NOTARIS PEMEGANG PROTOKOL (NPP) DIBEBANI GANTI RUGI.
Sudah menjadi kwajiban hukum ketika diangkat sebagai Notaris wajib menerima Protokol Notaris yang pensiun. Notaris Pemegang Protokol (NPP) wajib mengeluarkan Salinan atau Kutipan atau Grosse Akta sesuai Pasal 54 UUJN-P.
Menerima WA dari rekan NPP, yang oleh pengadilan negeri dibebani ganti rugi. Kok bisa NPP dibebani ganti rugi ?
Kasusnya NPP telah mengeluarkan Salinan kepada para pihak sesuai ketentuan yang berlaku. Ternyata NPP bersama-sama mereka yang namanya tercantum dalam akta digugat. Oleh pengadilan negeri Salinan akta yang dkeluarkan oleh NPP, dinyatakan batal demi hukum, dan anehnya NPP dibebani ganti rugi sejumlah uang tertentu bersama-sama dengan tergugat lainnya.
Saya ingin mengatakan hakim tersebut tidak paham Hukum Kenotariatan Indonesia. Bahwa NPP tidak punya kewajiban untuk memberikan ganti rugi, karena akta tersebut bukan dibuat oleh dirinya, tapi oleh Notaris lain yang Protokolnya dipegang oleh Notaris yang bersangkutan atau apakah ahli warisnya harus dibebani ganti rugi ? Tidak bisa juga, karena kewajiban dan tanggungjawab jabatan Notaris tidak bisa diwariskan.
Mohon maaf, jika postingan saya di INC akhir-akhir ini, mengenai fakta kenotariatan yang menyedihkan (semoga tidak berurai air mata), karena sebenarnya lebih banyak yang membahagiakan yang tidak perlu ditulis di sini. (HBA-INC).
TENTANG SEWA-MENYEWA KAPAL
Ini cerita lama, mirip dengan postingan yang sebelumnya. A sebagai pengusaha kapal laut, menyewakan satu buah kapalnya kepada B, kemudian A dan B menghadap Notaris untuk membuat akta sewa-menyewa kapal tsb.Suatu ada kapal tertangkap sedang memindahkan solar, ternyata solar selundupan. Akhirnya dilakukan penyelidikan, kemudian penyidikan. Ujung-ujungnya Notaris yang membuat akta sewa-menyewa kapal tsb dipanggil juga. Jika hal tsb terus menerus terjadi bisa saja. Ada bangunan roboh, ternyata bangunan tersebut disewa pakai akta Notaris, maka dipanggil notarisnya. Ada jembatan ambruk, kontraktornya dipanggil dan notaris yang membuat akta badan usahanya dipanggil juga. Ada PT PJTKI, dan ada TKW/TKI yang meninggal, Notaris yang membuat aktanya bisa jadi saksi.
CATMINGSO :
Dalam Pasal 3 ayat (2) huruf c UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2O2O TENTANG BEA METERAI disebutkan bahwa Bea Meterai dikenakan atas akta Pejabat Pembuat Akta Tanah beserta salinan dan kutipannya;
Bahwa ada yang disebut Salinan dan Kutipan jika ada Minuta akta atau akta dalam bentuk In Minuta seperti akta Notaris (baik akta pihak atau relaas) sehingga Salinan dan Kutipannya wajib pakai meterai (Pasal 3 ayat (2) huruf b UU Bea Meterai), tapi jika kita “menganggap” akta PPAT sebagai bentuk akta “In Originali”, maka akta PPAT tidak mengenal Salinan dan Kutipan. Tapi UU Bea Meterai mewajibkan Kutipan dan Salinan akta PPAT wajib bermeterai, apakah berarti akta PPAT sudah dalam bentuk In Minuta yang mengenal Salinan dan Kutipan ?
HBA-INC