google.com/foto |
Sesungguhnya filosofi keberadaan lembaga pemasyarakatan (Lapas) bukan cuma melaksanakan sistem peradilan pidana, melainkan merupakan wadah pembinaan narapidana. Memulihkan kondisi narapidana, agar menjadi warga yang baik dan diterima kembali ditengah-tengah masyarakat. Sayangnya, sekarang menjadi tempat persemaian kejahatan yang berlipat-lipat. Tempat menambah ilmu, keahlian dan melakukan perbuatan kejahatan meskipun “dikungkung” terali besi. Sebab persoalannya sangat komplek, baik secara kualitas maupun kuantitasnya.
Kejadian yang terjadi di Lapas Muaro Sijunjung (Harian Haluan, 18/9/2017) beberapa waktu lalu, laksana cermin “retak” terhadap pelaksanaan sistem pemasyarakatan dalam Lapas. Sehingga perlu dikaji ulang bagaimana seharusnya pelaksanaan sistem pemasyarakatan saat ini. Sebab, sistem pemasyarakatan ialah satu rangkaian kesatuan penegakan hukum pidana, yang pelaksanaannya tidak dapat dipisahkan dari pengembangan konsepsi umum mengenai pemidanaan.
Merujuk pada pasal 2 UU 12/1995 tentang Pemasyarakatan, sistem pemasyarakatan adalah suatu tatanan arah, batas, dan cara pembinaan warga binaan berdasarkan Pancasila untuk meningkatkan kualitas Warga Binaan Pemasyarakatan agar menyadari kesalahan, tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat,berperan dalam pembangunan, dan hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab. Institusi penegak hukum dan masyarakat yang memiliki kewajiban atau memiliku peran penting untuk mendidik, membina dan membimbing narapidana agar menjadi manusia taat hukum dan berguna sehingga tak terulang kembali melakukan salah dimata hukum.
Patokannya adalah Pancasila, sebeb dijadikan sebagai dasar untuk melaksanakan pembinaan dengan upaya mewujudkan kualitas dan kuantitas terhadap warga binaan ke arah yang baik dan berguna dalam masyarakat kembali. Timbul pertanyaan, apakah perwujudan
Terbit di koran haluan padang tanggal 22 september 2017
terhadap prinsip-prinsip Pancasila dalam sistem pemasyarakatan saat ini telah di terapkan? Ataukah sebagai “hiasan belaka” saja. Ini terjawab akan terjawab oleh penegak hukum dan masyarakat.
Menjadi Catatan
Sorotan lainnya adalah para petugas/sipir dalam mengemban tugas di Lapas. Menurut Pengamat lembaga pemasyarakatan Ali Aranoval mengatakan, bahwa permasalahnnya adalah sistem, harus melakukan pembinaan dan pelatihan kepada para petugas/sipir. Ini berkaitan dengan kinerja petugas/sipir dalam mengaplikasikan perbuatan dan tingkah laku. Menciptakan profesional dan integritas petugas/sipir Lapas dan Rutan menjadi agenda terpenting (dalam hal membina narapidana).
Menelitik hal tersebut, ada beberapa persoalan yang penting kita ketahui dalam pelaksanaan sistem pemasyarakatan/ pembinaan saat ini. Pertama, masih lemah kapasitas petugas/sipir. Acap kali pengembangan kapasitas hanya dilakukan sekali selama bekerja. Akibatnya, perbuatan-perbuatan yang terjadi disebabkan oleh kesalahan sendiri (human error) yakni kurang kewaspadaan dan kehati-hatian dalam mengemban tugas. Solusinya adalah perlu di-charge (ditingkatkan) pendidikan dan pelatihan secara berkelanjutan. Lain sisi, mesti ada dukungan anggaran sehingga dapat melakukan pelatihan dan pendidikan bagi petugas/sipir di seluruh Indonesia dalam bertindak sesuai dengan jargonnya “PASTI” (profesional,akuntabel, sinergi, transparan, inovatif)
Kedua, sistem koordinasi terhadap pengawasan yang kurang baik. Adanya narapidana yang menjadi kendali peredaran transaksi narkoba yang acapkali melibatkan petugas/sipir, atau yang baru ini terjadi melakukan penganiayaan pada petugas/ sipir dan berhasil melarikan diri. Hal ini menunjukan adanya pengawasan dan pengawalan internal yang ditenggarai longgar bahkan tidak sesuai dengan semestinya.
Ketiga adalah komitmen petugas/sipir merupakan faktor penyebab utama. Dimulai dengan godaan-godaan narapidana pada petugas/sipir untuk meloloskan dan mempermudah mendapatkan fasilitas yang diinginkannya, atau menjalakan aksinya. Minimnya integritas para petugas yang menyebabkan melemahnya komitmen petugas/sipir. Besaran gaji petugas/sipirperlu dikaji ulang. Semakin hari Lapas dihuni orang-orang berasal kasus-kasus berat dan banyak duitnya. Jika tidak dimiskinkan orang tersebut, petugas/sipir akan menjadi korbanya.
Terakhir Keempat, mengenai jumlah petugas/sipir Lapas. Saat ini mayoritas jumlah petugas/sipir Lapas dan Rutan di Indonesia masih rendah, dibawah standar. Idealnya, menurut Keputusan Ditjen Pemasyarakatan No. PAS-146.PK.01.04.01 tahun 2015, minimal 20 orang petugas/sipir yang berjaga per shift. Rasio jumlah petugas saat ini tak sebanding dengan jumlah narapidana dan tahanan yang. Contohnya : Kejadian di Lapas Muaro Sijunjung, minggu (17/9) sore hari, hanya berjumlah 5 orang petugas/sipir yang sedang melakukan tugas (padang ekpress, 19/9/2017). Sementara jumlah narapidana berjumlah 300 orang, berbanding terbalik dengan kapasitas yang semestinya yakni 155 orang (harian haluan, 18/9/2017). Kondisi inilah yang menjadi problema dari waktu ke waktu .
Penutup
Keseluruh hal diatas, akan menjadi faktor penyebab dalam menentukan berhasil atau tidaknya kinerja sistem pemasyarakatan. Dikatakan bermasalahan karena tidak adanya kesatuan kerja yang baik meskipun dikatakan sistem yang sekarang adalah sistem yang “integrited”. Permasalahan lain yang kiranya belum maksimal dilakukan adalah pemberdayaan sumber daya manusia (SDM) para petugas Lapas. Minimnya anggaran, jumlah petugas/sipir, pembinaan dan kesejahteraan kepegawaian, pola rekrutmen yang berhubungan dengan pendidikan dan pelatihan dalam upaya peningkatan profesionalitas, integritas, dan akuntabilitas dalam sistem pemasyarakatan.
Catatan penting demikian sudah sepatutnya dijadikan dorongan untuk pembaharuan sistem pemasyarakatan/pembinaan saat ini. Seyogianya, menjadi tempat membina, mendidik dan membimbing narapidana menjadi manusia seutuhnya, bertaqwa, dan hidup secara wajar kembali di tengah-tengah masyarakat baik pembina maupun yang dibina. Ada papatah, “bila ingin menyapu lantai yang kotor, gunakanlah sapu bersih, sebaliknya mana mungkin membersihkan lantai yang kotor kalau sapunya kotor, dan yang memegang sapu juga tak kalah kotornya” Jadi sebelum membersihkan lapas, pastikan dulu semuanya bersih.
Tulisan ini dimuat di Harian Haluan,22 september 2017
Tidak ada komentar:
Posting Komentar