AGENDA WEBINAR INC : PERJANJIAN KAWIN DALAM PERNIKAHAN SIRI, PENGAWASAN PEMBINAAN TERHADAP NOTARIS DALAM PRAKTEK, BOLEHKAH PARA PENGHADAP MENENTUKAN SENDIRI KLAUSUL SYARAT BATAL DALAM AKTA?
Tempat literasi berbagi ilmu pengetahuan dan pengalaman dalam catatan io ini. Mohon maaf, karena banyak kekurangan dan jika kekeliruan.
Translate
Tampilkan postingan dengan label perjanjian. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label perjanjian. Tampilkan semua postingan
Sabtu, Agustus 29, 2020
AGENDA WEBINAR INC : PERJANJIAN KAWIN DALAM PERNIKAHAN SIRI, PENGAWASAN PEMBINAAN TERHADAP NOTARIS DALAM PRAKTEK, BOLEHKAH PARA PENGHADAP MENENTUKAN SENDIRI KLAUSUL SYARAT BATAL DALAM AKTA?
Label:
Akta Notaris,
Notaris,
perjanjian
-Alumni Sarjana Fakultas Hukum Universitas Andalas
-Alumni Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
Rabu, Juli 08, 2020
Asas-asas dalam Hukum Perjanjian
1. Asas konsensualisme
Asas
konsensualisme memberikan batasan bahwa suatu perjanjian terjadi sejak
tercapainya kata sepakat antara pihak-pihak, dengan kata lain perjanjian itu
sudah sah dan membuat akibat hukum sejak saat tercapainya kata sepakat antara
pihak-pihak mengenai pokok perjanjian. Asas ini dapat disimpulkan bahwa
perjanjian dapat dibuat secara lisan atau dapat pula dibuat dalam bentuk
tertulis berupa akta, jika dikehendaki sebagai alat bukti, kecuali untuk
perjanjian-perjanjian tertentu yang harus dibuat secara tertulis sebagai
formalitas yang harus dipenuhisebagai perjanjian formal, misalnya perjanjian
perdamaian, perjanjian penghibahan, dan perjanjian pertanggungan. Asas
konsensualisme disimpulkan dari Pasal 1320 KUH Perdata.
2.
Asas kepercayaan
Asas kepercayaan
(vertrouwensbeginsel), yaitu suatu asas yang menyatakan bahwa seseoarang
yang mengadakan perjanjian dengan pihaklain menumbuhkan kepercayaan di antara
kedua pihak bahwa satu sama lain akan memegang janjinya atau melaksanakan
prestasinya masing-masing.
3.
Asas kekuatan mengikat
Asas kekuatan
mengikat mengatur bahwa para pihak pada suatu perjanjian tidak semata-mata
terikat pada apa yang diperjanjikan dalam perjanjian, akan tetapi juga terhadap
beberapa unsur lain sepanjang dikehendaki oleh kebiasaan, kepatutan, serta
moral.
4.
Asas persamaan hukum
Asas persamaan
hukum menempatkan para pihak di dalam persamaan derajat, tidak ada perbedaan
yang menyangkut perbedaan kulit, bangsa, kekayaan, kekuasaan dan jabatan.
5.
Asas keseimbangan
Asas ini
merupakan lanjutan dari asas persamaan hukum. Kreditur atau pelaku usaha
mempunyai kekuatan untuk menuntut prestasi dan jika diperlukan dapat menuntut
pelunasan prestasi melalui kekayaan debitur, namun kreditur memikul pula beban
untuk melaksanakan perjanjian itudengan itikad baik. Di sini terlihat bahwa
kedudukan kreditur yang kuat diimbangi dengan kewajibannya untuk memperhatikan
itikad baik, sehingga kedudukan kreditur dan debitur menjadi seimbang.
6.
Asas kepastian hukum
Perjanjian
merupakan suatu figur hukum sehingga harus mengandung kepastian hukum. Asas
kepastian hukum disebut juga asas pacta sunt servanda. Asas pacta
sunt servanda merupakan asas dalam perjanjian yang berhubungan dengan daya
mengikat suatu perjanjian. Perjanjian yang dibuat secara sah oleh para pihak
mengikat bagi mereka yang membuatnya seperti Undang-Undang. Demikian, maka
pihak ketiga tidak mendapatkan keuntungan karena perbuatan hukum para pihak,
kecuali apabila perjanjian tersebut memang ditujukan untuk kepentingan pihak
ketiga. Maksud dari asas pacta sunt servanda ini dalam suatu perjanjian
tidak lain adalah untuk memberikan kepastian hukum bagi para pihak yang telah
membuat perjanjian, karena dengan asas ini maka perjanjian yang dibuat oleh
para pihak mengikat sebagai Undang-Undang bagi para pihak yang membuatnya.
7.
Asas moral
Asas moral
terlihat pada perikatan wajar, dimana suatu perbuatan sukarela dari seseorang
tidak menimbulkan hak baginya untuk menggugat kontra prestasi dari pihak
debitur. Asas moral terlihat pula dari zaakwarneming, dimana seseorang
yang melakukan perbuatan suka rela (moral) mempunyai kewajiban untuk meneruskan
dan menyelesaikan perbuatannya. Asas ini dapat disimpulkan dari Pasal 1339
KUHPerdata.
8.
Asas
kepatutan
Asas kepatutan
berkaitan dengan isi perjanjian, dimana perjanjian tersebut juga mengikat untuk
segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian diharuskan oleh kepatutan,
kebiasaan atau Undang-Undang. Asas kepatutan dapat disimpulkan dari Pasal 1339
KUHPerdata.
9.
Asas kebiasaan
Asas kebiasaan
menyatakan bahwa hal-hal yang menurut kebiasaan secara diam-diam selamanya
dianggap diperjanjikan. Asas ini tersimpul dari Pasal 1339 juncto 1347 KUHPerdata.
Mariam Darus Badrulzaman. 2013. Kompilasi Hukum Perikatan. Bandung : Citra Aditya
Bakti.
-Alumni Sarjana Fakultas Hukum Universitas Andalas
-Alumni Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
Selasa, Juli 07, 2020
CONTOH KONTRAK INTERNASIONAL BERDASARKAN ANATOMI
Anatomi Kontrak Internasional
A. JUDUL (HEADING)
A. JUDUL (HEADING)
PERJANJIAN
KERJASAMA OPERASIONAL .......................................
B. PEMBUKAAN
(OPENING)
Perjanjian
ini dibuat pada hari ……., tanggal ….., bulan ................, tahun xxxx (xx.x xxx xxxx)
di ..........., telah
ditanda tangani sebuah perjanjian kerjasama Operasional .......................... :
C. KOMPARISI PARA PIHAK
(PARTIES)
1.
NAMA: ................
ALAMAT:
.....................................
Dalam
hal ini bertindak untuk atas nama PT. ............................ dan selanjutnya disebut PIHAK PERTAMA.N
2.
NAMA: ...................(Pihak Asing)
ALAMAT:
.................
Dalam
hal ini bertindak untuk atas nama PT. .......................... dan selanjutnya disebut PIHAK
KEDUA.
D.
PREMISE (RECITALS) DASAR / PERTIMBANGAN
PIHAK PERTAMA dan PIHAK KEDUA
dengan itikad baik dengan ini menyatakan telah sepakat untuk mengadakan ikatan
dalam bentuk Perjanjian Kerjasama Operasional ................., berlokasi di
.................... Nomer Ijin
Usaha ................. dengan ketentuan dan syarat-syarat sebagai
berikut :
E. ISI
PERJANJIAN KETENTUAN DAN PERSYARATAN (Terms and Conditions)
PASAL
1
KEPUTUSAN
............
PARA
PIHAK SEPAKAT, bahwa kerjasama Operasional .................... ini adalah mencakup keseluruhan
area yang dijelaskan dalam koordinat wilayah sebagai berikut :
BUJUR
TIMUR LINTANG SELATAN
...............................
...............................
..............................
Luas
Area ................... adalah xxx Ha (xxxxxxxxxxxxxxxxxxxx)
PASAL
2
PELAKSANAAN
OPERASIONAL ............
Pelaksanaan
Kerjasama Operasional ................. ini, akan dilaksanakan oleh PIHAK
KEDUA pada saat x (xxxxx) hari setelah surat ini ditanda tangani dan
masing-masing Pihak telah melaksanakan kewajibannya yang tercantum dalam Perjanjian
ini.
PIHAK
PERTAMA berkewajiban membantu mengkordinir kepada pejabat pemerintah,
dalam hal ini ................demi kelancaran Operasional .............. pada wilayah
yang dilakukan oleh PIHAK KEDUA.
PASAL
3
BIAYA ................ PIHAK PERTAMA menyampaikan
perincian kewajiban pembayaran kepada PIHAK KEDUA, yang wajib dilaksanakan
pembayaran oleh PIHAK KEDUA kepada PIHAK PERTAMA, dari hasil .................yang di produksi dari ............... milik PIHAK PERTAMA.
Adapun perincian
biaya sebagai berikut :
1.
Biaya Hasil ..............(Fee ........)sebesar : Rp. xx (xxxxxxxx)
2.
Biaya Jasa ........... (Fee ..........) sebesar: Rp. xxx (xxxxxxxxxxxxxxxx)
3.
Distribusi ............. (Fee ............), sebesar : Rp. xxx (xxxxxxxxxxxxxxxx)
PIHAK
PERTAMA wajib dan bertanggung jawab mengalokasikan (menyerahkan) biaya tersebut
kepada masing-masing Pihak yang berhak menerima, untuk kelancaran Operasional
....................... yang dilakukan PIHAK KEDUA.
PASAL
4
JAMINAN
PEKERJAAN
Dalam
hal ini PIHAK PERTAMA mewajibkan kepada PIHAK KEDUA untuk memberikan Biaya
jaminan pekerjaan dimuka sebesar Rp. xxxx (xxxxx), setelah
pelaksanaan penandatanganan kontrak kerjasama operasional ............. ini.
Biaya
Jaminan Pekerjaan tersebut diperhitungkan dengan hasil produksi............. PIHAK
KEDUA sesuai nominal dengan Fee ........., Fee ......... dan Fee ........ (sesuai Pasal 3).
Serta
akan diperhitungkan dari rekapitulasi hasil produksi ........... yang
dilakukan PIHAK KEDUA kepada PIHAK PERTAMA,
pada .......... di .......... yang ditentukan oleh PIHAK KEDUA, disertai
surat kirim resmi yang dikeluarkan oleh PIHAK PERTAMA untuk pengiriman ...........
PASAL
5
JASA
............
1.
PARA PIHAK sepakat, bahwa pemakaian dan penentuan Jasa ......... disesuaikan
atas permintaan dari korespondensi Pembeli dari PIHAK KEDUA. PIHAK
PERTAMA berhak dan wajib memberikan surat kirim dan dukungan pengurusan Surat
............. atas pengiriman ............ tersebut.
2.
PIHAK PERTAMA dalam hal ini juga sebagai pemilik ......... atas
nama PT. ............., berlokasi
di ..
Apabila
PIHAK KEDUA menentukan memakai Jasa ...... milik PIHAK PERTAMA,
maka KEDUA BELAH PIHAK sepakat dan menyetujui Biaya Jasa ... adalah
sebesar Rp. xxxx (xxxx), dikalikan jumlah ..... yang dikirim dari ..............
Biaya
tersebut meliputi perincian jasa sebagai berikut :
a.
Penumpukan Batu bara selama xx (xxxxx) hari, terhitung dari tanggal surat perjanjian
................. yang nantinya dibuat dan ditandatangani.
b.
Pemakaian fasilitas ........pada ..........
c.
Dukungan proses pemuatan .........., berupa ............... Serta sumber daya manusia guna kelancaran proses
pengiriman. Sistem pembayaran jasa .......... milik PIHAK PERTAMA oleh PIHAK
KEDUA, adalah :
a.
Sebesar xx% (xx persen), pada saat Penandatanganan kontrak pemakaian jasa ............
b. Sebesar xx% (xx persen) atau pelunasan,
dilaksanakan setelah FINAL DRAFT
untuk b..... diatas ..... selesai dilaksanakan oleh
................ yang ditunjuk oleh korespondensi pembeli PIHAK KEDUA.
PASAL 6
HAK DAN KEWAJIBAN PARA PIHAK
1. PIHAK PERTAMA menjamin bahwa Ijin
Usaha ............ Kode Wilayah : ......, atas nama PT. ..... adalah benar miliknya dengan sebenarnya, menjamin bahwa keseluruhan
dari Legalitas Perijinan ........ yang dikerjasamakan kepada PIHAK KEDUA,
tidak ada permasalahan apapun terhadap Perundang-undangan dan Peraturan Pemerintah
Dinas ......., baik Pemerintah Daerah di ..... serta Pemerintahan Pusat Republik Indonesia.
2. PIHAK PERTAMA menjamin bahwa Tidak ada ikatan
apapun terhadap PIHAK KETIGA yang menyangkut wilayah pertambangan yang
ditawarkan untuk dikerjasamakan kepada PIHAKKEDUA.
3. PIHAK PERTAMA menanggung segala sesuatu hal
kerugian kepada PIHAK KEDUA,apabila melakukan kelalaian pada Pasal 5, ayat 1
dan 2, dan menyatakan PIHAK KEDUA bebas dari segala urusan kepolisian serta
hukum pengadilan.
4. PIHAK KEDUA menyatakan dengan sebenarnya, bahwa
bidang usaha yang dijalani memiliki perijinan dalam ........ dan
merupakan perusahaan yang terdaftar resmi sesuai Perundangan yang berlaku di
Negara Republik Indonesia.
5. PIHAK KEDUA berkewajiban melakukan aktifitas
tekhnik ...... yang sesuai dengan undang-undang dan peraturan .......... dan melakukan kewajiban yang tercantum dalam Perjanjian antara
PIHAK PERTAMA dan PIHAK KEDUA.
6. PARA PIHAK sepakat, bahwa Perjanjian ini akan
tetap mengikat selama kerjasama Operasional ....... ini berjalan baik. PIHAK PERTAMA dilarang keras menawarkan lokasi ........... yang
disebutkan pada kontrak perjanjian ini, khususnya tersebut dalam pasal 1, kepada
pihak lain (Pihak KETIGA) sampai dengan adanya surat tertulis dari PIHAK
KEDUA mengenai Pembatalan kerjasama Operasional ......... ini.
PASAL 7
PENYELESAIAN PERSELISIHAN
Dalam pelaksanaan Perjanjian kerjasama ini, apabila
terjadi permasalahan hingga terjadi perselisihan mengenai Hak dan
kewajiban masing-masing pihak, PARA PIHAK sepakat menyelesaikan dengan Itikad
Baik secara Musyawarah kekeluargaan untuk mufakat. Dalam proses
penyelesaian secara musyawarah tidak menemukan penyelesaian yang baik, PARAPIHAK
sepakat menyelesaikan dengan proses kepolisian serta Hukum di
Pengadilan Negeri ............
PASAL 8
MASA BERLAKU PERJANJIAN Perjanjian ini berlaku pada
saat penandatanganan dilaksanakan KEDUA BELAH PIHAK dan PARA
PIHAK menjalankan dengan baik atas kewajiban-kewajiban dalam perjanjian ini.
Demikian surat perjanjian kerjasama operasional ........ ini
dibuat dengan sebenarnya berdasarkan itikad baik kedua belah pihak.
F.
PENUTUP
Surat
perjanjian ini dibuat merupakan alat bukti yang dapat dipergunakan di kemudian
hari jika terjadi sengketa / konflik.
G. TANDA TANGAN
tempat, tanggal bulan tahun
Hormat
kami
G.
1 SAKSI - SAKSI
PIHAK PERTAMA
PIHAK KEDUA
Saksi-Saksi:
G. 2 LAMPIRAN
Ada/tidak ada
-Alumni Sarjana Fakultas Hukum Universitas Andalas
-Alumni Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
Kamis, Juli 02, 2020
NGOPI SAMBIL BACA TENTANG AKIBAT DAN BERKAHIRNYA SUATU PERJANJIAN YANG DIBUAT
Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata, yang menyatakan bahwa semua kontrak (perjanjian) yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi merekayang membuatnya.Dari Pasal ini dapat disimpulkan adanya asas kebebasan berkontrak, akan tetapi kebebasan ini dibatasi oleh hukum yang sifatnya memaksa, sehingga para pihak yang membuat perjanjian harus menaati hukum yang sifatnya memaksa.
Suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu. Perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan didalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian, diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan atau undang-undang.Suatu perjanjian tidak diperbolehkan membawa kerugian kepada pihak ketiga.
Berakhirnya Perjanjian
Perjanjian berakhir karena :
a. ditentukan oleh para pihak berlaku untuk waktu tertentu;
b. undang-undang menentukan batas berlakunya perjanjian;
c. para pihak atau undang-undang menentukan bahwa dengan terjadinya peristiwa
d. tertentu maka persetujuan akan hapus;
Peristiwa tertentu yang dimaksud adalah keadaan memaksa (overmacht) yang diatur dalam Pasal 1244 dan 1245 KUH Perdata. Keadaan memaksa adalah suatu keadaan dimana debitur tidak dapat melakukan prestasinya kepada kreditur yang disebabkan adanya kejadian yang berada di luar kekuasaannya, misalnya karena adanya gempa
bumi, banjir, lahar dan lain-lain. Keadaan memaksa dapat dibagi menjadi dua macam yaitu :
=>keadaan memaksa absolut adalah suatu keadaan di mana debitur sama sekali tidak dapat memenuhi perutangannya kepada kreditur, oleh karena adanya gempa bumi, banjir bandang, dan adanya lahar (force majeur). Akibat keadaan memaksa absolut (force majeur) :
a. debitur tidak perlu membayar ganti rugi (Pasal 1244 KUH Perdata);
b. kreditur tidak berhak atas pemenuhan prestasi, tetapi sekaligus demi hukum bebas
dari kewajibannya untuk menyerahkan kontra prestasi, kecuali untuk yang disebut
dalam Pasal 1460 KUH Perdata.
=>keadaan memaksa yang relatif adalah suatu keadaan yang menyebabkan debitur masih mungkin untuk melaksanakan prestasinya, tetapi pelaksanaan prestasi itu harus dilakukan dengan memberikan korban besar yang tidak seimbang atau
menggunakan kekuatan jiwa yang di luar kemampuan manusia atau kemungkinan tertimpa bahaya kerugian yang sangat besar. Keadaan memaksa ini tidak mengakibatkan beban resiko apapun, hanya masalah waktu pelaksanaan hak dan kewajiban kreditur dan debitur.
pernyataan menghentikan persetujuan (opzegging) yang dapat dilakukan oleh kedua belah pihak atau oleh salah satu pihak pada perjanjian yang bersifat sementara misalnya perjanjian kerja; putusan hakim;tujuan perjanjian telah tercapai; dengan persetujuan para pihak (herroeping).
Label:
Hukum,
Perdata,
perjanjian
-Alumni Sarjana Fakultas Hukum Universitas Andalas
-Alumni Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
Selasa, Juni 23, 2020
AKTA NOTARIS SAPUJAGAT
AKTA NOTARIS SAPUJAGAT
ada satu kasus akta, yang isinya beberapa tindakkan hukum yang berbeda.
Misalnya : Aktanya Perjanjian Kawin, tapi isinya :
1. Pembagian Harta Bersama Jika Bercerai.
2. Perwalian Untuk Anaknya.
3. Pembagian Warisan Jika Nanti Ortunya Meninggal.
Kalau akta seperti itu sangat wajar dipermasalahkan oleh para pihak, karena signifikasi tindakkan hukum dan akibat hukumnya berbeda. Mari untuk saling mengingatkan.
• Dalam praktek Notaris ada istilah yang mungkin sama dan sebangun seperti : CONTRA LETTER, NOMINEE/SCHIJNHANDELING/ PINJAM NAMA, SIMULASI, PERJANJIAN PURA-PURA.
• CONTRA LETTER = Persetujuan lebih lanjut dalam suatu akta tersendiri, yang bertentangan-dengan akta asli, hanya memberikan bukti di antara pihak yang turut-serta dan para ahli warisnya atau orang-orang yang mendapatkan hak dari mereka, dan tidak dapat berlaku terhadap pihak ketiga (Pasal 1873 KUHPerdata)
• Contra Letter merupakan tindakkan yang disebutkan dalam akta yang bertentangan (kontradiksi) dengan yang sebelumnya, yang kemudian di”back up” dengan kalimat misalnya “jika pernah dibuat akta yang sebelumnya bermaksud dan tujuan sama atau mempunyai kemiripan, maka yang akan dipergunakan dan mengikat para pihak adalah akta yang terakhir ini yang dibuat”.
• Kekuatan pembuktian akta contra letter telah memenuhi syarat sebagai akta otentik didalam suatu proses pengadilan, namun karena ada penyimpangan isinya terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku membuat kekuatannya harus dikembalikan pada pertimbangan hakim. Dan notaris sebagai pembuat akta contra letter tidak dapat dituntut tanggunggugatnya terhadap pembuatan akta contra letter tersebut. Namun keterlibatannya dalam pembuatan akta contra letter tersebut sangatlah diperlukan yaitu untuk memberikan nasihat hukum dan bantuan hukum dan disarankan agar tidak dibuat.
• Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia Reg. 2510 K/Pdt/1991 tanggal 8 April 1993 disebutkan “Seseorang Notaris yang membuat akta authentic secara pura-pura (proforma) dan materinya tersebut tidak sesuai dengan kenyataan (fakta) yang sebenarnya, bahkan bertentangan dengan kebenaran materiil, maka akta notaris yang dibuat demikian itu adalah tidak sah serta tidak mempunyai kekuatan hukum terhitung sejak akta tersebut diterbitkan”.
• Akta semacam ini bisa dikualifikasikan sebagai Akta Penyelundupan Hukum atau Simulasi
• Contohnya :
• Dibuat AJB PPAT, kemudian seketika dibuat juga akta Perjanjian Utang-piutang (artinya belum ada pembayaran, pembeli berutang kepada penjual).
• Dibuat Akta Sewa-Menyewa, karena ingin menghindarkan bayar PPh, pada saat itu juga dibuat akta Pinjam Pakai untuk jangka waktu tertentu.
• Dibuat Akta Perjanjian Utang – Piutang, pada seketika itu juga dibuat akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli dan Kuasa Jual.
*HBA – INC
Label:
Akta,
kontrak,
Notaris,
perjanjian
-Alumni Sarjana Fakultas Hukum Universitas Andalas
-Alumni Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
Sabtu, April 04, 2020
PERBEDAAN ANTARA PERJANJIAN DENGAN AKTA VAN TRANSPORT
Perjanjian
1.Merupakan perbuatan yang menimbulkan Hubungan Hukum, atas hak perorangan. Sehingga belum/tidak menimbulkan pembebanan/ pengalihan hak kebendaan;
2.Dapat dibuat dibawah tangan atau dalam bentuk Akta Otentik;
3.Hak dan Kewajiban Para Pihak sebagai prestasi masih dalam proses pemenuhan/ masih berupa janji-janji, dalam suatu jangka waktu tertentul;
4.Belum berakhir apabila tidak terjadi penyerahan nyata (feitelijk levering) dan/ atau penyerahan yuridis (yuridische levering);
5. Masih rentan terjadi/adanya sanggahan dari salah satu pihak yang dikenal sebagai Exceptio non adimpleti contractus
Perjanjian Jual Beli, Perjanjian Perdamaian dan
Surat Kuasa Membebankan
Akta Van Transport
1.Merupakan Peristiwa Hukum yang membebankan atau mengalihkan hak kebendaan;
2.Dibuat dalam bentuk Akta autentik yang dibuat dihadapan Pejabat Umum yang berwenang (pemenuhan unsur terang);
3.Hak dan Kewajiban sebagai prestasi Para Pihak telah terpenuhi secara riil, terang dan tunai;
4.Tidak dapat disanggah lagi pemenuhan kewajiban masing-masing pihak, karena telah divalidasi oleh Pejabat Umum, sebagaimana sifat Akta autentik sebagai bukti terkuat dan terpenuh, secara lahiriah, formil maupun materil, selama belum dapat dibuktikan sebaliknya;
5.Telah terjadi pembebanan/pengalihan hak kebendaan, atau merupakan bentuk penyerahan yuridis.
Akta Jual Beli, Akta Perdamaian dan Akta Pembebanan/ Jaminan
*dari berbagai sumber
Label:
Akta Autentik,
Akta Van Transport,
perjanjian
-Alumni Sarjana Fakultas Hukum Universitas Andalas
-Alumni Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
Minggu, Oktober 27, 2019
Apa bedanya antara Perjanjian dengan Transaksi
google.com/foto |
Istilah "Transaksi" dalam aliran hukum continental law sebenarnya adalah Akta van Transport yang bersifat Riil, Terang & Tunai sehingga umumnya dibuat dalam bentuk Akta Otentik untuk memenuhi syarat Terang, sekaligus memvalidasi bahwa perikatan tersebut memang telah Tunai & Riil.
Pertanyaan pada Ujian Tesis Mahasiswa S2 Hukum, lebih tajam lagi, apa akibat hukumnya apabila Transaksi tidak dilakukan dihadapan Pejabat Umum?
Dengan demikian pertanyaan hukumnya menjadi apa akibat hukumnya apabila Transaksi Jual Beli atau Pembebanan Hak, tidak dilakukan dihadapan Pejabat Umum Notaris-PPAT.
Sebagaimana pengecualian yang telah dimasukan dalam RUU Fidusia yaitu "terhadap Benda tertentu yang terdaftar dan berharga rendah, Akta Pembebanannya cukup dibuat dibawah tangan".
Maksud hati sipembuat UU adalah sekedar menghilangkan unsur "terangnya" saja, namun tidak menyadari siapa yang akan memvalidasi terpenuhinya unsur Riil & Tunai.
Filosofi dibuatnya dihadapan/oleh Pejabat Umum Notaris-PPAT agar menjadi Akta Otentik, sehingga pembuktian secara lahiriah, formil dan materil tidak dapat dibantah lagi.
Jual Beli maupun Pembebanan yang tidak dibuat dihadapan Pejabat Umum, tetap sah sepanjang memenuhi Syarat sahnya perikatan, namun pastinya masih "rentan" untuk dibantah oleh salah satu pihak. Oleh karenanya yang menyangkut Hak Kebendaan khususnya tanah, tidak dapat didaftarkan berdasarkan suatu Perjanjian, harus berkualitast sebagai Akta van Transport, karena itulah Perjanjian atau janji2x dikatakan "tidak atau belum" mengalihkan suatu hak Kebendaan.
Tulisan dari Nico Indra Sakti
Label:
perjanjian,
transaksi
-Alumni Sarjana Fakultas Hukum Universitas Andalas
-Alumni Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
Selasa, Februari 12, 2019
Apa yang di syaratkan untuk sahnya suatu perjanjian ?
Pasal 1320 KUHPerdata sahnya perjanjian mewajibkan 4 syarat, antara lain :
1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya.
sepakat juga dinamakan perizinan, dimaksudkan bahwa kedua subjek yang mengadakan perjanjian harus bersepakat, setuju atau seia-sekata mengenai hal-hal pokok dari perjanjian yang diadakan. Menghendaki sesuatu yang sama secara timbal-balik, misal : si penjual mengingini sejumlah uang, sedang si pembeli mengingini sesuatu barang dari si penjual.
2. Cakap untuk membuat suatu perjanjian.
Orang yang membuat suatu perjanjian harus cakap menurut hukum. Asasnya, setiap orang yang sudah dewasa atau akilbaliq dan sehat pikirannya ialah cakap menurut hukum.
Pasal 1330 KUHPerdata, menyebutkan orang-orang yang tidak cakap untuk membuat suatu perjanjian :
- Orang-orang yang belum dewasa;
- Mereka yang ditaruh di bawah pengampuan;
- Orang perumpuan dalam hal-hal yang ditetapkan Undang-Undang dan semua orang kepada siapa Undang-Undang telah melarang membuat perjanjian-perjanjian tertentu.
Sudut rasa keadilan, seorang yang membuat suatu perjanjian dan nantinya akan terikat oleh perjanjian itu, mempunyai cukup kemampuan untuk menginsyafi benar-benar akan tanggung-jawab yang dipikulnya dengan perbuatan. Sudut ketertiban hukum, seorang yang membuat suatu perjanjian itu berarti mempetaruhkan kekayaanya, maka orang tersebut haruslah seorang yang sungguh-sungguh berhak bebas berbuat dengan harta kekayaannya.
Orang yang tidak sehat pikirnanya tidak mampu menginsyafi tanggung jawab yang dipikul oleh seorang yang mengadakan suatu perjanjian. Orang yang ditaruh di bawah pengampuan, menurut hukum tidak dapat berbuat bebas dengan harta kekayaannya. Berada di bawah pengawasan pengampuan. Kedudukanya sama dengan seorang anak yang belum dewasa. Jika seorang anak belum dewasa harus diwakili oleh orang tua atau walinya maka seseorang dewasa yang telah ditaruh di bawah pengampuan harus diwakili oleh pengampu atau kuratornya.
Pasal 108 KUHPerdata menyebutkan, seorang perempuan yang bersuami untuk mengadakan suatu perjanjian memerlukan bantuan atau izin (kuasa tertulis) dari suaminya.
Ketidakcakapan seorang perempuan yang bersuami pada KUHPerdata, ada hubungan dengan sistem yang dianut dalam Hukum Perdata Barat (negeri Belanda) yang menyerahkan kepimpinan dalam keluarga itu kepada sang suami. Kekuasaaan suami sebagai pimpinan keluarga, dinamakan maritale macht (berasal daro perkataan Perancis mari yang berarti suami). Oleh karena itu ketentuan tentang ketidakcakapan seorang perempuan yang bersuami itu di negeri Belanda sendiri sudah dicabut karena dianggap tidak sesuai lagi dengan kemajuan zaman.
Praktek notaris sekarang sudah dimulai mengizinkan seorang istri, yang tunduk kepada Hukum Perdata Barat membaut suatu perjanjian dihadapannya, tanpa bantuan suaminya. Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) no. 3/1963 tanggal 4 Agustus 1963 kepada Ketua Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi di seluruh Indonesia ternyata bahwa Mahakamah Agung menganggap pasal-pasal 108 dan Pasal 110 KUHPerdata tentang wewenang seorang istri untuk melakukan perbuatan hukum dan untuk menghadap di depan pengadilan tanpa izin atau bantuan dari suaminya, sudah tidak berlaku lagi.
3. Mengenai suatu hal tertentu.
Bahwa perjanjian harus mengenai suatu hal tertentu, artinya apa yang diperjanjiakan hak-hak dan kewajiban kedua belah pihak jika timbul suatu perselisihan. Barang yang dimaksudkan dalam perjanjian paling sedikit harus ditentukan jenisnya. Bahwa barang itu sudah ada atau sudah berada di tangannya si berutang pada waktu perjanjian dibuat, tidak diharuskan oleh Undang-Undang. Juga jumlahnya tidak perlu disebutkan asal saja kemudian dapat dihitung atau ditetapkan.
4. Suatu sebab yang halal.
Sebab (bahasa Belanda oorzaak, bahasa latin causa) dimaksudkan tiada lain dari pada isi perjanjian Bahwa sebab itu adalah sesuatu yang menyebabkan seseorang membuat perjanjian yang termaksud. Bukan itu yang dimaksudkan oleh Undang-Undang dengan sebab yang halal itu. Sesuatu yang menyebabkan seorang membuat suatu perjanjian atau dorongan jiwa untuk membuat suatu perjanjian pada asasnya tidak diperdulikan oleh Undang-Undang. Hukum pada asasnya tidak menghiraukan apa yang berada dalam gagasan seorang atau apa yang dicita-citakan seorang. Perhatian Hukum atau Undang-Undang hanyalah tindakan orang-orang dalam masyarakat. Jadi sebab atau causa dari suatu perjanjian adalah isi perjanjian itu sendiri.
Syarat 1 dan 2 dinamakan syarat-syarat subyektif, jika syarat itu tidak dipenuhi, perjanjian bukan batal demi hukum, tetapi salah satu pihak mempunyai hak untuk meminta supaya perjanjian itu dibatalkan. Pihak yang dapat meminta pembatalan itu, adalah pihak tidak cakap atau pihak yang memberikan sepakatnya (perizinannya) secara tidak bebas. Jadi, perjanjian yang telah dibuat itu mengikat juga, selama tidak dibatalkan (oleh hakim) atas permintaan pihak yang berhak meminta pembatalan. Jadi perjanjian suatu itu tidaklah pasti dan tergantung pada kesediaan suatu pihak untuk mentaatinya. Perjanjian yang demikian dinamakan voidable (bahasa inggris) atau vernietigbaar (bahasa Belanda)
Syarat 3 dan 4 dinamakan syarat obyektif, jika syarat ini tidak dipenuhi, perjanjian batal demi hukum, artinya semua tidak pernah dilahirkan suatu perjanjian dan tidak pernah ada suatu perikatan. Tujuan para pihak yang mengadakan perjanjian tersebut untuk melahirkan suatu perikatan hukum adalah gagal. Dengan demikian, maka tiada dasar untuk saling menuntut di depan Hakim. Dalam Bahasa Inggris dikatakan bahwa perjanjian yang demikian itu null and void.
sumber :
Subekti. 2005. Hukum Perjanjian. Intermasa : Jakarta.
Subekti. 2005. Hukum Perjanjian. Intermasa : Jakarta.
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata)
Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) no. 3/1963, tanggal 4 Agustus 1963
Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) no. 3/1963, tanggal 4 Agustus 1963
Label:
Hukum,
Hukum Perjanjian,
Kitab undang-undang Hukum perdata (KUH Perdata),
KUHPerdata,
obyektif,
perikatan,
perjanjian,
Sah Perjanjian,
subyektif
-Alumni Sarjana Fakultas Hukum Universitas Andalas
-Alumni Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
Jumat, Februari 08, 2019
Hubungan antara Perikatan dan Perjanjian
Perikatan adalah perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu. Misalnya : pihak yang menerima atau yang berhak menuntut sesuatu, dinamakan kreditur, sedangkan pihak yang berkewajiban memenuhi tuntutan dinamakan debitur atau si berutang. Perhubungan antara dua orang atau dua pihak tersebut adalah hubungan hukum yang berarti bahwa hak si berpiutang itu dijamin oleh hukum atau Undang-Undang. Jika terjadi tuntutan, si berpiutang dapat menuntut di depan hakim.
Perjanjian adalah suatu peristiwa di mana seorang berjanji kepada orang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. Hal yang menimbulkan suatu hubungan antara dua orang tersebut dinamakan perikatan. Perjanjian itu menerbitkan suatu perikatan antara dua orang yang membuatnya. Bentuknya, perjanjian adalah suatu rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis.
Hubungan antara perikatan dan perjanjian adalah bahwa perjanjian itu menerbitkan perikatan. Perjanjian adalah sumber perikatan, di sampingnya dari sumber-sumber lain. Perjanjian juga dinamakan persetujuan, karena dua pihak itu setuju untuk melakukan sesuatu. Beda dengan Kontrak, lebih sempit karena ditujukan kepada perjanjian atau persetujuan yang tertulis.
Perjanjian adalah sumber terpenting dalam melahirkan perikatan. Perikatan itu banyak diterbitkan oleh perjanjian, tetapi sebagaimana sudah dikatakan sebelumnya, ada juga sumber-sumber lain yang melahirkan perikatan. Sumber lain itu adalah Undang-Undang. Jadi, ada perikatan yang lahir perjanjian dan ada perikatan yang lahir dari Undang-Undang.
Pasal 625 KUH Perdata menyatakan bahwa suatu perikatan yang lahir dari Undang-Undang semata-mata atau dari undang-undang saja.
Pasal 1354 KUH Perdata, menyatakan bahwa antara dua orang yang melakukan suatu perbuatan yang halal oleh undang-undang ditetapkan beberapa hak dan keajiban yang harus mereka indahkan seperti hak dan kewajiban yang timbul dari perjanjian.
Pasal 1359 KUH Perdata, menyatakan bahwa orang yang membayar berhak menuntut kembali, sedangkan orang yang menerima pembayaran berkewajiban mengembalikan pembayaran itu.
Bahwa perjanjian itu adalah sumber perikatan. Penerapannya, perikatan merupakan suatu pengertian abstrak, sedangkan perjanjian adalah suatu hal yang kongkrit atau suatu peristiwa.
Perikatan yang lahir dari perjanjian, merupakan kendak dua orang atau dua pihak yang membuat suatu perjanjian, sedangkan perikatan yang lahir dari undang-undang diadakan oleh undang-undang di luar kemauan para pihak yang bersangkutan. Jika dua orang mengadakan suatu perjanjian, maka berlaku antara mereka suatu perikatan hukum, telah terikat oleh janji yang mereka berikan.
sumber :
Subekti. 2005. Hukum Perjanjian. PT. Intermasa : Jakarta.
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata)
sumber :
Subekti. 2005. Hukum Perjanjian. PT. Intermasa : Jakarta.
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata)
Label:
Hukum Perjanjian,
Kitab undang-undang Hukum perdata (KUH Perdata),
KUHPerdata,
perikatan,
perjanjian
Lokasi:
Indonesia
-Alumni Sarjana Fakultas Hukum Universitas Andalas
-Alumni Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
Langganan:
Postingan (Atom)
Postingan terakhir
PENGECEKAN SERTIPIKAT KE BPN kah?
google.com/foto Ya, Ke BPN Betul ke BPN. Yakin betul ke BPN? Kemana kalau PPAT akan melakukan pengecekan sertipikat hak atas ta...