Translate

Tampilkan postingan dengan label Hukum Islam. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Hukum Islam. Tampilkan semua postingan

Minggu, Maret 03, 2019

Makna, Hukum dan Macam R I B A.

A. Riba.

google.com/foto
Al-Qur'an memakai kata riba untuk bunga. Pengertian riba di dalam kamus adalah kelebihan atau peningkatan atau surplus.  Ilmu ekonomi, riba berarti kelebihan pendapatan yang siterima oleh si pemberi pinjaman dari si peminjam, yaitu kelebihan dari jumlah uang pokok yang dipinjam, sebagai upah atas dicairkannya sebagian harta dalam waktu yang ditentukan.

Agama Islam riba secara khusus menunjuk pada kelebihan yang diminta dengan cara yang khusus. Secara umum Ulama Fiqih mendefinisikan riba dengan "Kelebihan harta dalam muamalah dengan tidak ada imbalan atau gantinya". 

Ibnu Hajar Al Askalani, mengatakan esensi riba adalah kelebihan, apakah itu barang ataupun uang, seperti uang dua dinar sebagai pengganti satu dinar.

Aliama Mahmud Al Hassan Tauki, mengatakan riba berarti kelebihan atau kenaikan dan jika dalam suatu perjanjian barter (pertukaran barang dengan barang), meminta adanya kelebihan satu benda untuk benda yang sama.

Syekh Waliyullah Dahwali, mengatakan unsur riba terdapat pada hutang yang diberikan dengan syarat si peminjam bersedia membayarnya lebih banyak dari apa yang telah diterimanya.

Abu Bakar ibn Al Arabi, mengatakan setiap kelebihan yang tidak ada sesuatu pun yang dikembalikan sebagai penggantinya disebut riba.

Qatadah, mengatakan sebelum kedatangan islam yang disebut riba adalah jika seseorang menjual barang pada orang lain untuk jangka waktu tertentu dan ketika sampai batas waktu yang ditentukan si pembeli tidak dapat membayarnya, lalu si penjual memberikan perpanjangan waktu pembayarannya.

B. Hukum Riba


Ulama sepakat bahwa muamalah dengan cara riba hukumnya haram. 

Tahap Pertama

Allah SWT menunjukkan bahwa riba itu bersifat negatif. Surah Ar-Rum surah ke 30 ayat 39, menyatakan Dan suatu riba yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu menambah pada sisi Allah.

Tahap Kedua

 Allah SWT memberi isyarat akan keharaman riba melalui kecaman terhadap praktek riba di kalangan masyarakat Yahudi. An Nissa surah ke 4 ayat 161, menyatakan dan disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah melarang daripadanya, dan karena mereka memakan harta orang dengan jalan yang batil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih.

Tahap Ketiga

Allah SWT mengharamkan salah satu bentuk riba, yaitu yang bersifat berlipat ganda dengan larangan yang tegas, tercantum dalam surah Ali Imran surah ke 3 ayat 130-132 yang artinya Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda.

Tahap Keempat

Allah SWT mengharamkan riba secara keseluruhan dengan segala bentuknya. Hal ini disampaikna melalui firmannya dalam surah Al Baqarah surah ke 2 ayat 275-281, ayat 275 Allah menyatakan bahwa jual beli sangat berbeda dengan riba, dalam ayat 276 Allah SWT menyatakan memusnahkan nribda dan dalam ayat 277 Allah SWT memerintahkan untuk meninggalkan segala bentuk riba yang masih ada. Keharaman riba secara total ini, menurut para ahli fiqih berkisar pada akhir tahun ke-8 atau awal tahun ke-9 hijriah.

Sabda Rasulullah SAW diantaranya adalah sabda Rasulullah SAW dari Abu Hurairah r.a yang diriwayatkan Muslim tentang 7 dosa besar, di antaranya adalah riba.

Riwayat Abdullah bin Mas'ud r.a dikatakan bahwa Rasulullah SAW melaknat para pemakan riba, yang memberi makan dengan cara riba, para saksi dalam masalah riba, dan para penulisnya. (HR. Abu Daud dan Muslim). dan ada hadist lainnya

C. Macam-macam Riba


  1. Riba Fadl. berlaku dalam jual beli. kelebihan pada salah satu harta sejenis yang diperjualbelikan dengan ukuran syara, misalnya : 1 kg beras dijual dengan 1,25 kg beras. Kelebihan 1/4 kg tersebut disebut riba fadl, Jual beli ini berlaku dalm barter yaitu barang ditukar dengan barang, bukan dengan uang.                                                                                  Dari Abu Said al Khudri r.a : Nabi Muhammad SAW bersabda  : Jangan jual emas denga emas kecuali apabila ia serupa dengan serupa, jangan menambah yang satu daripada yang lain, jangan jual perak dengan perak kecuali apabila ia dengan serupa dan jangan menambahkan yang satu daripada yang lain, jangan jual barang yang tiada di situ (di antara barang-barang ini) yang belum disediakan. (HR. Bukhari, Muslin, Tirmidzi, Nasai dan Ahmad)
  2. Riba Nasi'ah adalah melebihkan pembayaran atas utang kepada pemilik modal ketika waktu yang disepakati telah jatuh tempo. Apabila sudah jatuh tempo, ternyata orang yang berhutang tidak sanggup membayar utang, maka waktunya bisa diperpanjang namun jumlah utangnya ditambah karena keterlambatan. Dari Anas bin Malik r.a Nabi SAW bersabda : Sekiranya seseorang memberi pinjaman kepada orang lain dan pemberi pinjaman itu hendaknya jangan mengambil apa-apa hadiah yang ditawarkan (HR. Bukhari).

Sumber :

Al-Qur'an

Hadist

Arisson Hendry, dkk. 1999. Perbankan Syariah : Perspektif Praktisi. Jakarta : Muamalat Institute.

Kamis, Februari 07, 2019

Pengantar tentang Jaminan dalam Hukum Islam

Kata jaminan dalam bahasa Indonesia adalah tanggungan, cagaran, garansai, sedangkan menjamin adalah menanggung akan keselamatan (kebaikan, ketulenan, kebenaran) orang, barang, harta benda dan lain sebagainya.Secara istilah, jaminan diartikan dengan penyerahan kekayaan atau pernyataan kesanggupan seseorang untuk menanggung pembayaran kembali suatu hutang. 

Pasal 1 angka 26 Undang-Undang nomor 21 tahun 2008 tentang Perbankan syariah, menyatakan bahawa jaminan/agunan adalah jaminan tambahan, baik berupa benda bergerak, maupun tidak bergerak, yang diserahkan oleh pemilik agunan kepada Bank syariah, guna menjamin pelunasan kewajiban nasabah penerima fasilitas.

Permohonan jaminan dalam islam berpijak pada prinsip maslahah mursalah, yang artinya suatu kemashalahatan yang tidak ditemukan nash yang sahrih dan langsung yang memerintahnya, sebagaimana tidak ditemukan pula nash yang sahrih yang melarangnya, akan tetapi ianya secara logika membawa pada kebaikan.

Menurut As-Syaukani, yang menjadi pegangan dalam masalah muamalah adalah kebolehan sehingga ada dalil yang mengharamkannya, karenanya, dalam masalah jaminan, jika dalam masalah transaksi, perjanjian dan hubungan muamalah dapat mengakibatkan bahaya bagi salah satu pelaku atau bahkan kedua-duanya, maka muamalah yang demikian diharamkan.   

Jaminan dalam Muamalah


Muamalah adalah peraturan hukum yang mengatur hubungan hak dan kewajiban dalam kehidupan bermasyarakat. Aspek muamalah merupakan salah satu aspek kehidupan yang sangat kental ciri elastisitasnya. Dalam wacana figh klasik, bercerita tentang jaminan, baik berupa jaminan hutang (rahn) maupun jaminan perorangan (kafalah), dalam kaitannya dengan pembiayaan mudharabah.

Dalam sistem perbankan syariah masa kini, Bank sebagai shahib maal tidak mungkin akan menguncurkan dana bagi nasabah (mudharib) kecuali setelah meminta jaminan dalam transaksinya demi menyakinkan bahwa modal yang dipinjamkan diharapkan kembali seperti semula sesuai dengan ketentuan awal saat akad berlangsung.

Ada beberapa manfaat jaminan dalam muamalah, khusunya dalam kada-akad pembiayaan uang tawarkan Bank-Bank syariah, antara lain :
  1. Nasabah dapat memanfaatkan dana yang diberikan Bank Syariah dengan sebaik mungkin dan menggunakan dengan penuh kehati-hatian, sebagaimana yang tercantum dalam akad, karena jaminan itu memberikan tekanan kepadanya;
  2. Jaminan delam akad pembiayaan juga mampu meminimalisir kelalaian dan kesalahan yang disengaja.
Ada Kegunaan dengan adanya jaminan dalam muamalah, antara lain :
  1. Memberikan hak dan kuasa pada Bank untuk memperoleh pelunasan dengan menggunakan barang jaminan itu, jika nasabah melakukan cedera janji (wanprestasi), yaitu membayar kembali hutangnya (pokok maupun bagi hasil) pada waktu yang tidak ditetapkan dalam perjanjian kredit;
  2. Memberikan jaminan agar nasabah berperan dan turut serta dalam transaksi yang dibiayai dengan kredit Bank, sehingga dengan demikian kemungkinan nasabah untuk meninggalkan usaha atau proyek yang akan merugikan usaha atau proyek yang akan merugikan nasabah itu sendiri dapat dicegah atau diminimalisir;
  3. Memberi dorongan kepada debitur untuk memenuhi syarat-syarat di dalam perjanjian kredit, khususnya mengenai pembayaran kembali yang telah disetujui agar debitur tidak kehilangan kekayaan yang telah dijaminkan kepada Bank.
sumber :

Badan Pembinaan Hukum Nasional. 1978. Seminar Hukum Jaminan. tanpa penerbit : Yogyakarta.

Muhammad. 2001. Teknik Perhitungan Bagi Hasil di Bank Syariah. UII Press : Yogyakarta.

Azhar Basyir, Ahmad. 1990. Asas Hukum Muamalah. UII Press : Yogyakarta.

Hasballah, HM Thalib. 2017. Jaminan dalam Pembahasan Hukum Islam. Tanpa Penerbit : Medan

Undang-Undang nomor 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.

Postingan terakhir

PENGECEKAN SERTIPIKAT KE BPN kah?

google.com/foto Ya, Ke BPN  Betul ke BPN. Yakin betul ke BPN? Kemana kalau PPAT akan melakukan pengecekan sertipikat hak atas ta...