Translate

Tampilkan postingan dengan label believe. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label believe. Tampilkan semua postingan

Senin, April 22, 2019

UUPT 2007 : Pemanggilan RUPS

google.com/foto
Pemanggilan RUPS diatur pada Pasal 81-83 UUPT 2007, sebagai berikut : 

A. Yang wajib memanggil RUPS, Direksi.

Direksi yang melakukan pemanggilan RUPS kepada pemegang saham. Pasal 81 ayat (2), pemanggilan RUPS adalah kewajiban Direksi. Pemanggilan RUPS dapat juga dilakukan Dewan Komisaris atau pemegang saham sesuai dengan Pasal 81 ayat (2) UUPT 2007.

1. Pemanggilan RUPS oleh Dewan Komisaris

Dewan Komisaris baru berwenang melakukan pemanggilan RUPS dalam hal yang ditentukan Pasal 79 ayat (6) UUPT 2007 dan Penjelasan Pasal 81 ayat (2) UUPT 2007:

  • Direksi tidak melakukan panggilan RUPS dalam tempo 15 hari dari tanggal permintaan RUPS yang diajukan Dewan Komisaris diterima Direksi. Pasal 79 ayat (2) huruf b UUPT 2007, memberi hak kepada Dewan Komisaris meminta penyelenggaraan RUPS kepada Direksi. Dalam hal Direksi tidak melakukan pemanggilan RUPS berdasar permintaan Dewan Komisaris dalam tempo 15 hari dari tanggal Direksi menerima surat permintaan, maka berdasar Pasal 79 ayat (6)  huruf b UUPT 2007, memberi hak kepada Dewan Komisaris melakukan pemanggilan sendiri.
  • Dalam hal Direksi berhalangan. Semua anggota Direksi berhalangan, pemanggilan RUPS dapat dilakukan Dewan Komisaris.
  • Terdapat pertentangan kepentingan antara Direksi dan Perseroan.

2. Pemanggilan RUPS oleh pemegang saham.

Pasal 81 ayat (1) UUPT 2007, memberi hak kepada pemegang saham mengajukan permohonan kepada Ketua Pengadilan Negeri memberi izin melakukan sendiri pemanggilan RUPS. Hal ini membuka apabila Direksi atau Dewan Komisaris tidak melakukan pemanggilan RUPS dalam jangka waktu 15 hari dari tanggal Direksi atau Dewan Komisaris menerima surat permintaan penyelenggaraan RUPS dari pemegang saham.

Apabila Pengadilan mengabulkan permohonan pemegang saham tersebut, maka berdasar penetapan pengadilan, pemegang saham dimaksud melakukan pemenggilan RUPS.

B. Tenggang waktu pemanggilan RUPS

Penjelasan Pasal 82 ayat (1) UUPT 2007:
  1. yang dipanggil adalah seluruh pemegang saham yang sahamnya mempunyai hak suara;
  2. pemanggilan RUPS kepada pemegang saham, dilakukan sebelum RUPS diselenggarakan:
  3. pemanggilan RUPS harus dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 14 hari sebelum tanggal RUPS diadakan dengan tidak memperhitungkan tanggal pemanggilan dan tanggal RUPS.
Penjelasan Pasal 82 ayat (1) UUPT 2007, jangka waktu 14 hari adalah jangka waktu minimal untuk pemanggilan RUPS. AD Perseroan tidak dapat atau dilarang menentukan jangka waktu pemanggilan RUPS yang lebih singkat dari 14 hari. Kecuali untuk RUPS kedua RUPS ketiga yang disebut Pasal 86 ayat (6), Pasal 88 ayat (4) UUPT 2007 dan Pasal 89 ayat (4) UUPT 2007, pemanggilan dapat dilakukan dalam jangka waktu 7 hari sebelum RUPS kedua atau ketiga dilangsungkan. baca juga : UUPT 2007 : Penyelenggara RUPS

C. Bentuk dan isi panggilan

Pasal 82 ayat (2) UUPT 2007, harus dilakukan :
  1. berbentuk surat tercatat, dan/atau
  2. berbentuk iklan dalam surat kabar.
Jadi harus dilakukan secara tertulis. bisa dalam bentuk surat tercatat atau iklan dalam surat kabar. Pasal 1 angka (14) UUPT 2007. Surat Kabar adalah surat kabar berbahasa indonesia yang beredar atau yang berskala nasional. 

Mengenai isi panggilan RUPS kepada pemegang saham digariskan pada Pasal 82 ayat (3) UUPT 2007, harus mencantumkan:
  1. tanggal RUPS diadakan;
  2. tempat RUPS diadakan;
  3. waktu RUPS diadakan;
  4. mata acara RUPS;
  5. pemberitahuan bahwa bahan RUPS yang akan dibicarakan tersedia di kantor Perseroan sejak tanggal dilakukan pemanggilan RUPS sampai dengan tanggal RUPS diadakan.



Pasal 82 ayat (3) UUPT 2007, memberi penegasan :
  • Perseroan wajib memberikan salinan bahan RUPS kepada pemegang saham secara cuma-cuma;
  • namun kewajiban itu baru timbul jika diminta oleh pemegang saham yang bersangkutan.
D. Akibat hukum pemanggilan yang tidak sah

Pemanggilan RUPS sah menurut hukum harus terpenuhi syarat yang ditentukan:
  1. Pasal 82 ayat (1) UUPT 2007, pemanggilan dilakukan minimal dalam jangka waktu paling lambat 14 hari sebelum tanggal RUPS diadakan;
  2. Pasal 82 ayat (2) UUPT 2007, panggilan harus berbentuk surat tercatat dan/atau iklan dalam surat kabar;
  3. Pasal 82 ayat (3), panggilan mencantumkan tanggal, waktu, tempat, dan mata acara RUPS disertai pemberitahuan ketersediaan bahan yang akan dibicarakan dalam RUPS.
Akibat Hukum, apabila pemanggilan ini tidak sesuai dengan ketentuan yang di atas, menurut Pasal 82 ayat (5) UUPT 2007 :

<=> RUPS tetap dapat dilangsungkan;
<=> Keputusan RUPS tetap sah dengan syarat :
  1. jika semua pemegang saham dengan hak suara, hadir atau diwakili dalam RUPS, dan
  2. keputusan RUPS disetujui dengan suara bulat
Jika syarat tersebut terpenuhi, yakni semua pemegang saham dengan hak suara, hadir atau diwakili dalam RUPS, panggilan itu tidak batal. RUPS dapat dialngsungkan dan Keputusan yang diambil sah apabila disetujui dengan suara bulat oleh peserta RUPS. baca juga :UUPT 2007 : Klasifikasi rapat Perseroan/ RUPS

E. Syarat tambahan pemanggilan RUPS bagi perseroan terbuka.

Pasal 83 UUPT 2007, menambah syarat pemanggilan yang ditentukan Pasal 82 ayat (1), ayat (2), ayat (3) UUPT 2007. Pemanggilan RUPS yang dilakukan Perseroan Terbuka memenuhi syarat :
  1. sebelum pemanggilan RUPS dilakukan, wajib didahului dengan pengumuman yang memberitahukan akan diadakan pemenggailan RUPS,
  2. pengumumannya harus memperhatikan peraturan perundang-undangan di bidang Pasal Modal
  3. pengumumannya dilakukan dalam jangka waktu palin lambat 14 hari sebelum pemanggilan RUPS.
Penjelasan Pasal 83 ayat (1) UUPT 2007, maksud pengumuman bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada pemegang saham mengusulkan kepada Direksi penambahan mata acara RUPS

bacaan :

M. Yahya Harahap. 2016. Hukum Perseroan Terbatas. Jakarta: Sinar Grafika.

Undang-Undang nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT 2007)

Rabu, Maret 13, 2019

Perbedaan Sederhana antara Perjanjian Kredit, Pinjam-Meminjam dalam KUH Perdata dan Perjanjian yang timbul oleh Pasal 1338 jo 1320 KUH Perdata

Di bawah ini adalah berbagai penjelasan tentang beberapa perbedaan pokok antara perjanjian kredit, perjanjuan pinjam-meminjam dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) dan Perjanjian yang timbul dari Pasal 1338 jo Pasal 1320 KUH Perdata, berikut:


1. Perjanjian Kredit.

  • Perjanjian bernama dalam (artinya nama perjanjian yang sudah ditentukan) dalam aturan perbankan;
  • Bank wajib mengetahui penggunaan dana;
  • wajib memenuhi prinsip 5C ( character (watak), capital (modal), capacity (kemampuan), collateral (jaminan), condition of economy (kondisi ekonomi);
  • Istilah nasabah kreditur dan nasabah debitur;
  • Penghentian pinjaman dapat dilakukan meskipun belum jatuh tempo kredit;
  • Bank di bawah pengawasan Bank Indonesia dan OJK;
  • Berlaku standar kontrak (take it or leave it);
  • Disertai bunga (dapat juga provisi, administarisi, dll);
  • Memiliki jaminan diikat dengan (hak tanggungan, fidusia, cessie, personal guarantee).
  • Biaya bunga, provisi, administrasi, asuransi jiwa, asuransi kredit ditentukan oleh bank baik nilai maupun besarnya.

2. Pinjam-meminjam (KUH Perdata).

  • Perjanjian dalam arti luas (BAB III KUH Perdata);
  • Pemberi pinjaman tidak perlu mengetahui penggunaan dana pinjaman;
  • Sepenuhnya pemberian pinjaman berada di bawah pertimbangan kreditur;
  • Kreditur dan Debitur;
  • Penghentian tidak dapat dilakukan sepihak melainkan sampai jangka waktu selesai;
  • Tidak ada pengawasan dari lembaga;
  • Isi perjanjian berdasarkan kesepakatan;
  • Dapat ditentukan bunga atau tidak;
  • Praktek tidak diikat dan didaftarkan kepada lembaga jaminan;
  • Tidak ditentukan biaya bunga, provisi, administrasi, asuransi jiwa, asuransi kredit.

3. Perjanjian timbul oleh Pasal 1338 jo Pasal 1320 KUH Perdata.

  • Bebas ditentukan kreditur dan debitur perjanjian apa yang dimaksud;
  • Tidak perlu diketahui penggunaan dana;
  • Sepenuhnya pemberian pinjaman berada di bawah pertimbagan  kreditur;
  • Kreditu dan Debitur;
  • Kesepakatan dalam menentukan tanggal jatuh tempo;
  • Tidak ada pengawasan dari lembaga;
  • Isi perjanjian berdasarkan kesepakatan;
  • Dapat ditentuka bunga atau tidak;
  • Praktek tidak diikat dan didaftarkan kepada lembaga jaminan;
  • Tidak ditentukan biaya bunga, provisi, administrasi, asuransi jiwa, asuransi kredit.
sumber :

Sutrisno. 2019. Modul Kuliah Teknik Pembuatan Akta II : Perjanjian Kredit dan Jaminan di Bank. Medan : Tanpa Penerbit.

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata).

    Postingan terakhir

    PENGECEKAN SERTIPIKAT KE BPN kah?

    google.com/foto Ya, Ke BPN  Betul ke BPN. Yakin betul ke BPN? Kemana kalau PPAT akan melakukan pengecekan sertipikat hak atas ta...