Translate

Tampilkan postingan dengan label PerseroanTerbatas. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label PerseroanTerbatas. Tampilkan semua postingan

Sabtu, Februari 01, 2020

NOTARIS SEBAGAI PEMEGANG SAHAM, BAGAIMANA?

BOLEHKAH NOTARIS MEMBUAT AKTA UNTUK KEPENTINGAN SUATU PERSEROAN TERBATAS JIKA TERNYATA NOTARIS TERSEBUT ADALAH MERUPAKAN PEMEGANG SAHAM DARI PERSEROAN TERBATAS TERSEBUT ? DAN BAGAIMANA JIKA TERNYATA KOMISARIS PERSEROAN TERBATAS TERSEBUT ADALAH ISTERI DARI NOTARIS YANG BERSANGKUTAN?

Untuk menjawab permasalahan tersebut tentunya kita harus memahami perihal kewenangan Notaris terkait dengan “orang” untuk kepentingan siapa akta itu dibuat dan juga kedudukan seseorang sebagai “pihak” dalam akta yang dibuat dihadapan Notaris. Pada prinsipnya Notaris berwenang untuk membuat akta, untuk kepentingan setiap atau  semua orang, kecuali dilarang oleh undang-undang. Notaris berwenang melayani kepentingan orang-orang yang bertempat tinggal di dalam wilayah jabatannya maupun diluar wilayah jabatannya, orang-orang yang bertempat tinggal di Indonesia maupun diluar Indonesia, warga negara Indonesia maupun warga negara Asing, sepanjang berada didalam wilayah jabatannya. 
Orang-orang yang tidak dapat menjadi “pihak”  sebagaimana ditentukan di dalam Pasal 52 ayat (1) UUJN,  adalah:
1) Notaris yang bersangkutan;
2) isteri/suami Notaris;
3) orang yang mempunyai hubungan kekeluargaan dengan Notaris, baik karena perkawinan maupun hubungan sedarah dalam garis keturunan lurus ke bawah dan/atau ke atas tanpa pembatasan derajat, serta dalam garis ke samping sampai dengan derajat ketiga. 

Pasal 52 ayat (2) UUJN menentukan bahwa larangan tersebut tidak berlaku dalam hal mereka (kecuali Notaris), menjadi penghadap dalam penjualan di muka umum, sepanjang penjualan itu dapat dilakukan di hadapan Notaris, persewaan umum, atau pemborongan umum, atau menjadi anggota rapat yang risalahnya dibuat oleh Notaris.

Larangan untuk menjadi pihak dalam suatu akta notaris tidak hanya berlaku terhadap Notaris, suami/isteri Notaris, keluarga Notaris karena hubungan sedarah dalam garis dan derajat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 UUJN saja, akan tetapi berlaku juga terhadap keluarga sedarah Notaris karena perkawinan atau keluarga semenda. Kekeluargaan semenda adalah suatu pertalian keluarga yang diakibatkan karena perkawinan, yaitu hubungan keluarga antara suami atau isteri dengan keluarga sedarah dari yang lainnya.   

Jadi semua keluarga sedarah dari pihak suami adalah merupakan keluarga semenda dari pihak isteri, demikian juga sebaliknya semua keluarga sedarah dari pihak isteri  adalah merupakan keluarga semenda dari pihak suami.  Hubungan kekeluargaan semenda  tersebut tetap berlangsung walaupun perkawinan diantara suami isteri tersebut telah berakhir.  

Menjadi “pihak” dalam suatu akta Notaris dapat berupa menjadi pihak untuk diri sendiri, pihak melalui kuasa, atau pihak dalam jabatan atau kedudukan tertentu. Larangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 52 ayat (1) UUJN tersebut berlaku juga bagi mereka yang menjadi pihak untuk diri sendiri, maupun dalam suatu kedudukan ataupun dengan perantaraan kuasa. Menjadi pihak dalam jabatan misalnya Notaris X membuat akta untuk kepentingan PT Z, dimana yang mewakili PT Z tersebut sebagai direktur adalah orang-orang yang dilarang menjadi pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1) UUJN, misanya, suami/isteri Notaris X atau adik dari Notaris X.

Seandainya orang-orang yang dilarang menjadi pihak tersebut tidak berkedudukan sebagai Direktur yang mewakili PT Z tersebut, tapi mereka berkedudukan sebagai pemegang saham PT Z maka Notaris X dapat membuat akta untuk kepentingan PT X tersebut, oleh karena Direktur PT Z mewakili Direksi PT Z bukan mewakili para pemegang saham PT, melainkan mewakili PT Z. Lalu bagaimana apabila orang-orang yang dilarang menjadi pihak tersebut menjabat sebagai Komisaris PT Z, sementara untuk melakukan tindakan hukum tersebut harus memperoleh persetujuan Dewan Komisaris, apakah Notaris X boleh membuat akta untuk kepentingan PT Z. 

Tentunya dalam hal ini harus dilihat terlebih dahulu apakah pemberian persetujuan tersebut dilakukan dengan turut hadir dihadapan Notaris X atau diberikan secara tertulis. Jika diberikan dengan cara hadir dihadapan Notaris, tentunya melanggar ketentuan Pasal 52 UUJN, karena Komisaris yang bersangkutan akan menjadi pihak dalam akta yang dibuat dihadapan Notaris X. Akan tetapi jika persetujuan tersebut diberikan secara  tertulis maka hal tersebut tidak melanggar Pasal 52 UUJN, oleh karena pemberian persetujuan tersebut bukan merupakan kuasa. Jadi sekalipun Komisaris tersebut disebut dalam akta, dia bukan merupakan pihak dalam akta tersebut.

Untuk memahami hal tersebut tentunya kita harus memahami kembali pengertian pihak disatu sisi dan juga pengertian dan hakekat perwakilan dalam suatu badan hukum, seperti PT, Perkumpulan, Yayasan ataupun Koperasi, yang merupakan pengetahuan dasar yang telah kita pelajari di bangku S1. Badan-badan hukum tersebut bertindak melalui organnya. Organ tersebut mewakili Badan hukum yang bersangkutan, bukan mewakili pemegang saham, anggotanya atau tidak mewakili para pendirinya.

Tulisan Alwesius

Kamis, April 18, 2019

UUPT 2007 : Penyelenggara RUPS Kepada Ketua Pengadilan Negeri

google.com/foto
Pasal 80 UUPT 2007 mengatur tentang permintaan penyelenggaraan RUPS kepada Ketua Pengadilan Negeri, yang memberi hak kepada pemegang saham mengajukan permohononan penyelenggaraan RUPS kepada Ketua Pengadilan Negeri. baca juga : Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)

a. Terbukanya Hak pemegang saham mengajukan Permohonan kepada Ketua Pengadilan Negeri

Pasal 80 ayat (1) UUPT 2007, hak pemegang saham terbuka mengajukan permohonan (verzoek, petition) kepada ketua pengadilan negeri meminta penyelnggaraan RUPS :
  1. apabila direksi atau dewan komisaris tidak melakukan pemanggilan RUPS dalam jangka waktu 15 hari dari tanggal penerimaan surat permintaan;
  2. bentuknya adalah permohonan yang dituangkan dalam surat permohonan (verzoekshrift, petition), bukan gugatan (vordering, claim);
  3. diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri sesuai asas actor sequitor forum rei yakni yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan perseroan;
  4. isi permintaan permohonan, agar ketua pengadilan negeri menetapkan pemberian izin kepada pemohon melakukan sendiri pemanggilan RUPS.
b. Sistem Pemeriksaan Pemohonan secara Kontradiktor (Contradictoir)

Pasal 80 ayat (2) UUPT 2007, menyebutkan sistem pemeriksaannya :
  • tidak bersifat ex parte atau tidak hanya memeriksa dan mendengar pihak pemohon saja sebagaimana lazimnya pemeriksaan permohonan;
  • tetapi bersifat kontradiktoir atau bersifat inter partes : - ketua pengadilan negeri harus memanggil direksi dan/atau dewan komisaris, -juga memanggil dan mendengar pemohon
Ketentuan ini bersifat imperatif (mandatory rule). Pengadilan tidak dapat mengeluarkan penetapan pemberian izin kepada pemegang saham memanggil RUPS, sebelum memanggil dan mendengar pemohon dan Direksi dan Dewan Komisaris. baca juga : Mau RUPS ? Di mana saja tempatnya.

c. Pemohon dibebani wajib bukti

Pasal 80 ayat (2) UUPT 2007, menyatakan beban wajib bukti (bewijst, burden of proof) kepada pemegang saham.

1. Membuktikan, bahwa persyaratan permohonan telah dipenuhi.
  • pemohon benar mewakili palin sedikit 1/10 dari jumlah seluruh saham dengan hak suara, sesuai dengan ketentuan Pasal 79 ayat (2) huruf a UUPT 2007;
  • telah mengajukan permintaan kepada Direksi atau Dewan Komisaris, namun telah lewat tenggang 15 hari dari tanggal surat permintaan mereka terima, tidak melakukan pemanggilan RUPS.

2. Membuktikan pemohon mempunyai kepentingan yang wajar untuk diselenggarakan RUPS

Pasal 80 ayat (2) UUPT 2007, dengan dilakukan pemohonan secara sumir. Tidak dituntut penerapan hukum pembuktian sebagaimana lazimnya dalam proses pemeriksaan perkara perdata pada umumnya. baca juga : UUPT 2007 : Klasifikasi rapat Perseroan/ RUPS

Apabila pemohon berhasil membuktikan secara sumir (sederhana) hal-hal yang disebut di atas, Ketua Pengadilan Negeri mengeluarkan penetapan pemberian izin kepada pemegang saham tersebut untuk melakukan sendiri pemanggilan RUPS, sebaliknya jika pemohon tidak dapat membuktikan secara sumir persyaratan telah dipenuhi dan pemohon mempunyai kepentingan yang wajar RUPS diselenggarakan, Ketua Pengadilan menolak permohonan.

d. Isi Penetapan

Ketua Pengadilan Negeri mengabulkan permohonan, maka pengabulan itu dituangkan dalam bentuk penetapan yang memuat diktum atau amar :

1. Memberi izin kepada pemohon melakukan sendiri pemanggilan RUPS;
2. Menetapkan :
  • bentuk RUPS : tahunan atau luar biasa;
  • mata acara RUPS sesuai dengan permohonan pemegang saham;
  • menetapkan kuorum kehadiran dan/atau ketentuan tentang persyaratan pengambilan keputusan RUPS (Pasal 80 ayat (3) UUPT 2007)
  • menunjuk ketua rapat sesuai dengan atau tanpa terikat pada ketentuan UUPT 2007 atau Anggaran Dasar (AD)
3. Memerintahkan Direksi dan/atau Dewan Komisaris wajib hadir dalam RUPS.

e. RUPS hanya boleh membicarakan mata acara yang ditetapkan Pengadilan.

Pasal 80 ayat (6) UUPT 2007, mata acara RUPS berdasar permohonan pemegang saham, hanya boleh membicarakan mata acara yang tercantum dalam amar penetapan pengadilan, dilarang membicarakan mata acara lain, di luar yang disebut dalam penetapan.

f. Penetapan pengabulan pemohonan bersifat final

Apabila Ketua pengadilan negeri mengabulkan permohonan, hal itu dituangkan dalam bentuk penetapan :
  • sifat penetapan itu langsung final dan mempunyai kekuatan hukum tetap;
  • terhadapnya tertutup segala upaya hukum biasa (banding dan kasasi) maupun upaya luar biasa (peninjauan kembali)
Penjelasan Pasal 80 ayat (6) UUPT 2007, antara lain mengatakan terhadap penetapan tersebut tidak dapat diajukan banding, kasasi atau peninjauan kembali. baca juga : UUPT 2007 : RUPS Melalui Media Elektronik

g. Terhadap penolakan permohonan, dapat diajukan kasasi

Pasal 80 ayat (7) UUPT 2007, memberi hak kepada pemohon :
  • untuk mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung;
  • terdapat putusan kasasi tersebut tidak dimungkinkan mengajukan permohonan peninjauan kembali.
Penjelasan Pasal 80 ayat (7) UUPT 2007, bahwa satu-satunya upaya hukum yang mungkin dipergunakan pemohon terhadap penolakan permohonanm hanya upaya hukum kasasi dan tidak mungkin mengajukan peninjauan kembali.

bacaan :

M. Yahya Harahap. 2016. Hukum Perseroan Terbatas. Jakarta : Sinar Grafika.

Undang-Undang nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT 2007)

Rabu, April 17, 2019

UUPT 2007 : Penyelenggara RUPS

Pada dasarnya yang berfungsi dan berwenang menyelenggarakan RUPS tahunan maupun RUPS luar biasa adalah Direksi, yang ditegaskan oleh Pasal 79 ayat (1) UUPT 2007. Penyelenggaraan diadakan RUPS, sepenuhnya merupakan inisiatif dari Direksi. Baca juga : Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)


Pasal 79 ayat (2) UUPT 2007 berikut ketentuan dan syarat-syarat :

a. Yang berhak meminta dilakukan RUPS

Dapat atau berhak meminta kepada Direksi supaya diadakan dan diselenggarakan RUPS tahunan atau RUPS luar biasa adalah :

  1. 1 orang atau lebih pemegang saham yang bersama-sama mewakili 1/10 (satu persepuluh) atau lebih jumlah seluruh saham dengan hak suara, kecuali AD menentukan suatu jumlah yang lebih kecil, atau;
  2. Dewan Komisaris. Jika berpatokan pada ketentuan Pasal 79 ayat (2) huruf a UUPT 2007, yang berhak meminta adalah pemegang saham yang mewakili paling sedikit 1/10 (satu persepuluh) jumlah saham dengan hak suara. Namun ketentuan ini sendiri memebolehkan AD menentukan jumlah yang lebih kecil dari itu.
b. Bentuk dan Alasan Permintaan

Agar permintaan pemegang saham atas penyelenggaraan RUPS memenuhi persyaratan :
  1. bentuk permintaan diajukan dengan surat tercatat;
  2. diajukan kepada Direksi dan tembusannya disampaikan kepada Dewan Komisaris;
  3. Disertai dengan alasannya.
Penjelasan Pasal 79 ayat (3) UUPT 2007, alasan yang menjadi dasar permintaan diadakan RUPS, antara lain :
  1. karena Direksi tidak mengadakan RUPS tahunan sesuai dengan batas waktu yang ditentukan Pasal 78 ayat (2) UUPT 2007, yang mewajibkan RUPS tahunan diadakan dalam jangka waktu paling lambat 6 bulan setelah tahun buku berakhir, atau
  2. masa jabatan anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris akan berakhir.
c. Direksi wajib mengadakan RUPS yang diminta

Apabila ada permintaan dari pemegang saham atau dari Dewan Komisaris yang memenuhi syarat kepada Direksi agar diadakan RUPS maka menurut Pasal 79 ayat (5) UUPT 2007 :
  • Direksi wajib melakukan panggilan RUPS;
  • panggilan RUPS harus dilakukan Direksi, paling lambat 15 hari terhitung sejak tanggal permintaan penyelenggaraan RUPS diterima Direksi.



d. Direksi tidak melakukan pemanggilan RUPS yang diminta

Pasal 79 ayat (6), kalau direksi tidak melakukan pemanggilan RUPS dalam jangka waktu 15 hari dari tanggal permintaan diterimanya dapat ditempuh upaya berikut :
  • pemegang saham dapat mengajukan kembali permintaan itu kepada dewan komisaris, atau;
  • kalau yang meminta kepada direksi adalah dewan komisaris maka dewan komisaris melakukan pemanggilan sendiri RUPS.
Jika permintaan kembali penyelenggaraan RUPS oleh pemegang saham kepada dewan komisaris, dewan komisaris wajib melakukan pemanggilan RUPS dalam jangka waktu paling lambat 15 hari sejak tanggal permintaan penyelenggaraan RUPS diterima. Selanjutnya, RUPS yang diselenggarakan Dewan komisaris berdasarkan panggilan RUPS atas permintaan pemegang saham, hanya membicarakan masalah yang berkaitan dengan alasan yang dikemukakan dalam surat permintaan. Baca juga : UUPT 2007 : RUPS Melalui Media Elektronik

Pasal 79 ayat (9) UUPT 2007, berbeda dengan Pasal 79 ayat (8) UUPT 2007. Menurut ketentuan ini RUPS yang diadakan Direksi berdasarkan permintaan, selain membicarakan masalah yang berkaitan dengan alasan yang dikemukakan dalam permintaan, dapat juga membicarakan mata acara rapat lainnya yang dipandang perlu oleh Direksi. 

Jika mengadakan RUPS Dewan Komisaris atas permintaan pemegang saham, hanya terbatas membicarakan masalah yang berkaitan dengan alasan yang dikemukakan dalam surat permintaan. Tidak dibenarkan membicarakan mata acara lain. Baca juga : UUPT 2007 : Klasifikasi rapat Perseroan/ RUPS

Bacaan :

M. Yahya Harahap. 2016. Hukum Perseroan Terbatas. Jakarta : Sinar Grafika. 

Undang-Undang nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT 2007)

Senin, April 01, 2019

Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)

Pada dasarnya Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dilakukan untuk mengontrol jalannya kepengurusan Perseroan yang dilakukan Direksi. UU 40/2007 tentang Perseroan Terbatas (PT) mengatur RUPS pada BAB VI, yang terdiri dari Pasal 75 -91. 

 Keberadaan dan Kewenangan RUPS

1. RUPS adalah Organ Perseroan.

Pasal 1 angka 2 UUPT, perseroan mempunyai tiga organ yang terdiri atas :
  1. RUPS;
  2. Direksi;
  3. Dewan Komisaris.
Keberadaan RUPS sebagai Organ Perseroan, ditegaskan lagi pada Pasal 1 angka 4 UUPT, RUPS adalah oragan Perseroan. Jadi RUPS adalah Organ Perseroan yang tidak dapat dipisahkan dari perseroan. Melalui RUPS tersebutlah para pemegang saham sebagai pemilik (eigenaar, owner) perseroan melakukan kontrol terhadap kekayaan kepengurusan yang dilakukan direksi maupun terhadap kekayaan serta kebijakan kepengurusan yang dijalankan manajemen Perseroan.

2. Kewenangan RUPS

Pasal 1 angka 4 UUPT, RUPS sebagai organ perseroan, mempunyai wewenang tidak diberikan kepada direksi atau dewan komisaris, namun dalam batas yang ditentukan dalam undang-undang dan/atau AD perseroan.

Pasal 75 ayat (1) UUPT, berbunyi RUPS mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada direksi atau dewan komisaris dalam batas yang ditentukan dalam undang-undang ini dan/atau anggaran dasar.

Kewenangan RUPS sesuai dengan UUPT, antara lain :
  1. Menyatakan menerima atau mengambil ahli semua hak dan kewajiban yang timbul dari perbuatan hukum yang dilakukan pendiri atau kuasanya (Pasal 13 ayat (1))
  2. Menyetujui perbuatan hukum atas nama perseroan yang dilakukan semua anggota direksi , semua anggota dewan komisaris bersama-sama pendiri dengan syarat semua pemegang saham hadir dalam RUPS dan semua pemegang saham menyetujuinya dalam RUPS tersebut (Pasal 14 ayat (4))
  3. Perubahan AD ditetapkan oleh RUPS (Pasal 19 ayat (1))
  4. Memberi Persetujuan atas pembelian kembali atau pengalihan lebih lanjtu ssaham yang dikeluarkan Perseroan (Pasal 38 ayat (1))
  5. Menyerahkan kewenangan kepada dewan komisaris guna menyetujui pelaksanaan RUPS atas pembelian kembali atau pengalihan lanjut saham yang dikeluarkan Perseroan (Pasal 39 ayat (1))
  6. Menyetujui penambahan modal perseroan (Pasal 41 ayat (1))
  7. Menyetujui pengurangan modal Perseroan (Pasal 44 ayat (1))
  8. Menyetujui rencana kerja tahunan apabila AD menentukan demikian (Pasal 64 ayat (1) Jo (3))
  9. Memberi persetujuan laporan tahunan dan pengesahan laporan keuangan serta laporan tugas pengawasan dewan komisaris (Pasal 69 ayat (1))
  10. Memutuskan penggunaan laba bersih, termasuk penentuan jumlah penyisihan untuk cadangan wajib dan cadangan lain (Pasal 71 ayat (1)).
  11. Menentapkan pembagian tugas dan pengurusan perseroan antara anggota direksi (Pasal 92 ayat (5))
  12. Mengangkat anggota direksi (pasal 94 ayat (1))
  13. Menetapkan tentang gaji dan tunjangan anggota direksi (Pasal 96 ayat (1))
  14. Menunjuk pihak lain untuk mewakili perseroan apabila seluruh anggota direksi atau dewan komisaris mempunyai benturan kepentingan denga perseroan (pasal 99 ayat (2) huruf c)
  15. Memberi persetujuan kepada direksi untuk mengalihkan kekayaan perseroan atau menjamin utang kekayaan perseroan.  persetujuan ini diperlukan apabila lebij dari 50 % jumlah kekayaan bersih perseroan dalam 1 transaksi atau lebih baik yang berkaitan satu sama lain maupun tidak (pasal 102 ayat (1))
  16. memberi persetujuan kepada direksi untuk mengajukan permohonan pailit atas perseroan sendiri kepada pengadilan niaga (pasal 104 ayat (1))
  17. memberhentikan anggota direksi (pasal 105 ayat (2))
  18. menguatkan keputusan pemberhentian sementara yang dilakukan dewan komisaris terhadap anggota direksi (pasal 106 ayat (7))
  19. mengangkat anggota dewan komisaris (Pasal 111 ayat (1))
  20. menetapkan tentang besarnya gaji atau honorium dan tunjangan anggota dewan komisaris (pasal 113)
  21. mengangkat persetujuan komisaris independen (pasal 120 ayat (2))
  22. memberi persetujuan atas rancangan penggabungan (pasal 223 ayat (3))
  23. memberi persetujuan mengenai penggabungan, peleburan.. pengambilalihan atau pemisahan (pasal 127 ayat (1))
  24. memberi keputusan atas peleburan perseroan (Pasal 142 ayat (1) huruf a)
  25. menerima pertanggungjawaban likuidator atas penyelesaian likuidasi (pasal 143 ayat (1))
Aturan :

Undang-Undang nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

Buku :

M. Yahya Harahap. 2016. Hukum Perseroan Terbatas. Sinar Grafika : Jakarta.

Minggu, Februari 24, 2019

Teori Personalitas Perseroan

google.com/foto
Perseroan sebagai badan hukum berbeda dengan manusia perorangan (different from natural or human being legal person), dengan alasan berikut :
  • Perseroan sebagai badan hukum, tidak punya badan, tidak punya pikiran dan tidak punya jiwa untuk ditendang (it has neither body, mind, nor soul to the kicked);
  • Pada zaman dulu, seperti dalam case of sutton's hospital (1612) dikatakan. perseroan sebagai badan hukum, tidak kelihatan (invicible), tidak mati (immortial), tetapi dia hanya ada dalam pertimbangan hukum (concideran of law).

Teori Personalitas Perseroan.

1. Teori Fiksi (fictitious theory)

Teori ini disebut juga teori entitas (entity theory) atau teori agregat (aggregate theory):
  • perseroan merupakan organisme yang mempunyai identitas hukum yang terpisah dari anggotanya atau pemiliknya,
  • perseroan adalah badan hukum buatan melalui proses hukum, pada dasarnya bersifat fiktif;
  • kelahirannya semata-mata melalui persetujuan pemerintahan dalam bentuk fiat atau consensus of the government.
Kepribadian atau personalitas perseroan sebagai badan hukum adalah pengakuan hukum terhadap kepentingan sekelompok orang tertentu untuk melakukan kegiatan perusahaan atau bisnis. Teori fiksi ini berkaitan juga dengan teori simbol yang mengatakan, perseroan sebagao badan hukum merupakan simbol dari totalitas jumlah kumpulan orang-orang yang berkaitan dalam perseroan.

Kepribadian atau personalitas orang-orang itu dan berkumpulnya mereka dalam badan hukum itu, berbeda (distinct) dengan personalitas dari individu anggotanya, dengan demikian yang menonjol adalah kepentingan kelompok yang berwujud badan hukum yang diberi nama perseroan yang terpisah dari kepentingan individu.Teori ini berasal dari Romawi dan Common law merupakan pada dasarnya perseroan sebagai badan hukum adalah buatan atau ciptaan fiksi yang disebut entitas hukum yang memiliki personalitas fiktif. teori disebut juga dengan teori fiat atau teori konsensus atau teori pengesahan pemerintah.
Baca juga :
Perseroan sebagai Badan Hukum
Mengenai Klasifikasi Perseroan            

2. Teori Realistik (realistic theory)

Menurut teori :
  • Perseroan sebagai grup atau kelompok, dimana kegiatan dan aktivitas kelompok itu diakui hukum terpisah dari kegiatan dan aktivitas individu kelompok yang terlibat dalam perseroan;
  • jumlah peserta terpisah dari komponen.
Sama halnya dengan teori simbol, perseroan sebagai simbol keseluruhan dari persorangan kelompok yang bergabung dalam kegiatan usaha perseroan tersebut merupakan orang=oranag yang terikat bergabung bersama dalam kegiatan usaha perseroan yang :
  • memiliki kepribadian hukum atau personalitas hukum yang berbeda dan terpisah dari kepribadian hukum individu personnya;
  • hukum membolehkan penerapan tanggungjawab terbatas hanya sebatas harta kekayaan perseroan dan menggugat dan digugat atas nama perseroan;
  • dan diakui memiliki pengurusan yang disebut direksi yang bertindak mengurus usaha perseroan serta mewakili perseroan.


Teori realistik, bahwa secara realistik, hukum mengakui adanya perbedaan dan pemisahan personalitas perseroan dengan personalitas para anggota kelompok yang terikat dalam perseroan.

3. Teori Kontrak

Perseroan sebagai badan hukum, dianggap merupakan kontrak antara anggota-anggota pada satu segi dan antara anggota-anggota perseroan yakni pemegang saham dengan pemerintah pada segi lain. Teori ini sejalan dengan Pasal 1 angka 1 jo Pasal 7 ayat (1) dan (3) UUPT 2007. Pasal ini perseroan sebagai badan hukum merupakan persekutuan modal yang didirikan berdasar perjanjian oleh pendiri dan/atau pemegang saham yang terdiri sekurang-kurangnya 2 orang atau lebih. Pasal 7 ayat (4), agar perseroan diakui sah sebagai badan hukum harus mendapat pengesahasan dari pemerintahan dalam hal ini Menkuham.

sumber :

Budianto, Agus. 2002. Kedudukan Hukum dan Tanggung Jawab Pendirian Perseroan Indonesia. Tanpa tempat terbit : Tanpa Penerbit.

Harahap, M. Yahya. 2016. Hukum Perseroan Terbatas. Sinar Grafika : Jakarta.
Harry G. Henna dan John R. Alexander. 1983. Law of Corporation Handbook Series, St. Paul Minn : West Publisha Co.

Undang-Undang nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

Kamis, Februari 14, 2019

Mengenai Klasifikasi Perseroan

google.com/foto
Klasisfikasi Perseroan tersurat dan tersirat pada Pasal 1 angka 6 dan Pasal 1 angka 7 Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

1) Perseroan Tertutup


Perseroan tertutup terdapat ciri khusus, antara lain :

  • Pemegang sahamnya terbatas dan tertutup (besloten, close). Hanya terbatas pada orang-orang yang masih kenal-mengenal atau pemegang sahamnya hanya terbatas di antara mereka yang masih ada ikatan keluarga, dan tertutup bagi orang luar;
  • Saham Perseroan yang ditetapkan dalam Anggaran Dasar (AD), hanya sedikit jumlahnya dan dalam AD sduah ditentukan dengan tegas siapa yang boleh menjadi pemegang saham;
  • Sahamnya juga hanya atas nama (aandeel op nam, registered share) atas orang-oranag tertentu secara terbatas.
Berdasarkan karakter ini, Perseroan yang semacam ini disebut dan diklasifikasi perseroan yang bersifat tertutup (besloten vennootschap, close corporation), atau disebut juga Perseroan Terbatas keluarga (famalie vennootschap, corporate family).

Pada dasarnya tidak berbeda dengan Perseroan perorangan. Mirip dengan perusahaan perseroan yang dikenal dalam kehidupan masyarakat dengan bentuk Perusahaan Dagang (PD) atau Usaha Dagang (UD) yang benar-benar perusahaan perorangan (sole proprietorship). Perusahaan yang dipimpin, diurus dan dioperasikan sendiri oleh pemilik.

Perseroan Terbatas yang tertutup, terdiri dari :

(a) Murni Tertutup

Ciri-cirinya, sebagai berikut :
  • boleh menjadi pemegang saham benar-benar terbatas dan tertutup secera mutlak, hanya terbatas pada lingkungan teman tertentu atau anggota keluarga tertentu saja,
  • sahamnya diterbitkan atas nama orang-orang tertentu dimaksud,
  • dalam AD ditentukan dengan tegas, pengalihan saham, hanya boleh dan terbatas di antara sesama pemegang saham saja.

(b) Sebagian Tertutup, sebagian terbuka

Coraknya, sebagian tetap tertutup dan sebagian lagi terbuka dengan acuan sebagai berikut :
  • seluruh saham Perseroan, dibagi menjadi dua kelompok,
  • satu kelompok saham tertentu, hanya boleh dimiliki orang atau kelompok tertentu saja. Saham yang demikian, misalnya dikelompokkan atau digolongkan saham istimewa, hanya dapat dimiliki orang tertentu dan terbatas,
  • sedang kelompok saham yang lain, boleh dimiliki secara terbuka oleh siapa pun.


2) Perseroan Publik.


Pasal 1 angka 8 UUPT, berbunyi Perseroan publik adalah perseroan yang telah memenuhi kriteria jumlah pemegang saham dan modal disetor sesuai dengan ketentuan peraturan.

Pasal 1 angka 8 UUPT 2007 adalah UU 8/95 tentang Pasal Modal (UUPM) dalam Pasal 1 angka 22. Perseroan menjadi Perseroan Publik, harus memenuhi kriteria sebagai berikut :
  • saham perseroan yang bersangkutan, telah dimiliki sekurang-kurangnya 300 pemegang saham,
  • memiliki modal disetor (gestort kapital, paid up capital) sekurang-kurangnya Rp3.000.000.000,-,
  • atau suatu jumlah pemegang saham dengan jumlah mmodal disetor yang ditetapkan Peraturan Pemerintah.
Pasal 24 UUPT 2007, menerangkan :
  • perseroan yang telah memenuhi kriteria sebagai perseroan publik, wajib mengubah AD menjadi Perseroan terbuka (Perseroan Tbk),
  • perubahan AD dimaksud, harus dilakukan dalam jangka waktu 30 hari terhitung sejak terpenuhi kriteria tersebut,
  • direksi perseroan wajib mengajukan pernyataan pendaftaran sesuai dengan ketetntuan peraturan perundang-undangan di bidang Pasak modal.

3) Perseroan Terbuka (Perseroan Tbk)


Pasal 1 angka 7 UUPT 2007, berbunyi Perseroan terbuka adalah perseroan publik atau perseroan yang melakukan penawaran umum saham, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.

Pasal 1 angka 7 UUPT 2007, perseroan Tbk diartikan :
  • Perseroan Publik yang telah memenuhi ketentuan Pasal 1 angka 22 UU 8/95 yakni memiliki pemegang saham sekurangnya 300 orang dan modal disetor sekurang-kurangnya Rp 3.000.000.000,-
  • perseroan yang melakukan penawaran umum (publik offtering) sham di bursa efek,  maksudnya perseroan tersebut menawarkan atau menjual saham atau efeknya kepada masyarakat luas.
Tata cara pendaftaran perseroan Tbk dalam rangka melakukan penawaran umum (public offering) saham diterbitkan, dapat dijelaskan secara ringkas, antara lain sebagai berikut :

(a) Setiap Perseroan publik yang hendak melakukan penawaran umum, wajib mendaftarkan diri kepada BAPEPAM,
(b) Bentuk dan Isi Pendaftaran
(c) Informasi dan Fakta Materil yang perlu dan layak diketahui investor.

4) Perseroan Grup (Group Company)


Banyak Perseroan yang memanfaatkan prinsip limited liability atau pertanggungjawaban terbatas. dalam rangka memanfaatkan limited liability, sebuah perseroan dapat mendirikan perseroan anak atau subsidiary untuk melakukan bisnis perseroan induk (parent company). Sesuai dengan prinsip keterpisahan (saparation) dan perbedaan (distinstion) yang dikenal dengan istilah separate entity, maka aset perseroan induk dengan perseroan anak terisolasi terhadap kerugian potensial (potential loses) yang akan dialami oleh satu di antaranya.

Perseroan Grup (group company), terdiri atas sejumlah bahkan perseroan sebagai perseroan anak (subsidiary). Perseroan Holding (parent company) kemungkinan besar tidak aktif melakukan kegiatan bisnis atau perdagangan. Hanya sahamnya ditanamkan dalam berbagai perseroan anak, dan mereka itu yang melakukan dan melaksanakan kegiatan usaha. Selanjutnya perseroan anak itu pun mendirikan perseroan anak (subsidiary) lagi. Demikian seterusnya, sehingga perusahaan holding memiliki berbagai anak. dalam kondisi yang demikian, terkadang tidak ada pemisahan (separate) dan perbedaan (distinction) mengenai eksistensi ekonomi dan aset, karyawan maupun pemisahan bisnis dan direksi antara holding dengan subsidiary. Namun demikian, hukum perseroan tetap memperlakukan subsidiary sebagai separate entity.

UUPT, tidak menjelaskan maupun mengatur ketentuan mengenai Perseroan Grup atau Perseroan Holding. Praktiknya perlu diketahui apa yang dimaksud Perseroan Grup (Group Company) atau Perseroan Holding (Holding Company) yang bisa disebut Perseroan induk atau Parent Company berhadapan dengan perseroan Anak atau Anak perseroan (Subsidiary Company).

sumber :

Marzuki Usman, dkk. 1997.  Pengetahuan Dasar Pasal Modal. Indonesia : Istibat Braker.

Yahya, M. Harahap. 2016. Hukum Perseroan Terbatas. Jakarta : Sinar Grafika.

Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan terbatas

Sabtu, Februari 09, 2019

Perseroan Sebagai Badan Hukum



Pasal 1 angka 1 Undang-Undang nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UU PT), berbunyi : Perseroan Terbatas yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasar perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya. Dan harus memenuhi syarat-syarat berikut :

1) Persekutuan Modal.

Perseroan sebagai badan hukum memiliki modal dasar yang disebut juga authorized capital, yakni jumlah modal yang disebutkan atau dinyatakan dalam Akta Pendirian atau AD Perseroan.  Modal dasar ini terdiri dari dalam saham atau sero (aandelen, share, stock)
Besar modal dasar Perseroan menurut Pasal 31 UU PT, terdiri atas seluruh nilai nominal saham.  Pasal 32 angka (1), modal dasar Perseroan paling sedikit Rp50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).

2) Didirikan berdasar Perjanjian.

Pasal 1 angka 1 UU PT menegaskan, bahwa Perseroan sebagai badan hukum, didirikan berdasar perjanjian.
Pasal 27 angka 1 UU PT menyatakan, supaya perjanjian untuk mendirikan perseroan sah menurut Undang-Undang pendirinya paling sedikit 2 orang atau lebih, dan bahwa prinsip yang berlaku berdasar Undang-Undang ini, perseroan sebagai badan hukum didirikan berdasar perjanjian, oleh karena itu mempunyai lebih dari 1 orang pemegang saham, maksudnya :
  • orang  perorangan (naturlijke persoon, natural person) baik warga negara maupun orang asing,
  • badan hukum indonesia atau badan hukum asing.
Pasal 7 angka (1) UU PT maupun penjelasan pasal ini, sesuai dengan yang ditentukan Pasal 1313 KUH Perdata, suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana seseorang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.


Pasal 1320 KUH Perdata, agar perjanjian pendirian Perseroan itu sah, harus memenuhi syarat adanya kesepakatan (overeenkomst, agreement), kecakapan (bevoegdheid, competence), untuk membuat suatu perikatan, mengenai suatu hal tertentu (bepalde onderwrp, fixed subject matter) dan suatu sebab yang halal (geoorloofd oorzaak, allowed cause).

Pasal 1338 KUH Perdata, perjanjian pendirian perseroan itu, mengikat sebagai Undang-Undang kepada mereka yang membuatnya. 

3) Melakukan kegiatan usaha.

Pasal 2 UU PT, suatu perseroan harus mempunyai maksud dan tujuan serta kegiatan usaha. 
Pasal 18 UU PT ditegaskan, maksud dan tujuan serta kegiatan usaha itu, harus dicantumkan dalam Anggaran Dasar (AD) Perseoran sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, dalam rangka mencapai maksud dan tujuan :
  • kegiatan usaha harus dirinci secara jelas dalam AD,
  • rincian tersebut tidak boleh bertentangan dengan Undang-Undang.
4) Lahirnya Perseroan melalui proses hukum dalam bentuk pengesahan pemerintah.

kelahiran Perseroan sebagai badan hukum (rechtspersoon, legal entity), karena dicipta atau diwujudkan melalui proses hukum (created by legal process) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Perseroan disebut badan hukum yang berwujud artifisial (kumstmatig, artificial) yang dicipta negara melalui proses hukum :
  • untuk proses kelahirannya, harus memenuhi syarat-syarat yang ditentukan peraturan perundang-undangan,
  • apabila persyaratan tidak terpenuhi, kepada perseroan yang bersankutan tidak diberikan keputusan pengesahan untuk status sebagai badan hukum oleh pemerintah, dalam hal ini Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Pasal 7 angka (2) UU PT, berbunyi : Perseroan memperoleh status badan hukum pada tanggal diterbitkannya Keputusan Menteri mengenai pengesahaan badan hukum perseroan.

sumber :

Harahap, M. Yahya. 2016. Hukum Perseroan Terbatas. Sinar Grafika : Jakarta.

Undang-Undang nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UU PT)

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata)

Postingan terakhir

PENGECEKAN SERTIPIKAT KE BPN kah?

google.com/foto Ya, Ke BPN  Betul ke BPN. Yakin betul ke BPN? Kemana kalau PPAT akan melakukan pengecekan sertipikat hak atas ta...