Translate

Tampilkan postingan dengan label Asas Hukum. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Asas Hukum. Tampilkan semua postingan

Rabu, Juli 08, 2020

Asas-asas dalam Hukum Perjanjian

Asas-asas dalam Hukum Perjanjian yang merupakan dasar kehendak para pihak dalam mencapai tujuan antara lain :
1.    Asas konsensualisme
Asas konsensualisme memberikan batasan bahwa suatu perjanjian terjadi sejak tercapainya kata sepakat antara pihak-pihak, dengan kata lain perjanjian itu sudah sah dan membuat akibat hukum sejak saat tercapainya kata sepakat antara pihak-pihak mengenai pokok perjanjian. Asas ini dapat disimpulkan bahwa perjanjian dapat dibuat secara lisan atau dapat pula dibuat dalam bentuk tertulis berupa akta, jika dikehendaki sebagai alat bukti, kecuali untuk perjanjian-perjanjian tertentu yang harus dibuat secara tertulis sebagai formalitas yang harus dipenuhisebagai perjanjian formal, misalnya perjanjian perdamaian, perjanjian penghibahan, dan perjanjian pertanggungan. Asas konsensualisme disimpulkan dari Pasal 1320 KUH Perdata.

2.    Asas kepercayaan
Asas kepercayaan (vertrouwensbeginsel), yaitu suatu asas yang menyatakan bahwa seseoarang yang mengadakan perjanjian dengan pihaklain menumbuhkan kepercayaan di antara kedua pihak bahwa satu sama lain akan memegang janjinya atau melaksanakan prestasinya masing-masing.

3.    Asas kekuatan mengikat
Asas kekuatan mengikat mengatur bahwa para pihak pada suatu perjanjian tidak semata-mata terikat pada apa yang diperjanjikan dalam perjanjian, akan tetapi juga terhadap beberapa unsur lain sepanjang dikehendaki oleh kebiasaan, kepatutan, serta moral.

4.    Asas persamaan hukum
Asas persamaan hukum menempatkan para pihak di dalam persamaan derajat, tidak ada perbedaan yang menyangkut perbedaan kulit, bangsa, kekayaan, kekuasaan dan jabatan.

5.    Asas keseimbangan
Asas ini merupakan lanjutan dari asas persamaan hukum. Kreditur atau pelaku usaha mempunyai kekuatan untuk menuntut prestasi dan jika diperlukan dapat menuntut pelunasan prestasi melalui kekayaan debitur, namun kreditur memikul pula beban untuk melaksanakan perjanjian itudengan itikad baik. Di sini terlihat bahwa kedudukan kreditur yang kuat diimbangi dengan kewajibannya untuk memperhatikan itikad baik, sehingga kedudukan kreditur dan debitur menjadi seimbang.

6.    Asas kepastian hukum
Perjanjian merupakan suatu figur hukum sehingga harus mengandung kepastian hukum. Asas kepastian hukum disebut juga asas pacta sunt servanda. Asas pacta sunt servanda merupakan asas dalam perjanjian yang berhubungan dengan daya mengikat suatu perjanjian. Perjanjian yang dibuat secara sah oleh para pihak mengikat bagi mereka yang membuatnya seperti Undang-Undang. Demikian, maka pihak ketiga tidak mendapatkan keuntungan karena perbuatan hukum para pihak, kecuali apabila perjanjian tersebut memang ditujukan untuk kepentingan pihak ketiga. Maksud dari asas pacta sunt servanda ini dalam suatu perjanjian tidak lain adalah untuk memberikan kepastian hukum bagi para pihak yang telah membuat perjanjian, karena dengan asas ini maka perjanjian yang dibuat oleh para pihak mengikat sebagai Undang-Undang bagi para pihak yang membuatnya.

7.    Asas moral
Asas moral terlihat pada perikatan wajar, dimana suatu perbuatan sukarela dari seseorang tidak menimbulkan hak baginya untuk menggugat kontra prestasi dari pihak debitur. Asas moral terlihat pula dari zaakwarneming, dimana seseorang yang melakukan perbuatan suka rela (moral) mempunyai kewajiban untuk meneruskan dan menyelesaikan perbuatannya. Asas ini dapat disimpulkan dari Pasal 1339 KUHPerdata.

8.     Asas kepatutan
Asas kepatutan berkaitan dengan isi perjanjian, dimana perjanjian tersebut juga mengikat untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan atau Undang-Undang. Asas kepatutan dapat disimpulkan dari Pasal 1339 KUHPerdata.

9.    Asas kebiasaan
Asas kebiasaan menyatakan bahwa hal-hal yang menurut kebiasaan secara diam-diam selamanya dianggap diperjanjikan. Asas ini tersimpul dari Pasal 1339 juncto 1347 KUHPerdata. 


Mariam Darus Badrulzaman. 2013. Kompilasi Hukum Perikatan. Bandung : Citra Aditya Bakti.

Kamis, Maret 19, 2020

ASAS-ASAS PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Membentuk peraturan perundang-undangan yang baik perlu diperhatikan berbagai asas hukum yang berkembang. Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto mengintroduksi asas-asas peraturan perundang-undangan sebagai berikut :

(1)   Undang-undang tidak berlaku surut;
(2)  Undang-undang yang dibuat oleh Penguasa yang lebih tinggi, mempunyai kedudukan yang lebih tinggi pula;
(3)  Undang-undang yang bersifat khusus mengesampingkan undang-undang yang bersifat umu (lex specialis derogat lex generali);
(4)  Undang-undang yang berlaku belakangan membatalkan undang-undang yang berlaku terdahulu (lex posteriori derogat lex priori);
(5)  Undang-undang tidak dapat diganggu-gugat (kecuali diatur lain konstitusi atau Undang-Undang Dasar, kursif penulis);
(6)  Undang-undang sebagai sarana untuk semaksimal mungkin dapat mencapai kesejahteraan spiritual dan material bagi masyarakat maupun individu, melalui pembaruan atau pelestarian (asas welvaarstaat).[1]

Van der Vlies membedakan antara asas-asas formal dan asas-asas material. Asas-asas formal pembentukan peraturan perundang-undangan itu meliputi :

(1)   Asas tujuan yang jelas (beginsel van duidelijke doelstelling);
(2)  Asas organ/lembaga yang tepat (beginsel van het juiste orgaan);
(3)  Asas perlunya peraturan (het noodzakelijkheidsbeginsel);
(4)  Asas dapat dilaksanakan (het beginsel van uitvoerbaarheid);
(5)  Asas konsensus (het beginsel van de consensus).

Sedangkan asas-asas material meliputi :

(1)  Asas tentang terminologi dan sistematika yang benar (het beginsel van duidelijke terminologie en duidelijke systematiek);
(2)    Asas tentang dapat dikenali (het beginsel van kenbaarheid);
(3)    Asas perlakuan yang sama dalam hukum (het rechtsgelijkheidsbeginsel);
(4)    Asas kepastian hukum (het rechtszekerheidsbeginsel);
(5) Asas pelaksanaan hukum sesuai dengan keadaan individual (het beginsel van de individuele rechtsbedelling).[2]

Amiroedin Syarif mengidentifikasi asas-asas peraturan perundang-undangan sebagai berikut :

(1)   Asas tingkatan hierarkhi;
(2)  Undang-undang tidak dapat diganggu-gugat (kecuali diatur lain konstitusi atau Undang-Undang Dasar, kursif penulis);
(3)  Undang-undang yang bersifat khusus mengesampingkan undang-undang yang bersifat umum (lex specialis derogat lex generali);
(4)  Undang-undang tidak berlaku surut;
(5)  Undang-undang yang baru mengesampingkan undang-undang yang lama (lex posteriori derogat lex priori).[3]

Asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang patut (beginselen van behoorlijke regelgeving) itu meliputi juga :

(1)         asas tujuan yang jelas;
(2)        asas perlunya pengaturan ;
(3)        asas organ/lembaga dan materi muatan yang tepat;
(4)        asas dapatnya dilaksanakan;
(5)        asas dapatnya dikenali;
(6)        asas perlakuan yang sama dalam hukum;
(7)        asas kepastian hukum;
(8)        asas pelaksanaan hukum sesuai keadaan individual.[4]


[1] Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto, Perundang-undangan dan Yurisprudensi, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1993, hlm. 7-11.
[2] Bagir Manan, Dasar-Dasar Perundang-undangan Indonesia, IND-HILL. CO., Jakarta, 1992, hlm. 19-20.
[3] Amiroedin Syarif,  Perundang-undangan, Dasar, Jenis dan Teknik Membuatnya, Bina Aksara, Jakarta, 1987, hlm. 78-84.
[4] A. Hamid S. Attamimi, Peranan Keputusan Presiden Republik Indonesia dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Negara, Suatu Studi Analisis Mengenai keputusan Presiden Yang Berfungsi Pengaturan Dalam Kurun Waktu Pelita I-IV, Fakultas Pascasarjana, Jakarta, 1990hlm. 344-345.

Rabu, Maret 18, 2020

ASAS HUKUM ACARA PIDANA

  • Asas Legalitas, yaitu adanya persamaan kedudukan, perlindungan, dan keadilan di hadapan hukum.
  • Asas Keseimbangan, yaitu proses hukum yang ada haruslah menegakkan hak asasi manusia dan melindungi ketertiban umum.
  • Asas Praduga Tak Bersalah, yaitu tidak menetapkan seseorang bersalah atau tidak sebelum adanya putusan pengadilan yang tetap.
  • Asas Unifikasi, yaitu penyamaan keberlakuan hukum acara pidana di seluruh wilayah Indonesia
  • Asas Ganti Rugi dan Rehabilitasi, yaitu adanya ganti rugi dan rehabilitasi bagi pihak yang dirugikan karena kesalahan dalam proses hukum.
  • Asas Peradilan Sederhana, Cepat dan Biaya Ringan, yaitu pelaksanaan peradilan secara tidak berbelit-belit dan dengan biaya yang seminim mungkin guna menjaga kestabilan terdakwa.
  • Asas Oportunitas, yaitu hak seorang Jaksa untuk menuntut atau tidak demi kepentingan umum.
  • Asas Akusator, yaitu penempatan tersangka sebagai subjek yang memiliki hak yang sama di depan hukum.
  • Pembatasan Penahanan, yaitu menjamin hak-hak asasi manusia dengan membatasi waktu penahanan dalam melalui proses hukum.
  • Diferensiasi Fungsional, yaitu penegasan batas-batas kewenangan dari aparat penegak hukum secara instansional.
  • Saling Koordinasi, yaitu adanya hubungan kerja sama di antara aparat penegak hukum untuk menjamin adanya kelancaran proses hukum.
  • Penggabungan Pidana dengan Tuntutan Ganti Rugi, yaitu dipakainya gugatan ganti rugi secara perdata untuk menyelesaikan kasus pidana yang berhubungan dengan harta kekayaan.
  • Peradilan Terbuka untuk Umum, yaitu hak dari publik untuk menyaksikan jalannya peradilan (kecuali dalam hal-hal tertentu).
  • Kekuasaan Hakim yang Tetap, yaitu peradilan harus dipimpim oleh seorang/sekelompk hakim yang memiliki kewenangan yang sah dari pemerintah.
  • Pemeriksaan Hakim yang Langsung dan Lisan, yaitu peradilan dilakukan oleh hakim secara langsung dan lisan (tidak menggunakan tulisan seperti dalam hukum acara perdata.
  • Bantuan Hukum bagi Terdakwa, yaitu adanya bantuan hukum yang diberikan bagi terdakwa.

Sabtu, Februari 02, 2019

Arti, Sifat, Asas dan Tujuan Pendaftaran Tanah

Pendaftaran Tanah  merupakan kegiatan yang  bertujuan sebagai meletakkan dasar-dasar untuk memberikan kepastian hukum mengenai hak-hak atas tanah rakyat seluruhnya, dan yang akan mewujudkan pelaksanaan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia.


Bersifat rechtscadaster atau legalcadaster bukan fiscaalcadaster.  

  • rechtscadaster atau legalcadaster adalah pendaftaran tanah yang bersifat memberikan jaminan kepastian hukum, yang menghasilkan surat tanda bukti hak seperti sertipikat.
  • fiscaalcadaster adalah pendaftaran tanah yang bertujuan menetapakn wajib pajak atas tanah, yang menghasilkan surat tanda bukti pembayaran pajak atas tanah.
Dalam Undang-undang nomor 5 tahun 1960 tetang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) menugaskan bahwa pemerintah melakukan pendaftaran tanah sesuai dengan Pasal 9 UUPA, yaitu :
  1. untuk menjamin kepastian hukum, oleh pemerintag diadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Peraturan pemerintah.
  2. Pendaftaran tersebut dalam ayat 1 pasal ini meliputi : a. pengukurun, perpetakan dan pembukuan tanah; b. pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut; c. pemberian surat-surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat.
  3. pendaftaran tanah diselenggarakan dengan mengingat keadaan negara dan masyarakat, keperluan lalu lintas sosial ekonomi serta kemungkinan penyelenggaraannya menurut pertimbangan Menteri Agraria.
  4. dalam peraturan pemerintah diatur biaya-biaya yang bersangkutan dengan pendaftaran termaksud dalam ayat (1) di atas, dengan ketentuan bahwa rakyat yang tidak mampu dibebaskan dari biaya-biaya tersebut.

Peraturan yang berkaitan dengan Pendaftaran Tanah, antara lain :

  • PP no. 40 tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai atas Tanah;
  • PP no. 37 tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT);
  • Pepres no. 63 tahun 2013 tentang Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia;
  • Permen Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) no. 9 tahun 1999 tentang Tata cara pemberian dan pembatalan pemberian Hak atas tanah negara dan hak pengelolaan;
  • Perkap Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia no. 1 tahun 1996 tentang ketentuan pelaksanaan peraturan pemerintah no. 37 tahun 1998 tentang jabatan pejabat pembuat akta tanah.
Ketentuan Pokok dalam PP no. 10 tahun 1996 yang dirubah dengan PP no 24 tahun 1997, memuat :
  • Tujuan dan sistem pendaftaran tanah, yaitu pendaftaran tanah diselenggarakan dalam rangka memberikan jaminan kepastian hukum di bidang pertanahan dan sistem publikasinya adalah sitem publikasi negatif yang mengandung unsur sistem publikasi positif karena menghasilkan surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat;
  • pendaftaran tanah juga tetap dilaksanakan melalui 2 cara, pertama : secara sistematik yang meliputi wilayah satu desa atau kelurahan yang dilakukan atas prakarsa pemerintah, kedua : secara sporadik, pendaftaran mengenai bidang-bidang tanah atas permintaan pemegang hak atau penerima hak yang bersangkutan secara individual atau massal.

Pasal 2 PP no. 24 tahun 1997 tentang pendaftaran tanah, menetapkan asas dalam pelaksanaan pendaftaran tanah, yaitu :

  1. asas sederhana, agar ketentuan pokok maupun prosedurnya mudah dipahami oleh pihak-pihak yang berkepentingan terutama pemegang hak atas tanah.
  2. asas aman, menunjukkan bahwa pendaftaran tanah perlu diselenggarakan secara teliti dan cermat sehingga hasilnya dapat memberikan jaminan kepastian hukum sesuai dengn pendaftaran tanah itu sendiri.
  3. asas terjangkau, keterjangkauan bagi pihak-pihak yang memerlukan, khususnya dengan memperhatikan kebuatuahan dan kemampuan golongan ekonomi lemah. pelayanan yang diberikan dalam rangka penyelenggaraan pendaftaran tanah harus bisa terjangkau oleh pihak yang memerlukan.
  4. asas mutakhir, kelengakapan yang memadai dalam pelaksanaannya dan kesinambungan dalam pemeliharaan datanya sehingga data yang tersimpan di Kantor Pertanahan selalu sesuai dengan keadaan nyata di lapangan.
  5. asas terbuka, agar masyarakat dapat mengetahui atau memperoleh keterangan mengenai data fisik dan data yuridis yang benar setiap saat di Kantor Pertanahan Kab/Kota.
Pasal 3 dan Pasal 4 PP 24/ 1997 tentang Pendaftaran tanah, menetapkan tujuan pendaftaran tanah, yaitu :
  1. memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak suatu bidang tanah, satuan rumah susun, dan hak hak lain yang terdaftar agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan yang diberikan sertipikat sebagai tanda bukti haknya.
  2. menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan termasuk pemerintah agar dengan mudah dapat memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun yang terdaftar.
  3. terselenggaranya tertib administrasi pertanahan. mencapai tertib administrasi pertanahan, setiap bidang tanah dan satuan rumah susun termasuk peralihan, pembebanan, dan hapusnya hak atas bidang tanah dan satuan sumah susun wajib didaftar.
sumber :

Urip Santoso. 2016. Pejabat Pembuat Akta Tanah : Perspektif Regulasi, Wewenang, dan Sifat Akta. Kencana : Jakarta.

Arie S. Hutagalung. 2005. Tebaran Pemikiran Seputar Masalah Hukum Tanah. Lembaga Pemberdayaan Hukum Indonesia : Jakarta.

Undang-undang dasar tahun 1945 (UUD).

Undang-undang nomor 5 tahun 1960 tetang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA).

Peraturan Pemerintah nomor 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran tanah

Jumat, Februari 01, 2019

Pengetahuan Dasar Perancangan Kontrak

Istilah dan Pengertian.


Istilah perancangan kontrak berasal dari bahas inggris, yaitu contract draffting, bahasa indonesia terdapat tiga istilah yakni rancangan, merancang, dan perancangan.

  • rancangan adalah segala sesuatu yang sudah direncanakan.
  • merancang adalah mengatur segala sesuatu atau merencanakan.
  • perancangan adalah proses, cara, atau perbuatan merancang.
  • kontrak adalah hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum, yakni hak dan kewajiban.
Perancangan Kontrak merupakan proses atau cara untuk merancang kontrak yang berisikan cara mengatur dan merencanakan sktruktur, anatomi, dan substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak.
  • struktur kontrak adalah susunan dari kontrak yang akan dibuat atau dirancang oleh para pihak.
  • anatomi kontrak adalah berkaitan dengan letak dan hubungan bagian-bagian yang satu dengan bagian yang lainnya.
  • substansi kontrak adalah isi yang dituangkan dalam kontrak yang akan dirancang oleh para pihak, ada yang dinegosiasi oleh para pihak dan ada yang telah ditentukan secara sepihak oleh salah satu pihak, yang lazim disebut dengan kontrak baku (standard contract).

Asas-asas Hukum dalam Perancangan Kontrak.


Dalam Buku III KUH Perdata dikenal dengan lima macam asas hukum, yakni :
  1. Asas Konsensualisme;
  2. Asas kebebasan berkontrak;
  3. Asas Pact sunt servanda (asas kepastian hukum);
  4. Asas itikad baik;
  5. Asas kepribadian.
Asas yang erat kaitan dengan perancangan kontrak asas kebebasan berkontrak dan asas  Pact sunt servanda (asas kepastian hukum), berikut :
  1. Asas kebebasan berkontrak, dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata, berbunyi : semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Maksud asas ini adalah 1. membuat atau tidak membuat perjanjian, 2. mengadakan perjanjian dengan siapa pun, 3. menentukan isi perjanjian, pelaksanaan dan persyaratannya, dan 4. menentukan bentuknya perjanjian, yaitu tertulis atau lisan.
  2. Asas  Pact sunt servanda , disebut juga asas kepastian hukum, yang berhubungan denga akibat perjanjian. Asas ini menggaris bawahi pihak ketiga atau hakim harus menghormati substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak, sebagaimana layaknya sebuah undang-undang, tidak boleh ada intervensi dari pihak mana pun, juga dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata, berbunyi : semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.

Sumber Hukum Perancangan Kontrak. 


1. Buku III dan Buku IV KUH Perdata.
    
Pasal 1338 ayat (1), berbunyi : semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. selain ini ada sumber hukum yang lain dalam KUH Perdata antara lain :
  • Perikatan pada umumya (Pasal 1233 s.d Pasal 13121 KUH Perdata);
  • Perikatan yang dilahirkan dari perjanjian (Pasal 1313 s.d Pasal 1351 KUH Perdata);
  • Hapusnya Perikatan (Pasal 1381 s.d Pasal 1481 KUH Perdata);
  • Jual Beli (Pasal 1381 s.d Pasal 1456 KUH Perdata);
  • Tukar-menukar (Pasal 1541 s.d Pasal 1546 KUH Perdata);
  • Sewa-menyewa (Pasal 1548 s.d Pasal 1600 KUH Perdata);
  • Persetujuan untuk melakukan pekerjaan (Pasal 1601 s.d Pasal 1617 KUH Perdata);
  • Persekutuan (Pasal 1618 s.d Pasal 1652 KUH Perdata);
  • Hibah (Pasal 1666 s.d Pasal 1693 KUH Perdata);
  • Penitipan barang (Pasal 1694 s.d Pasal 1739 KUH Perdata);
  • Pinjam pakai (Pasal 1740 s.d Pasal 1753 KUH Perdata);
  • Pinjam meminjam (Pasal 1754 s.d 1769 KUH Perdata);
  • Pemberian Kuasa (Pasal 1792 s.d 1819 KUH Perdata);
  • Penanggung utang (Pasal 1820 s.d Pasal 1850 KUH Perdata);
  • Perdamaian (Pasal 1820 s.d Pasal 1850 KUH Perdata).
Buku IV Perdata tentang pembuktian dan daluarsa, yaitu Pasal 1865 s.d Pasal 1894 KUH Perdata, yang merupakan kaitan dengan pembuktian dengan tulisan.

2. Undang-undang nomor 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.

Pada Pasal 5 UU 42/1999 tentang Jaminan Fidusia, mengatur tentang pembebanan jaminan fidusia, pembebanan jaminan fidusia dibuat dengan akta notaris.

Pasal 6 UU 42/1999 tentang Jaminan Fidusia, memuat tentang struktuk akta jaminan fidusia, antara lain :
  • identitas pihak pemberi dan penerima fidusia;
  • data perjanjian pokok yang dijamin fidusia;
  • uraian mengenai benda yang menjadi objek jaminan fidusia;
  • nilai penjaminan; dan 
  • nilai benda yang menjadi objek jaminan fidusia.
3. Undang-undang nomor 2 tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-undang nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.

Pasal 38, berkaitan dengan perancangan kontrak yang memuat struktur akta notaris, terdiri dari : 
  • awal akta atau kepala akta;
  • badan akta; dan
  • akhir atau penutup akta.

sumber :

Salim HS, dkk. 2008. Perancangan Kontrak dan Memorandum Of Understanding. Sinar Grafika : Jakarta.

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata).

Undang-Undang nomor 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia (UU Jaminan Fidusia).

Undang-Undang nomor 2 tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-undang nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (UUJN).

Postingan terakhir

PENGECEKAN SERTIPIKAT KE BPN kah?

google.com/foto Ya, Ke BPN  Betul ke BPN. Yakin betul ke BPN? Kemana kalau PPAT akan melakukan pengecekan sertipikat hak atas ta...