BOLEHKAH NOTARIS MEMBUAT AKTA UNTUK KEPENTINGAN SUATU PERSEROAN TERBATAS JIKA TERNYATA NOTARIS TERSEBUT ADALAH MERUPAKAN PEMEGANG SAHAM DARI PERSEROAN TERBATAS TERSEBUT ? DAN BAGAIMANA JIKA TERNYATA KOMISARIS PERSEROAN TERBATAS TERSEBUT ADALAH ISTERI DARI NOTARIS YANG BERSANGKUTAN?
Untuk menjawab permasalahan tersebut tentunya kita harus memahami perihal kewenangan Notaris terkait dengan “orang” untuk kepentingan siapa akta itu dibuat dan juga kedudukan seseorang sebagai “pihak” dalam akta yang dibuat dihadapan Notaris. Pada prinsipnya Notaris berwenang untuk membuat akta, untuk kepentingan setiap atau semua orang, kecuali dilarang oleh undang-undang. Notaris berwenang melayani kepentingan orang-orang yang bertempat tinggal di dalam wilayah jabatannya maupun diluar wilayah jabatannya, orang-orang yang bertempat tinggal di Indonesia maupun diluar Indonesia, warga negara Indonesia maupun warga negara Asing, sepanjang berada didalam wilayah jabatannya.
Orang-orang yang tidak dapat menjadi “pihak” sebagaimana ditentukan di dalam Pasal 52 ayat (1) UUJN, adalah:
1) Notaris yang bersangkutan;
2) isteri/suami Notaris;
3) orang yang mempunyai hubungan kekeluargaan dengan Notaris, baik karena perkawinan maupun hubungan sedarah dalam garis keturunan lurus ke bawah dan/atau ke atas tanpa pembatasan derajat, serta dalam garis ke samping sampai dengan derajat ketiga.
Pasal 52 ayat (2) UUJN menentukan bahwa larangan tersebut tidak berlaku dalam hal mereka (kecuali Notaris), menjadi penghadap dalam penjualan di muka umum, sepanjang penjualan itu dapat dilakukan di hadapan Notaris, persewaan umum, atau pemborongan umum, atau menjadi anggota rapat yang risalahnya dibuat oleh Notaris.
Larangan untuk menjadi pihak dalam suatu akta notaris tidak hanya berlaku terhadap Notaris, suami/isteri Notaris, keluarga Notaris karena hubungan sedarah dalam garis dan derajat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 UUJN saja, akan tetapi berlaku juga terhadap keluarga sedarah Notaris karena perkawinan atau keluarga semenda. Kekeluargaan semenda adalah suatu pertalian keluarga yang diakibatkan karena perkawinan, yaitu hubungan keluarga antara suami atau isteri dengan keluarga sedarah dari yang lainnya.
Jadi semua keluarga sedarah dari pihak suami adalah merupakan keluarga semenda dari pihak isteri, demikian juga sebaliknya semua keluarga sedarah dari pihak isteri adalah merupakan keluarga semenda dari pihak suami. Hubungan kekeluargaan semenda tersebut tetap berlangsung walaupun perkawinan diantara suami isteri tersebut telah berakhir.
Menjadi “pihak” dalam suatu akta Notaris dapat berupa menjadi pihak untuk diri sendiri, pihak melalui kuasa, atau pihak dalam jabatan atau kedudukan tertentu. Larangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 52 ayat (1) UUJN tersebut berlaku juga bagi mereka yang menjadi pihak untuk diri sendiri, maupun dalam suatu kedudukan ataupun dengan perantaraan kuasa. Menjadi pihak dalam jabatan misalnya Notaris X membuat akta untuk kepentingan PT Z, dimana yang mewakili PT Z tersebut sebagai direktur adalah orang-orang yang dilarang menjadi pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1) UUJN, misanya, suami/isteri Notaris X atau adik dari Notaris X.
Seandainya orang-orang yang dilarang menjadi pihak tersebut tidak berkedudukan sebagai Direktur yang mewakili PT Z tersebut, tapi mereka berkedudukan sebagai pemegang saham PT Z maka Notaris X dapat membuat akta untuk kepentingan PT X tersebut, oleh karena Direktur PT Z mewakili Direksi PT Z bukan mewakili para pemegang saham PT, melainkan mewakili PT Z. Lalu bagaimana apabila orang-orang yang dilarang menjadi pihak tersebut menjabat sebagai Komisaris PT Z, sementara untuk melakukan tindakan hukum tersebut harus memperoleh persetujuan Dewan Komisaris, apakah Notaris X boleh membuat akta untuk kepentingan PT Z.
Tentunya dalam hal ini harus dilihat terlebih dahulu apakah pemberian persetujuan tersebut dilakukan dengan turut hadir dihadapan Notaris X atau diberikan secara tertulis. Jika diberikan dengan cara hadir dihadapan Notaris, tentunya melanggar ketentuan Pasal 52 UUJN, karena Komisaris yang bersangkutan akan menjadi pihak dalam akta yang dibuat dihadapan Notaris X. Akan tetapi jika persetujuan tersebut diberikan secara tertulis maka hal tersebut tidak melanggar Pasal 52 UUJN, oleh karena pemberian persetujuan tersebut bukan merupakan kuasa. Jadi sekalipun Komisaris tersebut disebut dalam akta, dia bukan merupakan pihak dalam akta tersebut.
Untuk memahami hal tersebut tentunya kita harus memahami kembali pengertian pihak disatu sisi dan juga pengertian dan hakekat perwakilan dalam suatu badan hukum, seperti PT, Perkumpulan, Yayasan ataupun Koperasi, yang merupakan pengetahuan dasar yang telah kita pelajari di bangku S1. Badan-badan hukum tersebut bertindak melalui organnya. Organ tersebut mewakili Badan hukum yang bersangkutan, bukan mewakili pemegang saham, anggotanya atau tidak mewakili para pendirinya.
Tulisan Alwesius