Translate

Kamis, Februari 11, 2016

Di Balik Bencana Alam

google.com/foto
Malapetaka bencana alam kembali terjadi. Hujan yang menguyur sejak hari jumat (5/2) mengakibatkan terjadinya banjir dan longsor di Kota Solok, Kabupaten Agam, Kabupaten Solok Selatan, Kabupaten Limapuluh Kota dan sejumlah daerah di Provinsi Sumatera Barat, menjadikan ranah minang situasi tanggap darurat (detik.com 8/2). Ratusan rumah terendam banjir, jalan tertimbun longsor serta jembatan terputus. Tak salah, bahwa negeri kita sering disebut sebagai negeri bencana. Bencana datang silih berganti. Ketika musim kemarau kebakaran hutan dan lahan, musim hujan kebanjiran dan tanah longsor. Begitu malangnya negeri ini.

Seringkali kebakaran hutan dan lahan, banjir dan tanah longsor disebabkan oleh keserakahan manusia. Keserakahan membabat hutan demi keuntungan ekonomi semata tanpa memandang risiko-nya. Sebab itu, ketika saat hujan datang, tidak ada lagi pohon yang menahan laju air sehingga tanah bergerak dan sungai-sungai meluap, terjadilah banjir dan tanah longsor. Kondisi ini yang menyebabkan terjadi kerusakan lingkungan hidup.

Kerusakan lingkungan hidup dalam UU 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH) adalah “perubahan langsung dan/ atau tidak langsung terhadap sifat fisik, kimia dan/ atau hayati lingkungan hidup melampaui kriteria baku kerusakan lingkungan hidup”. Ketika adanya tindakan merusak yang menimbulkan perubahan terhadap lingkungan, secara otomatis akan berakibat tidak berfungsi kembali lingkungan sebagaimana mestinya.

Dalam memahami kerusakan lingkungan. Ada dua hal pokok yang mestinya untuk kita pahami (A.Sonny Keraf, 2010:47). Pertama, kita perlu menggambarkan secara komprehensif kerusakan lingkungan dalam berbagai aspek. Sekaligus menunjukkan magnitude (besar-nya) ancaman yang terjadi. Bencana alam seperti kebakaran hutan dan lahan, banjir dan tanah longsor menimbulkan ancaman bagi kehidupan dan keamanan manusia, baik materil maupun non-materil.

Sebagai contoh sederhana. Kalau udara tercemar dan air juga tercemar. Ini tidak lain akan menjadi ancaman bagi kehidupan manusia. Udara dan air adalah vital bagi kehidupan sekaligus simbol kehidupan. Jika langka ataupun tercemar itu berarti kehidupan benar-benar terancam. Jadi, itulah sebabnya kerusakan lingkungan adalah ancaman nyata bagi kehidupan manusia di muka bumi ini.
Kedua, melakukan tindakan yang menimbulkan kerusakan lingkungan, dapat juga disebut sebagai kejahatan terhadap lingkungan. Meskipun dilakukan secara langsung maupun tidak, jelas-jelas akan membawa dampak yang mengancam dan mematikan kehidupan makhluk hidup, termasuk kehidupan manusia itu sendiri. Ini adalah kriminal. Istilah-nya, “crime againt humanity”.

Selain itu, menimbulkan dampak sosial. Fenomena dampak sosial bukan hal yang “mengada-ada”. Dalam hal ini, dampak sosial mempunyai dimensi yang luas, baik di bidang kesehatan, sosial-ekonomi, politik, maupun budaya. Ujung-ujungnya ialah kehidupan manusia-lah yang paling rentan menjadi korban.

Penyebab Bencana Alam
Setidaknya ada dua faktor utama penyebab terjadinya bencana alam. Pertama, faktor internal, yang berasal dari alam. Hal ini diterima sebagai musibah bencana alam, seperti : gempa bumi, letusan gunung berapi, badai dan lain sebagainya. Kedua, faktor eksternal yang diakibatkan oleh ulah manusia, seperti : pembakaran hutan dan lahan, eksploitasi tambang, dan lain-lainya. Perilaku manusia yang eksploitatis, rakus dan tamak menguras alam merupakan faktor utama dan besar pengaruhnya.

Selain itu, penyebab lainnya adalah buruknya tata kelola pemerintah juga merupakan faktor pendukung. Mengapa demikian?. Pertama, terjadi berbagai praktek Kolusi, Korupsi dan Nepotisme (KKN) yang melanggar aturan, sehingga berunjung pada rusak dan hancurnya lingkungan. Mengejar kepentingan ekonomi jangka pendek telah membutakan mata pemerintah dari dampak lingkungan yang mengancam kehidupan di muka bumi ini.

Kedua, lemahnya kontrol pemerintah baik secara formal di antara berbagai pemegang kekuasaan yang ada maupun non-formal melalui masyarakat. Terakhir ketiga, pemerintah
sebagai penegak hukum seringkali gagal memainkan peran sebagai penjaga, penjamin tegaknya hukum, penjamin kepastian hukum demi kepentingan bersama akan lingkungan yang baik dan sehat.
Beranjak dari hal itu, ke depan kita harus mengubah paradigma atas muncul keprihatinan mengenai bencana alam yang terjadi sekarang. Kesalahan selama ini adalah lebih berfokus dan mengutamakan pembangunan ekonomi. Kendatinya membawa kemajuan ekonomi, tapi terbukti membawa kerugian dalam bentuk bencana alam. Menyisakan berbagai problem kesehatan, sosial dan politik kehidupan masyarakat.

Penutup
Di usia yang semakin senja, bangsa ini seolah-olah tidak pernah belajar dari pengalaman. Lingkungan tak ubahnya menjadi eksploitasi ekonomi yang dijadikan sebuah obyek atas sebuah kebijakan. Ketika pemerintah membuat kebijakan yang tidak pro-lingkungan. Tentu saja, masyarakatlah yang akan merasakan. Menimbulkan bencana alam dan lagi-lagi yang akan menjadi penderita atau korban.
Di balik bencana alam ini, kita mesti mengambil hikmah dan kembali bersama-sama mencintai alam ini. Beban ini tak hanya dipikul oleh pemerintah, tapi masyarakat juga memiliki andil. Memulai dengan niat dan kesungguhan hati untuk komitmen peduli terhadap lingkungan, tanggung jawab moral dari mereka pelaku yang mengakibatkan kerusakan lingkungan. Sekali lagi perlu diingatkan bahwa planet bumi yang dihuni manusia hanya satu, jangan sampai rusak dan membawa bencana kembali bagi kelangsungan hidup manusia.

Tulisan ini dimuat di Harian Haluan, 10 Februari 2016

Tidak ada komentar:

Postingan terakhir

PENGECEKAN SERTIPIKAT KE BPN kah?

google.com/foto Ya, Ke BPN  Betul ke BPN. Yakin betul ke BPN? Kemana kalau PPAT akan melakukan pengecekan sertipikat hak atas ta...