Translate

Tampilkan postingan dengan label PEJABAT. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label PEJABAT. Tampilkan semua postingan

Selasa, April 07, 2020

ZAMAN BERUBAH, HUKUM PUN DAPAT BERUBAH MENGIKUTI PERUBAHAN ZAMAN

MENGANALISA "PEJABAT SYAHBANDAR" & "PEJABAT DIREKTORAT PERHUBUNGAN LAUT" SEBAGAI "PEJABAT PEMBUAT AKTA HIPOTIK KAPAL" & SEKALIGUS SEBAGAI "PEJABAT PENDAFTAR & PENERBIT SERTIPIKAT HIPOTEK KAPAL" DALAM PERUBAHAN & PEMBANGUNAN POLITIK HUKUM KEPERDATAAN DI INDONESIA.

Seperti telah diketahui oleh semua sarjana hukum, baik akademisi, praktisi maupun birokrasi dll, sejak jaman Kolonial Belanda, sesuai aturan dlm BW/KUHPerdata, akta Hipotik terhadap "Kapal", yaitu "Kapal Laut" dibuat oleh "Syahbandar". Notaris tidak punya kewenangab untuk membuat akta hipotik kapal laut. Pendaftaran pembebanan hipotik kapal laut didaftarkan pada Syahbandar yg telah menbukukan & menerbitkan "Grosse Kapal" sebagai alat bukti kepemilikan kapal laut & kebangsaan kapal laut.

Dalam UU Pelayaran pun ketentuan hukum ttg hipotok kapal laut pun dibuat oleh Syahbandar. Demikian pula untuk pendaftaran, pencatatan, & penerbitan Sertipikat Hipotik terhadap pembebanan hipotik terhadap kapal laut juga merupakan kewenangan Syahbandar yg menerbitkan Grosse Kapal.Pemberian jaminan hipotik terhadap kapal merupakan perbuatan hukum dibidang hukum privat dalam ranah hukum keperdataan. Sedangkan pendaftaran, pembukuan & penerbitan Sertipikat Hipotik merupakan tindakan administrasi dalam hukum publik dalam ranah Hukum Administrasi Negara & Hukum Tata Usaha Negara.

Syahbandar merupakan pejabat pada salah satu "Unit Kerja" dalam Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, Kementerian Perhubungan, yang merupakan "Aparatur Sipil Negara (ASN)" sebagai pegawai negeri yg berada dalam ranah hukum publik.Dengan demikian, dalam koridor pembangunan & perubahan politik hukum di Indonesia saat ini, berarti "Syahbandar" yg merupakan ASN dalam ranah hukum publik, mempunyai "KEWENANGAN MULTI TALENTA" sebagai :

1. Syahbandar sebagai "Pejabat Pembuat Akta Hipotik Kapal Laut", sebagai pejabat khusus yg diberi kewenangan membuat akta hipotik yg berada dalam hukum privat dalam ranah hukum keperdataan, khususnya hukum jaminan; dan sekaligus sebagai

2. Syahbandar sebagai "Pebatan Tata Usaha Negara", yg mempunyai kewenangan :
     a. Pejabat yg mempunyai kewenangan "menerima pendaftaran pemberian jaminan hipotik", yg akta nya (akta hipotik kapal laut) "dibuat sendiri" oleh Syahbandar & permohonan pendaftarannya dilakukan sendiri oleh Syahbandar sendiri, bukan sebagai kuasa Kreditur penerima hipotik;
     b. Pejabat yg mempunyai kewenangan "membukukan pendaftaran pemberian & pembebanan jaminan hipotik kapal laut pada buku hipotik" dari suatu permohonan pendaftaran pemberian & pembebanan jaminan hipotik atas kapal laut;
     c. Pejabat yg mempunyai kewenangan "penerbitkan Sertipikat Hipotik" terhadap pembebanan jaminan hipotik atas kapal laut.

Dalam filsafat hukum, teori hukum & asas hukum serta penerapan hukum dalam rangka pembangunan hukum & politik hukum di Indonesia,  "kewenangan multi talenta" dimana kewenangan hulu sampai hilir yg dilakukan & diberi kewenangan kepada 1 orang pejabat yg sama, tidak mencerminkan suatu penyelenggaraan "Good Gouverment" yg baik & transparan. Sudah waktu nya Indonesia membangun Hukum Keperdataan Indonesia sesuai perkembangan & perubahan jaman & hukum serta politik hukum Indonesia.

Menjadi Pertanyaan.

1. Berdasarkan aturan hukum ttg Aparatur Sipil Negara/kepegawaian, bolehkan ASN / pegawai negeri membuat Akta Perjanjian (Akta Hipotik Kapal) dalam "Hukum Private" di ranah "Hukum Keperdataan", khususnya di ranah "Hukum Jaminan"..?

2. Apakah pejabat pembuat akta perjanjian (akta hipotik kapal) dalam Hukum Private di ranah Hukum Keperdataan "yg sekaligus merangkap" sebagai "Pejabat Penerima Pendaftaran, Pembukuan & Penerbitan Sertipikat" (Sertipikat Hipotik) yg memang merupakan tugas utama pejabat TUN sebagai adminitrator dalam ranah Hukum Tata Usaha Negara & Hukum Administrasi Negara ..?

3. Aturan hipotik hingga saat ini (2018) masih menggunakan hukum peninggalan kolonial penjajahan Belanda (BW/KUHPerdata), kapan akan dibuat UU HIPOTIK menggantikan aturan hipotik dalam KUHPerdata ?

4. Apakah "Kapal Terbang/Pesawat Terbang" masih menjadi "Obyek Hipotik", karena UU Penerbangan yg terbaru tidak memuat aturan/ketentuan ttg kapal terbang/pesawat terbang sebagai obyek hipotek ?

5. Mengapa dalam pemberian kuasa pemberian hipotik, "Kuasa Pemberian Jaminan Hipotik" harus dibuat dg Akta Otentik/Akta Notaris ? Apakah boleh dibuat dg surat kuasa dibawah tangan ?

Tulisan dari M.J.  Widijatmoko

Selasa, Januari 21, 2020

SEKILAS MENGENAI PEJABAT UMUM DAN PEJABAT

PEJABAT UMUM

Terjemahan dari J.C.H.Melis, Notariswet, 1982, hh 67-71
Pejabat UmumTerminologi (pejabat umum) ini ditemukan kembali dalam Pasal 1905 BW-oud (Pasal  1868 KUHPerd), dimana Notariswet merupakan penjabatannya; notaris adalah pejabat umum yang dimaksud dalam Pasal 1905 BW-oud (Pasal 1868 KUHPerd) tersebut. Lihat bunyi teks Pasal 
1 Notariswet: “Notaris adalah pejabat umum, satu-satunya berwenang (...) “seanjang pembuatan  akta tersebut oleh undang-undang tidak atelah ditugaskan kepada pejabat lain atau (...)”. Kesimpulannya adalah, bahwa epitheton “umum (openbaar)” adalah “hiasan” (ornans) atau  tambahan yang berlebihan dan hanya berarti kalau Notariswet dihubungkan dengan Pasal 1868  BW yang telah menyebutkan pejabat umum. 

PEJABAT (AMBTENAAR = PEGAWAI NEGERI)

Di dalam Pasal 1 Notariswet menyebutkan, bahwa notaris adalah pejabat. Tidak jelas siapa  yang dimaksudkan dengan pejabat 1 dan bagi notaris sebutan tersebut tidak mempunyai 
konsekuensi yuridis. Pembuat undang-undang, sebagaimana dalam paragrap sebelumnya telah disebutkan, di dalam  Pasal 1905 BW-oud (Pasal 1868 KUHPerd) dimungkinkannya untuk pembuatan akta-akta otentik,  oleh dan dihadapan pejabat umum, dan sebagai kelanjutan daripada pasal tersebut di dalam  Notariswet, notaris ditunjuk sebagai satu-satunya pejabat umum yang berwenang untuk pembuatan akta otentik.

Pada kenyataannya arti bahwa pembuat undang-undang berbicara mengenai pejabat, dan yang  dimaksud adalah notaris, tidak lain harus dcari adalah otentisitas dari akta-akta yang telah  dibuatnya, dan adalah dimungkinkannya pengeluaran grosse akta oleh notaris yang memiliki  kekuatan executorial. Justru disini maksud dari pembuat undang-undang adalah perlu untuk  diadakan penilaian yang teliti mengenai pengangkatan, pemberhentian, pekerjaan notaris sendiri – dalam hubungan yang terakhir ini pengawasan dan larangan untuk menolak pekerjaan – dan  anggung jawab jabatannya. Adalah tidak benar, bahwa di dalam Notariswet disebut bahwa notaris adalah pejabat, maka  peraturan mengenai kedudukan dari korps pejabat belanda juga berlaku bagi notaris. 

Ambtenarenwet 1939 (Undang-undang Pegawai Negeri) yang mengatur kedudukan hukum formil  dari pegawai negeri menyebutkan dalam pasal-pasalnya dengan tegas bahwa notaris tidak termasuk di dalamnya. Staatscomissie yang ditunjuk untuk menyusun undang-undang ini  menganggap cukup jelas bahwa notaris walau “formil adalah pejabat”, praktis adalah partikelir ketimbang disamakan dengan pegawai negeri.

Langemeijer memberi komentar:” Notaris tidak dapat digolongkan sebagai pegawai negeri;  mereka diangkat oleh raja, tetapi tidak merupakan baik bawahan dari pemerintah maupun  merupakan munus publicum, sama seperti advokat dan procureur”. Pengadilan Arnhem menetapkan bahwa notaris menjalankan profesi yang bebas (vrij beroep)  walaupun di dalam Notariswet disebutkan sebagai ambtenaar. Berdasarkan Pasal 1 dan Pasal 3  Notariswet terbukti dari kata-kata bahwa notaris adalah ambtenaar, sejauh dalam lingkungan  wewenangnya, tetapi tidak dalam hubungannya dengan cara melakukan pekerjaan dari notaris.

Tulisan Herlien

Postingan terakhir

PENGECEKAN SERTIPIKAT KE BPN kah?

google.com/foto Ya, Ke BPN  Betul ke BPN. Yakin betul ke BPN? Kemana kalau PPAT akan melakukan pengecekan sertipikat hak atas ta...