Berbicara mengenai Hak Asasi
Manusia (HAM), kita dapat menyebut sebagai hak yang dianugerahkan langsung oleh
Tuhan, kodrat sejati manusia. Manusia adalah ciptaan Ilahi yang dikaruniai
kebebasan yang bertanggungjawab. Pengakuan terhadap kebebasan manusia, juga
terkait dengan keberadaan manusia dengan manusia, manusia dengan alam atau
lingkungan-nya. Artinya keberadaan manusia ditentukan oleh pengakuan atas hak
asasi-nya, dengan menghargai harkat dan martabat manusia.
H.A.R Tilaar dalam bukunya yang
berjudul ”Perubahan Sosial dan Pendidikan : Pengantar Pedagogik Transformatif
untuk Indonesia”, mengatakan bahwa HAM adalah suatu hubungan (relasi) moral
antara manusia dengan dunianya, yang selanjutnya memiliki empat unsur. Pertama,
Relasi moral dengan diri sendiri, artinya setiap individu mempunyai tanggung
jawab untuk mengembangkan ilmu dan pengetahuan yang dimilikinya. Kedua, relasi
moral dengan orang lain, bahwa kebersamaan, kasih sayang, tolong menolong dan
saling mengisi sesama manusia, sehingga memiliki tanggungjawab bersama untuk
menjalani kehidupan damai, makmur dan bersahaja.
Ketiga, relasi dengan moral dengan
dunia sekitarnya. Berkaitan dengan kelestarian dan kemanfaatan lingkungan bagi
kehidupan manusia. Terakhir keempat, relasi moral dengan sang penciptanya, di
dalam hubungan ini menyangkut peranan agama dalam keberadaan manusia dengan
kehidupan dan maha penciptanya.
Perkembangan dunia pendidikan saat
ini, menuntut keberadaan manusia di dalam keseluruhan kehidupnya. Mengembangkan
iman dan akalnya dalam kehidupan sehari-hari dengan menggunakan ketajaman akal
yang sehat. Jadi, kesemua unsur diatas, adalah upaya mewujudkan Hak asasi atas
mendapatkan dan mengembangkan pendidikan untuk kehidupan manusia, kelestarian
alam (lingkungan), dan kepada sang maha pencipta.
Kebijakan Berbasis HAM
Terwujudnya pendidikan berbasis
HAM, diperlukannya suatu kebijakan yang mestinya dilakukan oleh pemerintah.
Menurut Pelapor Khusus PBB Biro Pendidikan wilayah Asia Pasifik UNESCO tentang
Hak atas pendidikan, adapun kewajiban-kewajiban pemerintah terkait dengan Hak
atas Pendidikan. Pertama, Ketersediaan (availability). Bahwa adanya jaminan
wajib belajar dan pendidikan tanpa biaya oleh pemerintah dari usia sekolah
sampai dengan sekurang-kurangnya telah memperoleh pekerjaan yang layak.
Sayangnya, salah satu persoalan
mengenai jaminan demikian, tak kunjung terlaksana negara kita. Saat ini,
pemerintah hanya dapat menyelenggarakan pendidikan wajib belajar 9 tahun, yang
tidak sesuai lagi dengan tuntutan dunia pendidikan sekarang. Timbul pertanyaan,
apakah pemerintah memiliki kemauan untuk melaksanakan jaminan wajib belajar dan
pendidikan tanpa biaya dari usia sekolah sampai memperoleh pekerjaan? Perlu
kita jawab bersama.
Kedua, Keterjangkauan
(Accessibility). Berkaitan dengan tanpa ada diskriminasi (suku, warna kulit,
jenis kelamin, agama, status sosial dan ekonomi). Mewajibkan pemerintah untuk
menghapuskan kebijakan yang diskriminasi dan dengan menjamin pemberian
kesempatan yang sama dalam pemenuhan hak asasi manusia dalam hal ini hak atas
pendidikan, baik formal maupun informal. Selanjutnya, Ketiga Kesesuaian
(Adaptability). Menyangkut kebijakan yang memuat rencana dan implementasi
pemerintah untuk menyesuaikan pendidikan dengan minat utama setiap anak,
misalnya : anak yang berkebutuhan khusus memerlukan cara khusus dalam
memperoleh pendidikan, atau anak di daerah pedalaman atau perbatasan negara.
Terakhir, keempat keberterimaan
(Acceptability). Bersoal tentang kebijakan menetapkan standar minimum
pendidikan, (terdiri dari bahasa pengantar, materi, metode mengajar, serta
kurikulum). Keseluruhan itu ditujukan agar dapat terjaminnya penerapan pada
lembaga pendidikan baik formal maupun informal sehingga output-nya jelas dan
tercapai. Terjaminya penerapan sistem pendidikan yang baik dan benar akan
memberikan ruang untuk pemenuhan hak atas pendidikan.
Memajukan sumber daya manusia melalui
pendidikan merupakan tugas yang tidak mudah dan membutuhkan kerjasama antara
masyarakat dan pemerintah. Selama kebijakan yang diambil dan diterapkan tak
mampu mengatasi rendahnya kualitas pengajar, kurikulum yang tidak tepat, akses
dan dana pendidikan yang belum efektif akan berakibat pada menurunnya kualitas
pendidikan manusia indonesia dengan sendirinya.
Penutup
Mendorong kebijakan Pendidikan
melalui hak asasi manusia adalah penting, suatu sarana dan prasarana yang
mutlak diperlukan untuk mewujudkan hak-hak lainnya. Penyelesaian hak atas
ketersediaan, keterjangkauan, kesesuaian dan keberterimaan dalam pendidikan
sudah sewajibnya dilaksanakan pemerintah. Mendapat akses dan kualitas
pendidikan, pekerjaan, kehidupan yang baik dan layak serta mengangkat harkat
dan martabat pribadi seorang dan masyarakat melalui pendidikan, dilihat sebagai
gerbang menunju keberhasilan suatu bangsa (Knut D. Asplind, 2008:131).
Hakikat pendidikan ialah
memanusiakan manusia. Suatu proses yang menunjukkan bahwa pendidikan bukanlah
sesuatu yang ditentukan, tetapi suatu perbuatan yang berkelanjutan. Pemenuhan
atas pendidikan sebagai aktualisasi dari Hak Asasi Manusia. Sama-sama bersifat
praksis, satu kesatuan aksi-refleksi-aksi. Sebab itu, pemerintah selaku pembuat
kebijakan pendidikan, seharusnya memperkuat dengan nilai-nilai HAM, sehingga
jelas terhadap akses, kualitas, keterbukaan, serta pemerataan yang sama
tercermin dalam wajah pendidikan bangsa kedepan. Semoga.
*RipS