Translate

Tampilkan postingan dengan label perjanjian. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label perjanjian. Tampilkan semua postingan

Sabtu, Agustus 29, 2020

AGENDA WEBINAR INC : PERJANJIAN KAWIN DALAM PERNIKAHAN SIRI, PENGAWASAN PEMBINAAN TERHADAP NOTARIS DALAM PRAKTEK, BOLEHKAH PARA PENGHADAP MENENTUKAN SENDIRI KLAUSUL SYARAT BATAL DALAM AKTA?


AGENDA WEBINAR INC : PERJANJIAN KAWIN DALAM PERNIKAHAN SIRI, PENGAWASAN PEMBINAAN TERHADAP NOTARIS DALAM PRAKTEK, BOLEHKAH PARA PENGHADAP MENENTUKAN SENDIRI KLAUSUL SYARAT BATAL DALAM AKTA?

Rabu, Juli 08, 2020

Asas-asas dalam Hukum Perjanjian

Asas-asas dalam Hukum Perjanjian yang merupakan dasar kehendak para pihak dalam mencapai tujuan antara lain :
1.    Asas konsensualisme
Asas konsensualisme memberikan batasan bahwa suatu perjanjian terjadi sejak tercapainya kata sepakat antara pihak-pihak, dengan kata lain perjanjian itu sudah sah dan membuat akibat hukum sejak saat tercapainya kata sepakat antara pihak-pihak mengenai pokok perjanjian. Asas ini dapat disimpulkan bahwa perjanjian dapat dibuat secara lisan atau dapat pula dibuat dalam bentuk tertulis berupa akta, jika dikehendaki sebagai alat bukti, kecuali untuk perjanjian-perjanjian tertentu yang harus dibuat secara tertulis sebagai formalitas yang harus dipenuhisebagai perjanjian formal, misalnya perjanjian perdamaian, perjanjian penghibahan, dan perjanjian pertanggungan. Asas konsensualisme disimpulkan dari Pasal 1320 KUH Perdata.

2.    Asas kepercayaan
Asas kepercayaan (vertrouwensbeginsel), yaitu suatu asas yang menyatakan bahwa seseoarang yang mengadakan perjanjian dengan pihaklain menumbuhkan kepercayaan di antara kedua pihak bahwa satu sama lain akan memegang janjinya atau melaksanakan prestasinya masing-masing.

3.    Asas kekuatan mengikat
Asas kekuatan mengikat mengatur bahwa para pihak pada suatu perjanjian tidak semata-mata terikat pada apa yang diperjanjikan dalam perjanjian, akan tetapi juga terhadap beberapa unsur lain sepanjang dikehendaki oleh kebiasaan, kepatutan, serta moral.

4.    Asas persamaan hukum
Asas persamaan hukum menempatkan para pihak di dalam persamaan derajat, tidak ada perbedaan yang menyangkut perbedaan kulit, bangsa, kekayaan, kekuasaan dan jabatan.

5.    Asas keseimbangan
Asas ini merupakan lanjutan dari asas persamaan hukum. Kreditur atau pelaku usaha mempunyai kekuatan untuk menuntut prestasi dan jika diperlukan dapat menuntut pelunasan prestasi melalui kekayaan debitur, namun kreditur memikul pula beban untuk melaksanakan perjanjian itudengan itikad baik. Di sini terlihat bahwa kedudukan kreditur yang kuat diimbangi dengan kewajibannya untuk memperhatikan itikad baik, sehingga kedudukan kreditur dan debitur menjadi seimbang.

6.    Asas kepastian hukum
Perjanjian merupakan suatu figur hukum sehingga harus mengandung kepastian hukum. Asas kepastian hukum disebut juga asas pacta sunt servanda. Asas pacta sunt servanda merupakan asas dalam perjanjian yang berhubungan dengan daya mengikat suatu perjanjian. Perjanjian yang dibuat secara sah oleh para pihak mengikat bagi mereka yang membuatnya seperti Undang-Undang. Demikian, maka pihak ketiga tidak mendapatkan keuntungan karena perbuatan hukum para pihak, kecuali apabila perjanjian tersebut memang ditujukan untuk kepentingan pihak ketiga. Maksud dari asas pacta sunt servanda ini dalam suatu perjanjian tidak lain adalah untuk memberikan kepastian hukum bagi para pihak yang telah membuat perjanjian, karena dengan asas ini maka perjanjian yang dibuat oleh para pihak mengikat sebagai Undang-Undang bagi para pihak yang membuatnya.

7.    Asas moral
Asas moral terlihat pada perikatan wajar, dimana suatu perbuatan sukarela dari seseorang tidak menimbulkan hak baginya untuk menggugat kontra prestasi dari pihak debitur. Asas moral terlihat pula dari zaakwarneming, dimana seseorang yang melakukan perbuatan suka rela (moral) mempunyai kewajiban untuk meneruskan dan menyelesaikan perbuatannya. Asas ini dapat disimpulkan dari Pasal 1339 KUHPerdata.

8.     Asas kepatutan
Asas kepatutan berkaitan dengan isi perjanjian, dimana perjanjian tersebut juga mengikat untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan atau Undang-Undang. Asas kepatutan dapat disimpulkan dari Pasal 1339 KUHPerdata.

9.    Asas kebiasaan
Asas kebiasaan menyatakan bahwa hal-hal yang menurut kebiasaan secara diam-diam selamanya dianggap diperjanjikan. Asas ini tersimpul dari Pasal 1339 juncto 1347 KUHPerdata. 


Mariam Darus Badrulzaman. 2013. Kompilasi Hukum Perikatan. Bandung : Citra Aditya Bakti.

Selasa, Juli 07, 2020

CONTOH KONTRAK INTERNASIONAL BERDASARKAN ANATOMI

Anatomi Kontrak Internasional

A.  JUDUL (HEADING)

PERJANJIAN KERJASAMA OPERASIONAL .......................................

  B.  PEMBUKAAN (OPENING)

Perjanjian ini dibuat pada hari ……., tanggal ….., bulan ................, tahun xxxx (xx.x xxx xxxx)
di ..........., telah ditanda tangani sebuah perjanjian kerjasama Operasional .......................... :

C. KOMPARISI PARA PIHAK (PARTIES)

1. NAMA: ................ 
ALAMAT: .....................................
Dalam hal ini bertindak untuk atas nama PT. ............................ dan selanjutnya disebut PIHAK PERTAMA.N
2. NAMA: ...................(Pihak Asing)
ALAMAT: .................
Dalam hal ini bertindak untuk atas nama PT. .......................... dan selanjutnya disebut PIHAK KEDUA.

D.      PREMISE (RECITALS) DASAR / PERTIMBANGAN

PIHAK PERTAMA dan PIHAK KEDUA dengan itikad baik dengan ini menyatakan telah sepakat untuk mengadakan ikatan dalam bentuk Perjanjian Kerjasama Operasional ................., berlokasi di .................... Nomer Ijin Usaha ................. dengan ketentuan dan syarat-syarat sebagai berikut :

E.  ISI PERJANJIAN KETENTUAN DAN PERSYARATAN (Terms and Conditions)

PASAL 1
KEPUTUSAN ............
PARA PIHAK SEPAKAT, bahwa kerjasama Operasional .................... ini adalah mencakup keseluruhan area yang dijelaskan dalam koordinat wilayah sebagai berikut :
BUJUR TIMUR LINTANG SELATAN
...............................
...............................
..............................
Luas Area ................... adalah xxx Ha  (xxxxxxxxxxxxxxxxxxxx)

PASAL 2
PELAKSANAAN OPERASIONAL ............
Pelaksanaan Kerjasama Operasional ................. ini, akan dilaksanakan oleh PIHAK KEDUA pada saat x (xxxxx) hari setelah surat ini ditanda tangani dan masing-masing Pihak telah melaksanakan kewajibannya yang tercantum dalam Perjanjian ini.
PIHAK PERTAMA berkewajiban membantu mengkordinir kepada pejabat pemerintah, dalam hal ini ................demi kelancaran Operasional .............. pada wilayah yang dilakukan oleh PIHAK KEDUA.

PASAL 3
BIAYA ................ PIHAK PERTAMA menyampaikan perincian kewajiban pembayaran kepada PIHAK KEDUA, yang wajib dilaksanakan pembayaran oleh PIHAK KEDUA kepada PIHAK PERTAMA, dari hasil .................yang di produksi dari ............... milik PIHAK PERTAMA.
Adapun perincian biaya sebagai berikut :
1. Biaya Hasil ..............(Fee ........)sebesar : Rp. xx (xxxxxxxx)
2. Biaya Jasa ........... (Fee ..........) sebesar: Rp. xxx (xxxxxxxxxxxxxxxx)
3. Distribusi ............. (Fee ............), sebesar : Rp. xxx (xxxxxxxxxxxxxxxx)

PIHAK PERTAMA wajib dan bertanggung jawab mengalokasikan (menyerahkan) biaya tersebut kepada masing-masing Pihak yang berhak menerima, untuk kelancaran Operasional ....................... yang dilakukan PIHAK KEDUA.

PASAL 4
JAMINAN PEKERJAAN
Dalam hal ini PIHAK PERTAMA mewajibkan kepada PIHAK KEDUA untuk memberikan Biaya jaminan pekerjaan dimuka sebesar Rp. xxxx (xxxxx), setelah pelaksanaan penandatanganan kontrak kerjasama operasional ............. ini.
Biaya Jaminan Pekerjaan tersebut diperhitungkan dengan hasil produksi............. PIHAK KEDUA sesuai nominal dengan Fee ........., Fee ......... dan Fee ........ (sesuai Pasal 3).
Serta akan diperhitungkan dari rekapitulasi hasil produksi ........... yang dilakukan PIHAK KEDUA kepada PIHAK  PERTAMA, pada .......... di .......... yang ditentukan oleh PIHAK KEDUA, disertai surat kirim resmi yang dikeluarkan oleh PIHAK PERTAMA untuk pengiriman ...........

PASAL 5
JASA ............
1. PARA PIHAK sepakat, bahwa pemakaian dan penentuan Jasa ......... disesuaikan atas permintaan dari korespondensi Pembeli dari PIHAK KEDUA. PIHAK PERTAMA berhak dan wajib memberikan surat kirim dan dukungan pengurusan Surat ............. atas pengiriman ............ tersebut.
2. PIHAK PERTAMA dalam hal ini juga sebagai pemilik ......... atas nama PT. ............., berlokasi di ..
Apabila PIHAK KEDUA menentukan memakai Jasa ...... milik PIHAK PERTAMA, maka KEDUA BELAH PIHAK sepakat dan menyetujui Biaya Jasa ... adalah sebesar Rp. xxxx (xxxx), dikalikan jumlah ..... yang dikirim dari ..............
Biaya tersebut meliputi perincian jasa sebagai berikut :
a. Penumpukan Batu bara selama xx (xxxxx) hari, terhitung dari tanggal  surat perjanjian ................. yang nantinya dibuat dan ditandatangani.
b. Pemakaian fasilitas ........pada ..........
c. Dukungan proses pemuatan .........., berupa ............... Serta sumber daya manusia guna kelancaran proses pengiriman. Sistem pembayaran jasa .......... milik PIHAK PERTAMA oleh PIHAK KEDUA, adalah :
a. Sebesar xx% (xx persen), pada saat Penandatanganan kontrak pemakaian  jasa ............
b. Sebesar xx% (xx persen) atau pelunasan, dilaksanakan setelah FINAL  DRAFT untuk b..... diatas ..... selesai dilaksanakan oleh ................ yang ditunjuk oleh korespondensi pembeli  PIHAK KEDUA.

PASAL 6
HAK DAN KEWAJIBAN  PARA PIHAK
1. PIHAK PERTAMA menjamin bahwa Ijin Usaha ............ Kode Wilayah : ......, atas nama PT. ..... adalah benar miliknya dengan sebenarnya, menjamin bahwa keseluruhan dari Legalitas Perijinan ........ yang dikerjasamakan kepada PIHAK KEDUA, tidak ada permasalahan apapun terhadap Perundang-undangan dan Peraturan Pemerintah Dinas ......., baik Pemerintah Daerah di ..... serta Pemerintahan Pusat Republik Indonesia.
2. PIHAK PERTAMA menjamin bahwa Tidak ada ikatan apapun terhadap PIHAK KETIGA yang menyangkut wilayah pertambangan yang ditawarkan untuk dikerjasamakan kepada PIHAKKEDUA.
3. PIHAK PERTAMA menanggung segala sesuatu hal kerugian kepada PIHAK KEDUA,apabila melakukan kelalaian pada Pasal 5, ayat 1 dan 2, dan menyatakan PIHAK KEDUA bebas dari segala urusan kepolisian serta hukum pengadilan.
4. PIHAK KEDUA menyatakan dengan sebenarnya, bahwa bidang usaha yang dijalani memiliki perijinan dalam ........ dan merupakan perusahaan yang terdaftar resmi sesuai Perundangan yang berlaku di Negara Republik Indonesia.
5. PIHAK KEDUA berkewajiban melakukan aktifitas tekhnik ...... yang sesuai dengan undang-undang dan peraturan .......... dan melakukan kewajiban yang tercantum dalam Perjanjian antara PIHAK PERTAMA dan PIHAK KEDUA.
6. PARA PIHAK sepakat, bahwa Perjanjian ini akan tetap mengikat selama kerjasama Operasional ....... ini berjalan baik.  PIHAK PERTAMA dilarang keras menawarkan lokasi ........... yang disebutkan pada kontrak perjanjian ini, khususnya tersebut dalam pasal 1, kepada pihak lain (Pihak KETIGA) sampai dengan adanya surat tertulis dari PIHAK KEDUA mengenai Pembatalan kerjasama Operasional ......... ini.

PASAL 7
PENYELESAIAN PERSELISIHAN
Dalam pelaksanaan Perjanjian kerjasama ini, apabila terjadi permasalahan hingga terjadi perselisihan mengenai Hak dan kewajiban masing-masing pihak, PARA PIHAK sepakat menyelesaikan dengan Itikad Baik secara Musyawarah kekeluargaan untuk mufakat. Dalam proses penyelesaian secara musyawarah tidak menemukan penyelesaian yang baik, PARAPIHAK sepakat menyelesaikan dengan proses kepolisian serta Hukum di Pengadilan Negeri  ............

PASAL 8
MASA BERLAKU PERJANJIAN Perjanjian ini berlaku pada saat penandatanganan dilaksanakan KEDUA BELAH PIHAK dan PARA PIHAK menjalankan dengan baik atas kewajiban-kewajiban dalam perjanjian ini. Demikian surat perjanjian kerjasama operasional ........ ini dibuat dengan sebenarnya berdasarkan itikad baik kedua belah pihak.

F.       PENUTUP
Surat perjanjian ini dibuat merupakan alat bukti yang dapat dipergunakan di kemudian hari jika terjadi sengketa / konflik.

G. TANDA TANGAN

tempat,  tanggal bulan tahun
Hormat kami

G. 1 SAKSI - SAKSI

PIHAK PERTAMA                                                                                         PIHAK KEDUA

Saksi-Saksi:

G. 2 LAMPIRAN
Ada/tidak ada

Kamis, Juli 02, 2020

NGOPI SAMBIL BACA TENTANG AKIBAT DAN BERKAHIRNYA SUATU PERJANJIAN YANG DIBUAT


Akibat Perjanjian

Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata, yang menyatakan bahwa semua kontrak (perjanjian) yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi merekayang membuatnya.Dari Pasal ini dapat disimpulkan adanya asas kebebasan berkontrak, akan tetapi kebebasan ini dibatasi oleh hukum yang sifatnya memaksa, sehingga para pihak yang membuat perjanjian harus menaati hukum yang sifatnya memaksa. 

Suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu. Perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan didalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian, diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan atau undang-undang.Suatu perjanjian tidak diperbolehkan membawa kerugian kepada pihak ketiga.

Berakhirnya Perjanjian

Perjanjian berakhir karena :
a. ditentukan oleh para pihak berlaku untuk waktu tertentu;
b. undang-undang menentukan batas berlakunya perjanjian;
c. para pihak atau undang-undang menentukan bahwa dengan terjadinya peristiwa
d. tertentu maka persetujuan akan hapus;

Peristiwa tertentu yang dimaksud adalah keadaan memaksa (overmacht) yang diatur dalam Pasal 1244 dan 1245 KUH Perdata. Keadaan memaksa adalah suatu keadaan dimana debitur tidak dapat melakukan prestasinya kepada kreditur yang disebabkan adanya kejadian yang berada di luar kekuasaannya, misalnya karena adanya gempa 
bumi, banjir, lahar dan lain-lain. Keadaan memaksa dapat dibagi menjadi dua macam yaitu :
=>keadaan memaksa absolut adalah suatu keadaan di mana debitur sama sekali tidak dapat memenuhi perutangannya kepada kreditur, oleh karena adanya gempa bumi, banjir bandang, dan adanya lahar (force majeur). Akibat keadaan memaksa absolut (force majeur) :
a. debitur tidak perlu membayar ganti rugi (Pasal 1244 KUH Perdata);
b. kreditur tidak berhak atas pemenuhan prestasi, tetapi sekaligus demi hukum bebas 
dari kewajibannya untuk menyerahkan kontra prestasi, kecuali untuk yang disebut 
dalam Pasal 1460 KUH Perdata.

=>keadaan memaksa yang relatif adalah suatu keadaan yang menyebabkan debitur masih mungkin untuk melaksanakan prestasinya, tetapi pelaksanaan prestasi itu harus dilakukan dengan memberikan korban besar yang tidak seimbang atau 
menggunakan kekuatan jiwa yang di luar kemampuan manusia atau kemungkinan tertimpa bahaya kerugian yang sangat besar. Keadaan memaksa ini tidak mengakibatkan beban resiko apapun, hanya masalah waktu pelaksanaan hak dan kewajiban kreditur dan debitur.

pernyataan menghentikan persetujuan (opzegging) yang dapat dilakukan oleh kedua belah pihak atau oleh salah satu pihak pada perjanjian yang bersifat sementara misalnya perjanjian kerja; putusan hakim;tujuan perjanjian telah tercapai; dengan persetujuan para pihak (herroeping).

Selasa, Juni 23, 2020

AKTA NOTARIS SAPUJAGAT

AKTA NOTARIS SAPUJAGAT
 ada satu kasus akta, yang isinya beberapa tindakkan hukum yang berbeda.
Misalnya : Aktanya Perjanjian Kawin, tapi isinya :
1. Pembagian Harta Bersama Jika Bercerai.
2. Perwalian Untuk Anaknya.
3. Pembagian Warisan Jika Nanti Ortunya Meninggal.
Kalau akta seperti itu sangat wajar dipermasalahkan oleh para pihak, karena signifikasi tindakkan hukum dan akibat hukumnya berbeda. Mari untuk saling mengingatkan.

• Dalam praktek Notaris ada istilah yang mungkin sama dan sebangun seperti : CONTRA LETTER, NOMINEE/SCHIJNHANDELING/ PINJAM NAMA, SIMULASI, PERJANJIAN PURA-PURA. 

• CONTRA LETTER = Persetujuan lebih lanjut dalam suatu akta tersendiri, yang bertentangan-dengan akta asli, hanya memberikan bukti di antara pihak yang turut-serta dan para ahli warisnya atau orang-orang yang mendapatkan hak dari mereka, dan tidak dapat berlaku terhadap pihak ketiga (Pasal 1873 KUHPerdata)

• Contra Letter merupakan tindakkan yang disebutkan dalam akta yang bertentangan (kontradiksi) dengan yang sebelumnya, yang kemudian di”back up” dengan kalimat misalnya “jika pernah dibuat akta yang sebelumnya bermaksud dan tujuan sama atau mempunyai kemiripan, maka yang akan dipergunakan dan mengikat para pihak adalah akta yang terakhir ini yang dibuat”.

• Kekuatan pembuktian akta contra letter telah memenuhi syarat sebagai akta otentik didalam suatu proses pengadilan, namun karena ada penyimpangan isinya terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku membuat kekuatannya harus dikembalikan pada pertimbangan hakim. Dan notaris sebagai pembuat akta contra letter tidak dapat dituntut tanggunggugatnya terhadap pembuatan akta contra letter tersebut. Namun keterlibatannya dalam pembuatan akta contra letter tersebut sangatlah diperlukan yaitu untuk memberikan nasihat hukum dan bantuan hukum dan disarankan agar tidak dibuat.

• Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia Reg. 2510 K/Pdt/1991 tanggal 8 April 1993 disebutkan “Seseorang Notaris yang membuat akta authentic secara pura-pura (proforma) dan materinya tersebut tidak sesuai dengan kenyataan (fakta) yang sebenarnya, bahkan bertentangan dengan kebenaran materiil, maka akta notaris yang dibuat demikian itu adalah tidak sah serta tidak mempunyai kekuatan hukum terhitung sejak akta tersebut diterbitkan”.
• Akta semacam ini bisa dikualifikasikan sebagai  Akta Penyelundupan Hukum atau Simulasi
• Contohnya :
• Dibuat   AJB PPAT, kemudian seketika dibuat juga akta Perjanjian Utang-piutang (artinya belum ada pembayaran, pembeli berutang kepada penjual).
• Dibuat Akta Sewa-Menyewa, karena ingin menghindarkan bayar PPh, pada saat itu juga dibuat akta Pinjam Pakai untuk jangka waktu tertentu.
• Dibuat Akta Perjanjian Utang – Piutang, pada seketika itu juga dibuat akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli dan Kuasa Jual. 

*HBA – INC

Sabtu, April 04, 2020

PERBEDAAN ANTARA PERJANJIAN DENGAN AKTA VAN TRANSPORT

Perjanjian 

1.Merupakan perbuatan yang menimbulkan Hubungan Hukum, atas hak perorangan. Sehingga belum/tidak  menimbulkan pembebanan/ pengalihan hak kebendaan;

2.Dapat dibuat dibawah tangan atau dalam bentuk Akta Otentik;

3.Hak dan Kewajiban Para Pihak sebagai prestasi masih dalam proses pemenuhan/ masih berupa janji-janji, dalam suatu jangka waktu tertentul;

4.Belum berakhir apabila tidak terjadi penyerahan nyata (feitelijk levering) dan/ atau penyerahan yuridis (yuridische levering);

5. Masih rentan terjadi/adanya sanggahan dari  salah satu pihak yang dikenal sebagai Exceptio non adimpleti contractus

Perjanjian Jual Beli, Perjanjian Perdamaian dan
Surat Kuasa Membebankan 

Akta Van Transport

1.Merupakan Peristiwa Hukum yang membebankan atau mengalihkan hak kebendaan;

2.Dibuat dalam bentuk Akta autentik yang dibuat dihadapan Pejabat Umum yang berwenang (pemenuhan unsur terang);

3.Hak dan Kewajiban sebagai prestasi Para Pihak telah terpenuhi secara riil, terang dan tunai;

4.Tidak dapat disanggah lagi pemenuhan kewajiban masing-masing pihak, karena telah divalidasi oleh Pejabat Umum, sebagaimana sifat Akta autentik sebagai bukti terkuat dan terpenuh, secara lahiriah, formil maupun materil, selama belum dapat dibuktikan sebaliknya;

5.Telah terjadi pembebanan/pengalihan hak kebendaan, atau merupakan bentuk penyerahan yuridis.

Akta Jual Beli, Akta Perdamaian dan Akta Pembebanan/ Jaminan

*dari berbagai sumber

Minggu, Oktober 27, 2019

Apa bedanya antara Perjanjian dengan Transaksi

google.com/foto
Pertanyaan tsb sudah muncul dalam Ujian Skripsi Mahasiswa Hukum S1 zaman now, mengingat istilah transaksi (pengaruh common law) sudah hidup dan lazim terjadi dimasyarakat. Disamping itu antara pengikut continental law dengan common law, sudah saling mendambakannya. Sehingga Bapak Pembangunan Hukum Indonesia (Prof. Mochtar Kusumaatmadja), memfasilitasi aliran common law sepanjang tidak bertentangan.

Istilah "Transaksi" dalam aliran hukum continental law sebenarnya adalah Akta van Transport yang bersifat Riil, Terang & Tunai sehingga umumnya dibuat dalam bentuk Akta Otentik untuk memenuhi syarat Terang, sekaligus memvalidasi bahwa perikatan tersebut memang telah Tunai & Riil.

Pertanyaan pada Ujian Tesis Mahasiswa S2 Hukum, lebih tajam lagi, apa akibat hukumnya apabila Transaksi tidak dilakukan dihadapan Pejabat Umum?

Dengan demikian pertanyaan hukumnya menjadi apa akibat hukumnya apabila Transaksi Jual Beli atau Pembebanan Hak, tidak dilakukan  dihadapan Pejabat Umum Notaris-PPAT.

Sebagaimana pengecualian yang telah dimasukan dalam RUU Fidusia yaitu "terhadap Benda tertentu yang terdaftar dan berharga rendah, Akta Pembebanannya cukup dibuat dibawah tangan".

Maksud hati sipembuat UU adalah sekedar menghilangkan unsur "terangnya" saja, namun tidak menyadari siapa yang akan memvalidasi terpenuhinya unsur Riil & Tunai.

Filosofi dibuatnya dihadapan/oleh Pejabat Umum Notaris-PPAT agar menjadi Akta Otentik, sehingga pembuktian secara lahiriah, formil dan materil tidak dapat dibantah lagi.

Jual Beli maupun Pembebanan yang tidak dibuat dihadapan Pejabat Umum, tetap sah sepanjang memenuhi Syarat sahnya perikatan, namun pastinya masih "rentan" untuk dibantah oleh salah satu pihak. Oleh karenanya yang menyangkut Hak Kebendaan khususnya tanah, tidak dapat didaftarkan berdasarkan suatu Perjanjian, harus berkualitast sebagai Akta van Transport, karena itulah Perjanjian atau janji2x dikatakan "tidak atau belum" mengalihkan suatu hak Kebendaan.

Tulisan dari Nico Indra Sakti

Selasa, Februari 12, 2019

Apa yang di syaratkan untuk sahnya suatu perjanjian ?

Pasal 1320 KUHPerdata sahnya perjanjian mewajibkan 4 syarat, antara lain :

1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya.

sepakat juga dinamakan perizinan, dimaksudkan bahwa kedua subjek yang mengadakan perjanjian harus bersepakat, setuju atau seia-sekata mengenai hal-hal pokok dari perjanjian yang diadakan. Menghendaki sesuatu yang sama secara timbal-balik, misal : si penjual mengingini sejumlah uang, sedang si pembeli mengingini sesuatu barang dari si penjual.

2. Cakap untuk membuat suatu perjanjian.

Orang yang membuat suatu perjanjian harus cakap menurut hukum. Asasnya, setiap orang yang sudah dewasa atau akilbaliq dan sehat pikirannya ialah cakap menurut hukum.

Pasal 1330 KUHPerdata, menyebutkan orang-orang yang tidak cakap untuk membuat suatu perjanjian :

  1. Orang-orang yang belum dewasa;
  2. Mereka yang ditaruh di bawah pengampuan;
  3. Orang perumpuan dalam hal-hal yang ditetapkan Undang-Undang dan semua orang kepada siapa Undang-Undang telah melarang membuat perjanjian-perjanjian tertentu.
Sudut rasa keadilan, seorang yang membuat suatu perjanjian dan nantinya akan terikat oleh perjanjian itu, mempunyai cukup kemampuan untuk menginsyafi benar-benar akan tanggung-jawab yang dipikulnya dengan perbuatan. Sudut ketertiban hukum, seorang yang membuat suatu perjanjian itu berarti mempetaruhkan kekayaanya, maka orang tersebut haruslah seorang yang sungguh-sungguh berhak bebas berbuat dengan harta kekayaannya.


Orang yang tidak sehat pikirnanya tidak mampu menginsyafi tanggung jawab yang dipikul oleh seorang yang mengadakan suatu perjanjian. Orang yang ditaruh di bawah pengampuan, menurut hukum tidak dapat berbuat bebas dengan harta kekayaannya. Berada di bawah pengawasan pengampuan. Kedudukanya sama dengan seorang anak yang belum dewasa. Jika seorang anak belum dewasa harus diwakili oleh orang tua atau walinya maka seseorang dewasa yang telah ditaruh di bawah pengampuan harus diwakili oleh pengampu atau kuratornya.

Pasal 108 KUHPerdata menyebutkan, seorang perempuan yang bersuami untuk mengadakan suatu perjanjian memerlukan bantuan atau izin (kuasa tertulis) dari suaminya.

Ketidakcakapan seorang perempuan yang bersuami pada KUHPerdata, ada hubungan dengan sistem yang dianut dalam Hukum Perdata Barat (negeri Belanda) yang menyerahkan kepimpinan dalam keluarga itu kepada sang suami. Kekuasaaan suami sebagai pimpinan keluarga, dinamakan maritale macht  (berasal daro perkataan Perancis mari yang berarti suami). Oleh karena itu ketentuan tentang ketidakcakapan seorang perempuan yang bersuami itu di negeri Belanda sendiri sudah dicabut karena dianggap tidak sesuai lagi dengan kemajuan zaman.

Praktek notaris sekarang sudah dimulai mengizinkan seorang istri, yang tunduk kepada Hukum Perdata Barat membaut suatu perjanjian dihadapannya, tanpa bantuan suaminya. Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) no. 3/1963 tanggal 4 Agustus 1963 kepada Ketua Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi di seluruh Indonesia ternyata bahwa Mahakamah Agung menganggap pasal-pasal 108 dan Pasal 110 KUHPerdata tentang wewenang seorang istri untuk melakukan perbuatan hukum dan untuk menghadap di depan pengadilan tanpa izin atau bantuan dari suaminya, sudah tidak berlaku lagi.

3. Mengenai suatu hal tertentu.

Bahwa perjanjian harus mengenai suatu hal tertentu, artinya apa yang diperjanjiakan hak-hak dan kewajiban kedua belah pihak jika timbul suatu perselisihan. Barang yang dimaksudkan dalam perjanjian paling sedikit harus ditentukan jenisnya. Bahwa barang itu sudah ada atau sudah berada di tangannya si berutang pada waktu perjanjian dibuat, tidak diharuskan oleh Undang-Undang. Juga jumlahnya tidak perlu disebutkan asal saja kemudian dapat dihitung atau ditetapkan.

4. Suatu sebab yang halal.

Sebab (bahasa Belanda oorzaak, bahasa latin causa) dimaksudkan tiada lain dari pada isi perjanjian Bahwa sebab itu adalah sesuatu yang menyebabkan seseorang membuat perjanjian yang termaksud. Bukan itu yang dimaksudkan oleh Undang-Undang dengan sebab yang halal itu. Sesuatu yang menyebabkan seorang membuat suatu perjanjian atau dorongan jiwa untuk membuat suatu perjanjian pada asasnya tidak diperdulikan oleh Undang-Undang. Hukum pada asasnya tidak menghiraukan apa yang berada dalam gagasan seorang atau apa yang dicita-citakan seorang. Perhatian Hukum atau Undang-Undang  hanyalah tindakan orang-orang dalam masyarakat. Jadi sebab atau causa dari suatu perjanjian adalah isi perjanjian itu sendiri. 

Syarat 1 dan 2 dinamakan syarat-syarat subyektif, jika syarat itu tidak dipenuhi, perjanjian bukan batal demi hukum, tetapi salah satu pihak mempunyai hak untuk meminta supaya perjanjian itu dibatalkan.  Pihak yang dapat meminta pembatalan itu, adalah pihak tidak cakap atau pihak yang memberikan sepakatnya (perizinannya) secara tidak bebas. Jadi, perjanjian yang telah dibuat itu mengikat juga, selama tidak dibatalkan (oleh hakim) atas permintaan pihak yang berhak meminta pembatalan. Jadi perjanjian suatu itu tidaklah pasti dan tergantung pada kesediaan suatu pihak untuk mentaatinya. Perjanjian yang demikian dinamakan voidable (bahasa inggris) atau vernietigbaar (bahasa Belanda)

Syarat 3 dan 4 dinamakan syarat obyektif, jika syarat ini tidak dipenuhi, perjanjian batal demi hukum, artinya semua tidak pernah dilahirkan suatu perjanjian dan tidak pernah ada suatu perikatan. Tujuan para pihak yang mengadakan perjanjian tersebut untuk melahirkan suatu perikatan hukum adalah gagal. Dengan demikian, maka tiada dasar untuk saling menuntut di depan Hakim. Dalam Bahasa Inggris dikatakan bahwa perjanjian yang demikian itu null and void.

sumber :

Subekti. 2005. Hukum Perjanjian. Intermasa : Jakarta.

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata)

Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) no. 3/1963, tanggal 4 Agustus 1963

Jumat, Februari 08, 2019

Hubungan antara Perikatan dan Perjanjian

Perikatan adalah perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu. Misalnya : pihak yang menerima atau yang berhak menuntut sesuatu, dinamakan kreditur, sedangkan pihak yang berkewajiban memenuhi tuntutan dinamakan debitur atau si berutang. Perhubungan antara dua orang atau dua pihak tersebut adalah hubungan hukum yang berarti bahwa hak si berpiutang itu dijamin oleh hukum atau Undang-Undang. Jika terjadi tuntutan, si berpiutang dapat menuntut di depan hakim.

Perjanjian adalah suatu peristiwa di mana seorang berjanji kepada orang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. Hal yang menimbulkan suatu hubungan antara dua orang tersebut dinamakan perikatan. Perjanjian itu menerbitkan suatu perikatan antara dua orang yang membuatnya. Bentuknya, perjanjian adalah suatu rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis.

Hubungan antara perikatan dan perjanjian adalah bahwa perjanjian itu menerbitkan perikatan. Perjanjian adalah sumber perikatan, di sampingnya dari sumber-sumber lain. Perjanjian juga dinamakan persetujuan, karena dua pihak itu setuju untuk melakukan sesuatu. Beda dengan Kontrak, lebih sempit karena ditujukan kepada perjanjian atau persetujuan yang tertulis.

Perjanjian adalah sumber terpenting dalam melahirkan perikatan. Perikatan itu banyak diterbitkan oleh perjanjian, tetapi sebagaimana sudah dikatakan sebelumnya, ada juga sumber-sumber lain yang melahirkan perikatan. Sumber lain itu adalah Undang-Undang. Jadi, ada perikatan yang lahir perjanjian dan ada perikatan yang lahir dari Undang-Undang.

Pasal 625 KUH Perdata menyatakan bahwa suatu perikatan yang lahir dari Undang-Undang semata-mata atau dari undang-undang saja.


Pasal 1354 KUH Perdata, menyatakan bahwa antara dua orang yang melakukan suatu perbuatan yang halal oleh undang-undang ditetapkan beberapa hak dan keajiban yang harus mereka indahkan seperti hak dan kewajiban yang timbul dari perjanjian.

Pasal 1359 KUH Perdata, menyatakan bahwa orang yang membayar berhak menuntut kembali, sedangkan orang yang menerima pembayaran berkewajiban mengembalikan pembayaran itu.

Bahwa perjanjian itu adalah sumber perikatan. Penerapannya, perikatan merupakan suatu pengertian abstrak, sedangkan perjanjian adalah suatu hal yang kongkrit atau suatu peristiwa.

Perikatan yang lahir dari perjanjian, merupakan kendak dua orang atau dua pihak yang membuat suatu perjanjian, sedangkan perikatan yang lahir dari undang-undang diadakan oleh undang-undang di luar kemauan para pihak yang bersangkutan. Jika dua orang mengadakan suatu perjanjian, maka berlaku antara mereka suatu perikatan hukum, telah terikat oleh janji yang mereka berikan.

sumber :

Subekti. 2005. Hukum Perjanjian. PT. Intermasa : Jakarta.

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata)


Postingan terakhir

PENGECEKAN SERTIPIKAT KE BPN kah?

google.com/foto Ya, Ke BPN  Betul ke BPN. Yakin betul ke BPN? Kemana kalau PPAT akan melakukan pengecekan sertipikat hak atas ta...