kita membahas secara ringkas jenis kuasa dan bentuk kuasa di Pengadilan yang diatur dalam HIR/RBG, KUHD dan peraturan perundang-undangan lainnya.
google.com/foto

Jenis Kuasa


1. Kuasa Umum

Diatur dalam Pasal 1795 KUH Perdata, bertujuan memberi kuasa kepada seseorang untuk mengurus kepentingan pemberi kuasa, yaitu :
  • melakukan tindakan pengurusan harta kekayaan pemberi kuasa;
  • pengurusan itu, meliputi segala sesuatu yang berhubungan dengan kepentingan pemberi kuasa atas harta kekayaannya;
  • titik berat pemberi kuasa umum, hanya meliputi perbuatan atau tindakan pengurusan kepentingan pemberi kuasa. 
Kuasa umum adalah pemberian kuasa mengenai pengurusan, yang disebut beherder atau manajer untuk mengatur kepentingan pemberi kuasa. Oleh karena itu, di sisi hukum, surat kuasa umum tidak dapat dipergunakan di depan pengadilan untuk mewakili pemberi kuasa. Ketentuan Pasal 123 HIR menyatakan bahwa untuk dapat tampil di depan pengadilan sebagai wakil pemberi kuasa, penerima kuasa harus mendapat surat kuasa khusus.

2. Kuasa Khusus

Pasal 1795 KUH Perdata menyatakan, pemberian kuasa dapat dilakukan secara khusus, yaitu hanya mengenai satu kepentingan tertentu atau lebih. Bentuk ini yang menjadi landasan pemberian kuasa untuk bertindak di depan pengadilan mewakili kepentingan pemberi kuasa sebagai pihak principal. dan diperlukan penyempurnaan terlebih dahulu sesuai dengan syarat-syarat yang disebut dalam Pasal 123 HIR

Tindakan khusus yang dilimpahkan kepada kuasa tidak dimaksudkan untuk tampil mewakili pemberi kuasa di depan pengadilan, tidak diperlukan syarat tambahan, cukup berpedoman pada ketentuan pada Pasal 1795 KUH Perdata.


3. Kuasa Istimewa

Pasal 1796 KUH Perdata mengatur perihal pemberian kuasa istimewa. Ketentuan pemberi kuasa istimewa dapat dikaitkan dengan ketentuan Pasla 157 HIR atau Pasal 184 RBG, antara lain memuat beberapa syarat yang dipenuhi agar kuasa sah sebagai kuasa istimewa, antara lain :

  • Bersifat Limitatif. hanya terbatas pada : 1)  Untuk memindahtangankan benda-benda milik pemberi kuasa, atau untuk meletakkan hipotek (hak tanggungan) di atas benda tersebut, 2) untuk membuat perdamaian dengan pihak ketiga, 3) untuk mengucapkan sumpah penentu (decisoir eed) atau sumpah tambahan (suppletoir eed) sesuai dengan ketentuan Pasal 157 HIR dan 184 RBG.
  • Harus berbentuk Akta Otentik. Pasal 123 HIR, surat kuasa istimewa hanya dapat diberikan dalam bentuk surat yang sah dalam bentuk akta otentik (akta notaris).

4. Kuasa Perantara

Kuasa perantara disebut juga agen (agent). Kuasa ini dikonstrusikan berdasarkan Pasal 1792 KUH Perdata dan Pasal 62 KUHD yang dikenal dengan agen perdagangan (commercial agency) atau makelar, broker dang factor, tetapi lazim disebut perwakilan dagang.

Pemberi kuasa sebagai principal memberi perintah (instruction) kepada pihak kedua dalam kedudukannya sebagai agen atau perwakilan untuk melakukan perbuatan hukum tertentu dengan pihak ketiga. apa yang dilakukan agen, langsung mengikuti kepada principal, sepanjang hal itu tidak bertentangan atau melampaui batas kewenangan yang berikan.

Bentuk Kuasa di depan Pengadilan


1. Kuasa secara Lisan

Pasal 120, Pasal 123 ayat (1) HIR dan Pasal 147 ayat (1) RBG, bentuk kuasa lisan terdiri dari :

a. Dinyatakan secara Lisan oleh Penggugat di Hadapan Kuata Pengadilan Negeri

Pasal 120 HIR memberi hak kepada penggugat untuk mengajukan gugatan secara lisan kepada ketua Pengadilan Negeri, apabila tergugat tidak pandai menulis (buta aksara). Dalam kasus demikian bersamaan dengan pengajuan gugatan lisan itu, penggugat dapat juga menyampaikan pernyataan lisan mengenai :
  • pemberian atau penunjukan kuasa kepada seseorang atau beberapa orang tertentu;
  • pernyataan pemberian kuasa secara lisan itu, disebutkan dalam catatan gugatan yang dibuat oleh ketua Pengadilan Negeri.
Apabila Ketuan Pengadilan Negeri menerima gugatan secara lisan, dia wajib memformulasikannya dalam bentuk gugatan tertulis berdasarkan Pasal 123 ayat (1) HIR, apabila gugatan lisan itu dibarengi dengan pemberian kuasa, hal itu wajib dicatat atau dimasukkan Ketua Pengadilan Negeri dalam gugatan tertulis yang dibuatnya.

b. Kuasa yang ditunjuk secara lisan di Pengadilan

Bentuk ini tidak secara jelas dalam Undang-undang. meskipun demikian secara implisit dianggap tersirat dalam Pasal 123 ayat (1) HIR, penunjukkan kuasa secara lisan di sidang Pengadilan pada saar proses pemeriksaan berlangsung diperbolehkan, dengan syarat :
  • penunjukan secara lisan itu, dilakukan dengan kata-kata tegas (expressis verbis).
  • Majelis memerintahkan panitera untuk mencatatnya dalam berita acara sidang.
Penujukan yang demikian dianggap sah dan memenuhi syarat formil sehingga kuasa tersebut berwenang mewakili kepentingan pihak yang bersangkutan dalam proses pemeriksaan. hanya hakim yang bersikap formalitas yang kurang setuju dengan penerapan itu.

2. Kuasa yang ditunjuk dalam Surat Gugatan.

Pasal 123 ayat (1) HIR (Pasal 147 ayat (1) RBG) dan dikaitkan dengan Pasal 118 HIR (Pasal 142 RBG).

Pasal 118 ayat (1) RBG (Pasal 142 RBG), menyatakan gugatan perdata diajukan secara tertulis delam bentuk surat gugatan yang ditandatangani oleh penggugat.
Pasal 123 ayat (1), penggugat dalam gugatan itu dapat langsung mencantumkan dan menunjuk kuasa yang dikehendakinya untuk mewakilinya dalam proses pemeriksaan.
Penunjukan kuasa yang demikian, sah dan memenuhi syarat formil, karena Pasal 123 ayat (1) jo Pasal 118 ayat (1) HIR, telah mengaturnya secara tegas. Praktik, cara penunjukan seperti itu yang berkembang pada saat sekarang.
Dalam Gugatan, dicantumkan kasus yang akan bertindak mewakili penggugat, cuma dalam pencamtuman dan penjelasan itu dalam surat gugatan didasarkan atas surat kuasa khusus. Menurut hukum penunjukan kuasa dalam surat gugatan tidak memerlukan syarat adanya surat kuasa khusus atau syarat formalitas lainnya. Syaratnya, hanya mencamtumkan penunjukan itu secara tegas dalam surat gugatan.

3. Surat Kuasa Khusus

Pasal 123 ayat (1) HIR mengatakan, selain kuasa secara lisan atau kuasa yang ditunjuk dalam surat gugatan, pemberi kuasa dapat diwakili oleh kuasa dengan surat kuasa khusus atau bijzondere schriftelijke machtiging.

a. Syarat dan Formulasi Surat Kuasa Khusus

Pasal 123 ayat (1) HIR, hanya menyebut syarat pokok saja, yaitu kuasa khusus berbentuk tertulis atau akta yang disebut surat kuasa khusus. Perbuatan surat kuasa khusus sangat sederhana, cukup dibuat tertulis tanpa memerlukan syarat lain yang harus dicantumkan dan dirumuskan di dalamnya. Penyempurnaan dan perbaikan, dilakukan oleh Mahkamah Agung (MA) melalui Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA). Secara kronologis, MA telah mengeluarkan beberapa SEMA yang mengatur syarat surat kuasa khusus, antara lain :
  1. SEMA no. 2 tahun 1959, tanggal 19 Januari 1959;
  2. SEMA no. 5 tahun 1962, tanggal 30 Juli 1962;
  3. SEMA no. 01 tahun 1971, tanggal 23 Januari 1971;
  4. SEMA no. 6 tahun 1994, tanggal 14 Oktober 1994.
b. Bentuk Formil Surat Kuasa Khusus

Pasal 123 ayat (1) HIR, kuasa khusus harus berbentuk tertulis (in writting), itu sebabnya disebut surat kuasa khusus atau bijzondere schriftelijke machtiging.
Pasal 123 ayat (1) HIR, hanya menyebut surat. menurut hukum, pengertian surat sama dengan akta yaitu suatu tertulis yang dibuat untuk dipergunakan sebagai bukti perbuatan hukum. 
Bentuknya disesuaikan dengan pengertian akta dalam arti luas, berdasarkan pengertian akta dimaksud, surat kuasa khusus dapat berbentuk :
  1.  Akta Notaris;
  2. Akta yang dibuat di depan Panitera;
  3. Akta di bawah tangan.

sumber :

Ali, Chaidir. 1983. Yurisprudensi Hukum Acara Perdata Indonesia. Armico : Bandung.

Harahap, M. Yahya . Tanpa Tahun. Hukm Acara Perdata Indonesia. CV Zakir : Medan,.

-----------------------.2009. Hukum Acara Perdata : Gugatan Persidangan, Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan. Sinar Grafika : Jakarta.

Soesilo, R. . 1983. RBG/HIR dengan Penjelasan. Politeia : Bogor.

NE Algra, Mr. . 1977. Kamus Istilah Hukum Fockema Andreae. Bina Cipta : Jakarta.

MA RI. 1999. Himpunan SEMA dan PERMA. MA RI : Jakarta

HIR/RBG (Herziene Inlandsch Reglement/Rechtsreglement voor de Buitengewesten)

Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD)

Kamis, Januari 31, 2019

Menyelisik awal tentang "KUASA''

Kuasa, tunduk pada prinsip hukum yang diatur dalam Bab Keenam Belas, Buku III KUH Perdata, dan aturan khusus diatur dan tunduk pada ketentuan hukum acara yang digariskan HIR dan RBG


Pengertian Kuasa secara Umum

Pasal 1792 KUH Perdata, yang berbunyi : Pemberian kuasa adalah suatu persetujuan dengan mana seorang memberikan kekuasaan kepada seorang lain, yang menerimanya, untuk dan atas namanya menyelenggarakan suatu urusan. Bertitik tolak dengan pasal tersebut, terdapat dua pihak, yang terdiri dari :

  • pemberi kuasa atau lastgever (instruction, mandate);
  • penerima kuasa atau disebut denga kuasa, yang diberi perintah atau mandat melakukan sesuatu untuk dan atas nama pemberi kuasa.
Lembaga hukumnya disebut pemberian kuasa atau lastgeving (volmact, full power), jika :
  • pemberi kuasa melimpahkan perwakilan atau mewakilkan kepada penerima kuasa untuk mengurus kepentingannya, sesuai dengan fungsi dan kewenangan yang ditentukan dalam surat kuasa;
  • penerima kuasa (lasthebber, mandatory) berkuasa penuh, bertindak mewakili pemberi kuasa terhadap pihak ketiga untuk dan atas nama pemberi kuasa;
  • pemberi kuasa bertanggung jawab atas segala perbuatan kuasa, sepanjang perbuatan yang dilakukan kuasa tidak melebihi wewenang yang diberikan pemberi kuasa.
Pada dasarnya, pasal-pasal yang mengatur pemberian kuasa, tidak bersifat imperatif (bersifat memerintah ). Apabila para pihak menghendaki, dapat disepakati selain yang digariskan dalam undang-undang.


Sifat Perjanjian Kuasa

a. Penerima Kuasa Langsung Berkapasitas sebagai Wakil Pemberi Kuasa
  • memberi hak dan kewenangan (authority) kepada kuasa, bertindak untuk dan atas nama pemberi kuasa kepada terhadap pihak ketiga;
  • tindakan kuasa tersebut langsung mengikat kepada diri pemberi kuasa, sepanjang tindakan yang dilakukan kuasa tidak melampaui batas kewenangan batas kewenangan yang dilimpahkan pemberi kuasa kepadanya;
  • ikatan hubungan hukum yang dilakukan kuasa dengan pihak ketiga, pemberi kuasa berkedudukan sebagai pihak materiil atau principal  atau pihak utama, dan penerima kuasa berkedudukan dan berkapasitas sebagai pihak formil.
  • akibat hukum dari hubungan tersebut, segala tindakan yang dilakukan kuasa kepada pihak ketiga dalam kedudukannya sebagi pihak formil, mengikat kepada pemberi kuasa sebagai principal (pihak materiil).
b. Pemberian Kuasa Bersifat Konsensual (kesepakatan)
  • hubungan pemberian kuasa, bersifat partai yang terdiri dari pemberi dan penerima kuasa;
  • hubungan hukum itu dituangkan dalam perjanjian pemberian kuasa, berkekuatan mengikat sebagai persetujuan  di antara mereka (kedua belah pihak);
  • pemberian kuasa harus dilakukan berdasarkan pernyataan kehendak yang tegas dari kedua belah pihak.
Pasal 1792 maupun Pasal 1793 KUH Perdata menyatakan, pemberian kuasa selain didasarkan atas persetujuan kedua belah pihak, dapat dituangkan dalam bentuk otentik atau dibawah tangan maupun dengan lisan.

Pasal 1793 ayat (2) KUH Perdata, penerimaan kuasa dapat terjadi secara diam-diam, dan hal itu dapat disimpulkan dari pelaksanaan kuasa itu oleh pemberi kuasa. Akan tetapi, cara diam-diam itu, tidak dapat diterapkan dalam pemberian kuasa khusus. Kuasa Khusus harus disepakati secara tegas dan harus dituangkan dalam bentuk akta atau surat kuasa khusus.

c. Berkarakter Garansi-Kontrak
Menentukan kekuatan mengikat tindakan kuasa kepada principal (pemberi kuasa), hanya terbatas :
  • Kewenangan (volmacht) atau mandat yang diberikan oleh pemberi kuasa;
  • apabila kuasa bertindak melampaui batas mandat, tanggung jawab pemberi kuasa hanya sepanjang tindakan, yang sesuai dengan mandat yang diberikan. Pelampauan itu menjadi tanggung jawab kuasa, sesuai dengan asas garansi-kontrak yang digariskan Pasal 1806 KUH Perdata.

Berakhirnya Kuasa

Pasal 1813 KUH Perdata, membolehkan berakhirnya perjanjian kuasa secara sepihak atau unilateral. Bertentangan dengan Pasal 1338 ayat (2) KUH Perdata yang menegaskan, persetujuan tidak dapat ditarik atau dibatalkan secara sepihak, tetapi harus berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak.

Pemberi Kuasa menurut Pasal 1813 KUH Perdata.

1. Pemberi Kuasa menarik kembali secara sepihak. Pasal 1814 KUH Perdata : 
  • pencabutan tanpa memerlukan persetujuan dari penerima kuasa;
  • pencabutan dapat dilakukan secara tegas dalam bentuk : 1). mencabut secara tegas dengan tertulis, atau 2). meminta kembali surat kuasa, dari pemberi kuasa.
  • pencabutan secara diam-diam, berdasarkan Pasal 1816 KUH Perdata. caranya, pemberi kuasa mengangkat atau menunjuk kuasa baru untuk melaksanakan urusan yang sama. Tindakan itu berakibat, kuasa yang pertama, terhitung sejak tanggal pemberian kuasa kepada kuasa yang baru, ditarik kembali secara diam-diam.
2. Salah satu pihak meninggal

Pasal 1813 KUH Perdata menegaskan, dengan meninggalnya salah satu pihak dengan sendirinya pemberian kuasa berakhir demi hukum. Hubungan Hukum perjanjian kuasa, tidak berlanjut kepada ahli waris. Jika hubungan itu hendak diteruskan oleh ahli waris, harus dibuat surat kuasa baru. 

3. Penerima Kuasa melepas Kuasa

Pasal 1817 KUH Perdata, menyatakan memberi hak secara sepihak kepada kuasa untuk melapaskan (op zegging) kuasa yang diterimanya, dengan syarat :
  • harus memberitahu kehendak itu kepada pemberi kuasa;
  • pelepasan tidak boleh dilakukan pada saat yang tidak layak.

sumber :

M. Yahya Harahap. 2009. Hukum Acara Perdata : Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan. Sinar Grafika : Jakarta.

Putusan MA No. 331 K/Sip/1973, tgl 4-12-1975, Rangkuman Yurisprudensi (RY) MA Indonesia, 11, Hukum Perdata dan Acara Perdata. 1997.

Putusan MA No. 731 K/Sip/1975, tgl 16-12-1976.

Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUH Perdata)

Rabu, Januari 30, 2019

Mengenal dekat tentang Persekutuan Komanditer (Commanditair Vennootschap/CV)

Persekutuan Komanditer (Commanditair Vennootshap) diatur Buku Pertama, Titel Ketiga Bagian Kedua (Pasal 16-35) KHUD dan Komanditer.


Landasan Hukum

Pasal 19-35 KUHD, Pasal 19 berbunyi : Persekutuan dengan jalan meminjam uang atau disebut juga persekutuan komanditer, diadakan antara seorang sekutu atau lebih yang bertanggung jawab secara pribadi dan untuk seluruhnya dengan seorang atau lebih peminjaman uang.

Persekutuan Komanditer (Commanditair Vennootshap) atau Limited partnership, terdapat satu atau beberapa orang sekutu komanditer. Sekutu Komanditer hanya menyerahkan uang, barang atau tenaga sesuai sebagai pemasukan pada Persekutuan Komanditer. Sekutu Komanditer yang hanya meminjamkan modal kepada Persekutuan, tidak turut campur tangan dalam pengurusan dan pengusaan dalam Persekutuan


Status pada Komanditer

Status hukum seorang sekutu komanditer, dapat disamakan dengan seorang yang meminjamkan atau menanamkan modal pada suatu perusahaan. Diharapkannya dari penanaman modal itu adalah hasil keuntungan dari modal yang ditanamakannya.

Sekutu Komanditer, sama sekali tidak ikut terlibat mencampuri pengurusan dan pengelolaan Pesekutuan Komanditer. Seolah-olah dia tidak berbeda dengan pelepas (geldschieter, financial backer) yang diatur pada UU Pelepas Uang  (geldschietersordonantie Staatsblad 1938-523) 

Persekutuan Komanditer terdiri dari dua macam sekutu :

  1. Sekutu pengurus atau sekutu Komplementer (complementaris) yangt bertindak sebagai persero pengurus dalam Persekutuan Komanditer. Selain sekutu juga ikut memberi pemasukan modal, sekutu komplementaris sekaligus menjadi pengurus persekutuan komanditer
  2. Sekutu Komanditer yang disebut juga sekutu tidak kerja, yang statusnya hanya sebagai pemberi modal atau pemberi pinjaman. oleh karena sekutu komanditer tidak ikut mengurus Pesekutuan Komanditer, dia tidak ikut bertindak keluar.
Pasal 20 KUHD, hanya dikenal komanditer dengan penanaman modal, dimana status dan tanggung jawab mereka
  • Tidak mencampuri pengurusan perusahaan atau tidak bekerja dalam perusahaan Komanditer tersebut
  • mereka hanya menyediakan modal atau uang untuk mendapatkan keuntungan dari laba perusahaan, sehingga mereka disebut sekutu penanaman modal terbatas (commanditaire vennotshap, limited by shares)
  • Kerugian Persekutuan Komanditer yang ditanggung sekutu komnaditer, hanya terbatas sebesar jumlah modal yang ditanamkan (limited liability)
  • Nama Pesekutuan Komanditer tidak boleh diketahui, itu sebabnya mereka disebut komanditer atau commanditaire vennoot  yang berarti sleeping parther atau silent parther.

Bertindak Keluar

Anggota atau sekutu Persekutuan Komanditer yang bertindak keluar adalah anggota yang melakukan pengurusan. Mereka itu yang disebut sekutu Komplementaris (daden van beheer). Mereka berbeda dengan kedudukan pada komanditaris atau sekutu Komanditer yang hanya berkedudukan sebagai penanam modal 

Ada beberapa poin mengenai hal demikian :
  • yang bertindak keluar hanya anggota pengurus, yang disebut anggota komplementaris;
  • apabila anggota komanditaris ikut mencampuri pengurusan perusahaan, dia akan memikul akibat hukum yakni dianggap dengan sukarela ikut mengikatkan diri terhadap semua tindakan pengurus oleh karena itu, ia iktu bertanggung jawab secara pribadi memikul seluruh utang persekutuan komanditer secara solider;
  • kepada mereka berlaku ketentuan mengenai keanggotaan Firma, sehingga ikut bertanggung jawab terhadap tindakan yang dilakukan anggota Firma lainnya sebelum mereka mencampuri penyelenggaraan pengurusan itu.
sumber :

Marjenner Termorshuizen. 1999. Kamus Hukum Belanda-Indonesia. Djambatan : Jakarta

M. Yahya Harahap. 2016. Hukum Perseroan Terbatas. Sinar Grafika : Jakarta.

Siti Soemarti. 1993. KUHD dan PK. Seksi Hukum Dagang Fak. Hukum UGM; Yogyakarta.

Postingan terakhir

PENGECEKAN SERTIPIKAT KE BPN kah?

google.com/foto Ya, Ke BPN  Betul ke BPN. Yakin betul ke BPN? Kemana kalau PPAT akan melakukan pengecekan sertipikat hak atas ta...