Translate

Tampilkan postingan dengan label Pajak. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Pajak. Tampilkan semua postingan

Selasa, Februari 01, 2022

SEMINAR : PERSOALAN HUKUM PERSEROAN TERBATAS DAN PENGETAHUAN MENGENAI TAX AMNESTY JILID 2 BAGI NOTARIS


*PENGURUS DAERAH KOTA SURABAYA IKATAN NOTARIS INDONESIA* 
〰️〰️〰️〰️〰️
Menyelenggarakan *SEMINAR HYBRID SEHARI* dengan Tema : 
*_“PERSOALAN HUKUM PERSEROAN TERBATAS DAN PENGETAHUAN MENGENAI TAX AMNESTY JILID 2 BAGI NOTARIS”_*
yang akan diselenggarakan pada :
🗓️         :   *Rabu , 9 Februari 2022*
🕰️         : *09.00 – 16.00 WIB*
Tempat : *Dyandra Convention Hall* (Gramedia Expo), Jalan Basuki Rahmad 93 – 105 Surabaya

*NARASUMBER :* 
- Aulia Taufani, S.H.
- Dr. Alwesius, S.H., M.Kn
- Albert Richi Aruan, S.H., LL.M, MKn.

*MODERATOR*
1. Sri Wahyu Jatmikowati, S.H, M.H.;
2.Dr. A.A. Andi Prajitno, Drs., S.H., M.Kn.

*Peserta :*
- Notaris;
- Anggota Luar Biasa (ALB);
- Karyawan Notaris;
- Mahasiswa FH & Kenotariatan


*Kontribusi :*
_*OFFline*_ : Rp 500.001,00
 (materi, snack 2 x, Lunch box, sertifikat 2 poin)
_*ONline*_ : Rp 200,002,00
 (tanpa poin)

Batas pendaftaran dan pembayaran tanggal *7 Februari 2022*

*Tempat terbatas*
*Tidak melayani GoShow.*

*Cara pendafaran :*
Membayar kontribusi secara transfer melalui rekening
 *Bank MANDIRI Nomor : 142-00-0773413-9* 
atas nama *INI Pengda Surabaya*

Mengisi Google Form
*OFFline* :
https://bit.ly/3ocDZ34
*ONline* :
https://bit.ly/3g6szcy

Info / Pertanyaan / Konfirmasi pembayaran melalui WA
 *Contact Person* :
*_ONline_*
- MM. Ira Koesvitasari, S.H. (0831-1119-8744)
*_OFFline_*
- Radina Lindawati, S.H., MKn. (0812-1637-7773)

*Daftar Ulang :*
- Membawa bukti transfer asli & menunjukkan KTP asli;
- Menunjukkan hasil Swab Test (bagi yg belum vaksin 2x)

Atas perhatiannya disampaikan terimakasih.
---------------
Hormat Kami,
Pengurus Daerah  KOTA SURABAYA
IKATAN NOTARIS INDONESIA 
🤝🤝🤝🤝

Sabtu, Juli 04, 2020

EFEKTIVITAS GIJZELING SEBAGAI UPAYA PENANGIHAN PAJAK DI INDONESIA

Perkembangan pajak di Indonesia cukup buruk karena banyak masyarakat yang tidak taat membayar pajak, karena tidak memiliki uang atau memang tidak peka terhadap pembangunan yang merata untuk kesejahteraan Bangsa Indonesia dan demi kesejahteraan masyarakat dan dirinya sendiri. Tidak hanya kalangan menengah ke bawah tetapi mayoritas orang-orang menengah ke atas yang sering kali di kejar oleh Direktorat Jenderal pajak untuk membayar pajak sesuai dengan aturan yang ada, seperti pengusaha-pengusaha ataupun pejabat pemerintah hanya ingin menikmati fasilitas pajak dan tidak pernah menyadari bahwa apakah mereka sudah benar untuk membayar pajak atau tidak.
Upaya untuk menekan hal tersebut, maka Direktorat Jenderal Pajak melakukan upaya terakhir bagi menunggak pajak dengan cara penyanderaan atau sering disebut gijzeling. Penyanderaan atau gijzeling yang dilakukan oleh Direktorat Jendral Pajak kepada wajib pajak yang menunggak dalam jumlah yang besar harus didasari dengan undang-undang yang berlaku sehingga sejalan dengan hukum yang ada. Untuk memuluskan tidakan yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak kepada wajib pajak yang menunggak pajak, maka diperlukan suatu dasar hukum yang jelas untuk payung hukum dalam setiap tindakan gijzeling ini karena harus sesuai dengan tiga nilai dasar hukum yang terdiri dari kepastian, kemanfaatan, dan keadilan.
Dasar Hukum Penyanderaan Secara terminologi,  gijzeling dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (PPSP) diartikan sebagai penyanderaan, yaitu pengekangan sementara waktu kebebasan penangung pajak dengan menempatkannya di tempat tertentu. Dikenakan tindakan penyanderaan adalah penanggung pajak yang cakupannya meliputi penunggak pajak (wajib pajak) dan yang bertanggungjawab atas pembayaran pajak. Tindakan penyanderaan merupakan bagian dari serangkaian kegiatan dalam penagihan pajak. Apabila dirunut ke belakang, kegiatan penagihan dimulai dengan penerbitan surat teguran kemudian penerbitan surat paksa. Apabila dalam jangka waktu 14 hari dari penerbitan surat paksa utang pajak ditambah biaya penagihan tidak juga dibayarkan maka dapat dilakukan tindakan penyitaan yang dapat dilanjutkan dengan penyanderaan. Dua syarat utama penyanderaan adalah jumlah utang pajak minimal Rp.100.000.000,- dan penanggung pajak diragukan atau tidak beritikad baik dalam membayar utang pajak.
Selain dari Undang-Undang ini penyanderaan juga di atur pada PP No. 137 Tahun 2000 tentang Tempat dan Tata Cara Penyanderaan, Rehabilitasi Nama Baik Penanggung Pajak, dan Pemberian Ganti Rugi Dalam Rangka Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa. Selanjutnya dikeluarkan suatu Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Keuangan dan Menteri Kehakiman dan HAM No .M-02.UM.09.01 Tahun 2003, No 294 / KMK.03/2003 tentang Tata Cara Penitipan Penanggung Pajak Yang Disandera di Rumah Tahanan Negara Dalam Rangka Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa.
Ada hal yang harus diantisipasi Ditjen Pajak ketika melakukan tindakan penyanderaan terhadap para penunggak pajak, yakni isu pelanggaran hak asasi manusia (HAM). Isu ini dapat saja dimanfaatkan oleh pihak yang berkepentingan, yang dikhawatirkan akan menghambat laju tindakan penagihan pajak ini. Ternyata, apabila dikaji lebih lanjut, aturan-aturan atau norma-norma yang berkaitan dengan HAM telah dimasukkan dalam SKB Penyanderaan.
Prinsip terkait HAM telah diatur jelas dalam SKB tersebut, seperti penyanderaan tidak dilakukan pada saat penanggung pajak sedang beribadah, memperhatikan hak penanggung pajak pada waktu menjalankan penyanderaan, misalnya menjalankan ibadah, memperoleh pelayanan kesehatan, mendapat makanan yang layak, termasuk menerima kiriman makanan dari keluarga, memperoleh bahan bacaan dan informasi atas biaya sendiri serta wajib memberikan pelayanan kepada penanggung pajak yang sakit keras atau meninggal dunia. Ada suatu keyakinan bahwa jika tindakan penyanderaan terhadap penunggak pajak ini dilakukan secara konsisten, hal itu akan bisa efektif dalam upaya meningkatkan penerimaan pajak secara cepat.
Pelaksanaan penyanderaan itu membutuhkan biaya yang besar. Ditjen Pajak berhak menahan penunggak pajak dalam waktu enam bulan dan bisa dilanjutkan enam bulan lagi apabila diperlukan. Semua biaya yang dikeluarkan berkenaan dengan penyanderaan itu ditanggung negara. Tentu dapat dihitung berapa besar biaya yang akan dikeluarkan negara.
Apabila kurun waktu penyanderaan sudah melewati setahun, belum ada aturan tindak lanjut terhadap penunggak pajak tersebut. Aturan yang ada hanya mengatur berakhirnya masa penyanderaan bagi penunggak pajak. Yaitu, utang pajak dan biaya penagihan telah dibayar lunas, jangka waktu surat perintah penyanderaan habis, adanya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, dan berdasar pertimbangan tertentu dari menteri keuangan atau gubernur. Artinya, penunggak pajak akan bebas secara otomatis jika jangka waktu penyanderaan habis.
Keadaan ini menjadikan suatu contoh bagi penunggak pajak untuk mendorong kesadarannya serta kepatuhan wajib pajak.7 Dengan kata lain aturan yang dibuat dalam pemungutan pajak pun tunduk kepada ketentuan hukum pajak yang tentunya berlandaskan norma-norma hukum, prinsip, dan juga asas hukum secara umum yang berlaku. Indonesia merupakan Negara hukum, jadi hukum tidak memiliki wibawa kalau tidak dipaksakan dalam impelementasinya karena setiap kalangan yang berurusan dengan namanya hukum akan mengabaikan hukum begitu saja.Dalam hal ini Direktorat Jendral Pajak harus bisa lebih memupuk rasa semangat dan nasionalisme untuk membangun negara dengan memberikan fasilitas yang baik supaya wajib pajak merasa uang yang di berikan kepada negara tidak sia-sia serta bisa dinikmati secara merata.

Sumber  Tulisan :
  1. Sartjipto Rahardjo, 1991, Ilmu Hukum, Citra Asitya Bakti, Bandung, hal. 19.
  2. Dewa Gede Rudy dan Putu Mahanta Pradana Putra, Penyanderaan (Gijzeling) Kepada Penunggak Pajak Yang Dilakukan Oleh Direktorat Jendral Pajak, Dosen Universitas Udayana Bali.
  3. Chandra Budi, Efektivitas Gijzeling, bekerja di Direktorat Jendral Pajak Kementerian Keuangan, Alumnus Pascasarjana IPB.

Rabu, Januari 16, 2019

Pemahaman dasar tentang Pajak


google.com/foto
1. Pengertian Pajak 

Pajak merupakan konstribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan untuk mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

2. Karakteristik Pajak

Adapun karakteristik Pajak antara lain
  • Pajak di pungut oleh negara;
  • Tidak ada kontra prestasi individu atas pembayaran pajak yang dilakukan oleh rakyat kepada negara;
  • dipungut dengan Undang-Undang, sifatnya dipaksa apabila ada perlawanan berhadapan dengan hukum;
  • Sanksi, denda, hukuman penjara menjadi akibat apabila ada perlawanan terhadap pajak yang menyebabkan kerugian negara;
  • Bertujuan untuk keadilan;
  • Pajak digunakan untuk membiayai pengeluaran negara;
  • Fasilitas umum adalah kontra prestasi atas pajak yang dibayarkan oleh rakyat
3. Pembagian Jenis Pajak
     
     1. Pajak menurut golongannya
  • Pajak langsung, pajak yang bebannya langsung dipikul oleh wajib pajak, misalnya : Pajak Penghasilan (PPh)
  • Pajak tidak langsung, pajak yang bebannya dapat di geser ke pihak lain, misalnya : Pajak Pertambahan Nilai (PPn)
      2. Pajak menurut sifatnya
  • Pajak subjektif (bersifat perorangan), pajak yang melihat keadaan wajib pajak, misalnya : Pajak Penghasilan (PPh)
  • Pajak objektif (bersifat kebendaan), pajak yang melihat kepada objeknya, baik benda, keadaan, perbuatan, atau peristiwa yang menyebabkan timbulnya kewajiban membayar
      3. Pajak menurut lembaga pemungut
  • Pajak negara, (Pajak Pusat), misalnya : Pajak penghasilan (PPh), Pejak Pertambahan Nilai (PPn), Bea Materai
  • Pajak daerah, (a) Pajak tingkat pemerintahan kota, misalnya : Pajak kendaraan bermotor, Bea balik nama kendaraan bermotor; (b) Pajak tingkat pemerintahan kabupaten, misalnya : Pajak reklame, Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Pajak reklame.

4. Perbedaan Pajak dengan Retribusi dan Sumbangan

      1. Retribusi
  • Retribusi pada umumnya hubungan dengan prestasi kembalinya adalah langsung, misalnya : pembayaran uang sekolah, abonemen aliran listrik/air/gas;
  • Retribusi merupakan pambayaran wajib dari penduduk kepada negara karena adanya jasa tertentu yang diberikan oleh negara bagi penduduknya secara perorangan.
       2. Sumbangan
  • Sumbangan yang mendapat prestasi kembali adalah sesuatu golongan;
  • Sumbangan adalah pembayaran dari golongan tertentu penduduk kepada negara, karena mereka adalah satu dolongan bersama menikmati secara langsung balas jasa yang diberikan oleh negaranya, dimana yang menikmati balas jasa hanya satu golongan tertentu.




Postingan terakhir

PENGECEKAN SERTIPIKAT KE BPN kah?

google.com/foto Ya, Ke BPN  Betul ke BPN. Yakin betul ke BPN? Kemana kalau PPAT akan melakukan pengecekan sertipikat hak atas ta...