Translate

Tampilkan postingan dengan label Pendidikan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Pendidikan. Tampilkan semua postingan

Sabtu, Juli 04, 2020

Penguatan Kebijakan Pendidikan Berbasis HAM


Berbicara mengenai Hak Asasi Manusia (HAM), kita dapat menyebut sebagai hak yang dianugerahkan langsung oleh Tuhan, kodrat sejati manusia. Manusia adalah ciptaan Ilahi yang dikaruniai kebebasan yang bertanggungjawab. Pengakuan terhadap kebebasan manusia, juga terkait dengan keberadaan manusia dengan manusia, manusia dengan alam atau lingkungan-nya. Artinya keberadaan manusia ditentukan oleh pengakuan atas hak asasi-nya, dengan menghargai harkat dan martabat manusia.

H.A.R Tilaar dalam bukunya yang berjudul ”Perubahan Sosial dan Pendidikan : Pengantar Pedagogik Transformatif untuk Indonesia”, mengatakan bahwa HAM adalah suatu hubungan (relasi) moral antara manusia dengan dunianya, yang selanjutnya memiliki empat unsur. Pertama, Relasi moral dengan diri sendiri, artinya setiap individu mempunyai tanggung jawab untuk mengembangkan ilmu dan pengetahuan yang dimilikinya. Kedua, relasi moral dengan orang lain, bahwa kebersamaan, kasih sayang, tolong menolong dan saling mengisi sesama manusia, sehingga memiliki tanggungjawab bersama untuk menjalani kehidupan damai, makmur dan bersahaja.

Ketiga, relasi dengan moral dengan dunia sekitarnya. Berkaitan dengan kelestarian dan kemanfaatan lingkungan bagi kehidupan manusia. Terakhir keempat, relasi moral dengan sang penciptanya, di dalam hubungan ini menyangkut peranan agama dalam keberadaan manusia dengan kehidupan dan maha penciptanya.

Perkembangan dunia pendidikan saat ini, menuntut keberadaan manusia di dalam keseluruhan kehidupnya. Mengembangkan iman dan akalnya dalam kehidupan sehari-hari dengan menggunakan ketajaman akal yang sehat. Jadi, kesemua unsur diatas, adalah upaya mewujudkan Hak asasi atas mendapatkan dan mengembangkan pendidikan untuk kehidupan manusia, kelestarian alam (lingkungan), dan kepada sang maha pencipta.

Kebijakan Berbasis HAM
Terwujudnya pendidikan berbasis HAM, diperlukannya suatu kebijakan yang mestinya dilakukan oleh pemerintah. Menurut Pelapor Khusus PBB Biro Pendidikan wilayah Asia Pasifik UNESCO tentang Hak atas pendidikan, adapun kewajiban-kewajiban pemerintah terkait dengan Hak atas Pendidikan. Pertama, Ketersediaan (availability). Bahwa adanya jaminan wajib belajar dan pendidikan tanpa biaya oleh pemerintah dari usia sekolah sampai dengan sekurang-kurangnya telah memperoleh pekerjaan yang layak.

Sayangnya, salah satu persoalan mengenai jaminan demikian, tak kunjung terlaksana negara kita. Saat ini, pemerintah hanya dapat menyelenggarakan pendidikan wajib belajar 9 tahun, yang tidak sesuai lagi dengan tuntutan dunia pendidikan sekarang. Timbul pertanyaan, apakah pemerintah memiliki kemauan untuk melaksanakan jaminan wajib belajar dan pendidikan tanpa biaya dari usia sekolah sampai memperoleh pekerjaan? Perlu kita jawab bersama.

Kedua, Keterjangkauan (Accessibility). Berkaitan dengan tanpa ada diskriminasi (suku, warna kulit, jenis kelamin, agama, status sosial dan ekonomi). Mewajibkan pemerintah untuk menghapuskan kebijakan yang diskriminasi dan dengan menjamin pemberian kesempatan yang sama dalam pemenuhan hak asasi manusia dalam hal ini hak atas pendidikan, baik formal maupun informal. Selanjutnya, Ketiga Kesesuaian (Adaptability). Menyangkut kebijakan yang memuat rencana dan implementasi pemerintah untuk menyesuaikan pendidikan dengan minat utama setiap anak, misalnya : anak yang berkebutuhan khusus memerlukan cara khusus dalam memperoleh pendidikan, atau anak di daerah pedalaman atau perbatasan negara.

Terakhir, keempat keberterimaan (Acceptability). Bersoal tentang kebijakan menetapkan standar minimum pendidikan, (terdiri dari bahasa pengantar, materi, metode mengajar, serta kurikulum). Keseluruhan itu ditujukan agar dapat terjaminnya penerapan pada lembaga pendidikan baik formal maupun informal sehingga output-nya jelas dan tercapai. Terjaminya penerapan sistem pendidikan yang baik dan benar akan memberikan ruang untuk pemenuhan hak atas pendidikan.

Memajukan sumber daya manusia melalui pendidikan merupakan tugas yang tidak mudah dan membutuhkan kerjasama antara masyarakat dan pemerintah. Selama kebijakan yang diambil dan diterapkan tak mampu mengatasi rendahnya kualitas pengajar, kurikulum yang tidak tepat, akses dan dana pendidikan yang belum efektif akan berakibat pada menurunnya kualitas pendidikan manusia indonesia dengan sendirinya.

Penutup
Mendorong kebijakan Pendidikan melalui hak asasi manusia adalah penting, suatu sarana dan prasarana yang mutlak diperlukan untuk mewujudkan hak-hak lainnya. Penyelesaian hak atas ketersediaan, keterjangkauan, kesesuaian dan keberterimaan dalam pendidikan sudah sewajibnya dilaksanakan pemerintah. Mendapat akses dan kualitas pendidikan, pekerjaan, kehidupan yang baik dan layak serta mengangkat harkat dan martabat pribadi seorang dan masyarakat melalui pendidikan, dilihat sebagai gerbang menunju keberhasilan suatu bangsa (Knut D. Asplind, 2008:131).

Hakikat pendidikan ialah memanusiakan manusia. Suatu proses yang menunjukkan bahwa pendidikan bukanlah sesuatu yang ditentukan, tetapi suatu perbuatan yang berkelanjutan. Pemenuhan atas pendidikan sebagai aktualisasi dari Hak Asasi Manusia. Sama-sama bersifat praksis, satu kesatuan aksi-refleksi-aksi. Sebab itu, pemerintah selaku pembuat kebijakan pendidikan, seharusnya memperkuat dengan nilai-nilai HAM, sehingga jelas terhadap akses, kualitas, keterbukaan, serta pemerataan yang sama tercermin dalam wajah pendidikan bangsa kedepan. Semoga.

*RipS

Minggu, April 21, 2019

Budaya sebagai Pondasi Pendidikan

google.com/foto
Siapa yang tak kenal dengan Mahatma Gandhi. Seorang pemimpin spiritual dan politikus dari India. Keberanian dan kegigihan melawan kesengsaraan dan ketidakadilan, ia lakukan dengan cara ahimsa. Namun, ia meninggal dunia karena di bunuh oleh seorang pada tahun 1948 silam. Semasa hidupnya, Gandhi pernah berujar, Bahwa orang pada umumnya tidak mengerti apa itu sesungguhnya pendidikan. Bahwa pendidikan sebagai hak asasi yang melekat setiap diri manusia, yang dapat berkembang di dalam interaksi dengan kebudayaannya.

Pendidikan adalah sebuah lembaga vital dan investasi jangka panjang bagi suatu negara dan masyarakat. Pendidikan bagi masyarakat luas bukan hanya menghasilkan orang-orang pandai namun dapat melahirkan peradaban umat manusia. Salah satu dari bagian pemenuhan kesejahteraan dalam hal ekonomi, sosial dan budaya. Itulah esensial pendidikan.

Menelisik problematika pendidikan Indonesia saat ini. Pertama, kita dapat melihat dari tataran fisik terkait bangunan sekolah, yang tidak layak, banyak yang rusak, bahkan sudah melukai dan menghilangkan nyawa manusia. Ini erat kaitannya dengan praktik korupsi. Pos anggaran insfrastuktur pembangunan sekolah merupakan sasaran paling empuk yang dijadikan lahan korupsi.

Kedua, persoalan anggaran pendidikan. Dalam UUD 1945 Pasal 31 Ayat (3) bahwa anggaran pendidikan telah ditetapkan wajib, mencapai persentase sekurang-kurangnya dua puluh persen. Kenyataanya, persentase demikian jauh dari cita-cita “konstitusional”. Sisi lainnya, menurut Darmaningtyas (pengamat pendidikan) berpendapat bahwa persentase demikian juga dipakai untuk banyak hal, mulai dari membayar gaji guru, membangun sekolah atau insfrastruktur pendidikan TK sampai Perguruan Tinggi.

Ketiga, pemerintah sendiri belum lagi mengambil sikap progresif dalam mengkampayekan pendidikan sebagai hak dasar manusia. Pendidikan semestinya diyakini sebagai jalan menuju kesuksesan dan kemajuan peradaban bangsa. Partisipasi masyarakat hanya lebih condong pada sumbangan uang. Kegiatan pemantauan, evaluasi dan akuntabilitas dalam pendidikan seakan-akan tak pernah dilibatkan masyarakat oleh pemerintah.



Jika dalam penyelenggaraan pendidikan justru bergerak menuju problema demikian, maka pencapaian cita-cita pendidikan nasional seperti jauh panggang dari api. Di usia yang semakin senja, bangsa ini  seakan tak pernah belajar dari pengalaman. Pendidikan tak ubahnya menjadi kelinci percobaan yang dijadikan sebuah obyek atas suatu kebijakan. Ketika pemerintah melakukan perubahan kebijakan. Tentu saja, masyarakatlah akan merasakan. Ketidaktepatan kebijakan dengan realitas akan menimbulkan “keganasan” pada masyarakat. Lagi-lagi yang akan menjadi penderita.

Dewasa ini, kita perlu memahami peran kebudayaan dan ilmu pengetahuan dalam menentukan kesejahteraan suatu bangsa. Masyarakat yang cerdas yang menjadi pilar-pilar dari masyarakat Indonesia baru adalah manusia yang terdidik dan berbudaya (educated and civilized human being). (H.A.R Tilaar,2010). Ketika hanya satu aspek saja dalam pribadi manusia maka akan menghasilkan manusia parsial, tidak bertanggungjawab, sombong. Realitas KKN saat ini, menunjukkan corak kualitas manusia yang tidak berbudaya.

Pendidikan Indonesia seakan-akan kehilangan pegangan dalam mengikat dan mempersatukan kehidupan bangsa yang tenteram adil. Kehilangan ini tak lain disebabkan ketiadaan kebhinekaan kebudayaan nusantara yang hidup ditengah-tengah masyarakat. Tanpa kebudayaan, tidak mungkin seorang individu berkembang atau menjadi individu yang inovatif. Dalam kebudayaan, individu itu hidup dan berperan serta dalam perkembangan masyarakat. Kebudayaaan merupakan warisan sejarah. Kesejarahan merupakan eksistensi kemanusiaan.

Kebudayaan di jadikan instrumen penting dalam pendidikan karena berisikan nilai-nilai budaya bangsa. Tempat berpijak bagi masyarakat dan individu untuk belajar. Selain Kebudayaan berkembang, pendidikan memiliki andil menjadi salah satu pengembang kebudayaan tersebut.  Itulah sebabnya pendidikan dan kebudayaan merupakan dua hal yang tidak terpisahkan, seperti “dua keping mata uang” yang keduannya saling memaknai.

Bila kita menengok pada masa revolusi kemerdekaan, the founding fathers  kita di dalam BPUPKI dan PPKI (28 Mei 1928/22 Agustus 1945), telah merumuskan dengan jelas tempat kebudayaan nasional di dalam pendidikan nasional. Pertama, pendidikan nasional bersendi kepada nilai-nilai agama dan kebudayaan bangsa menuju kepada keselamatan dan kebahagiaan. Kedua, kebudayaan bangsa tumbuh dan berkembang sebagai hasil usaha budi daya rakyat Indonesia seluruhnya. Kedua butir ini tampak jelas dalam pembukaan, batang tubuh, maupun di dalam penjelasan pasal dalam konstitusi.


Rasa syukur pada yang maha esa, gotong royong, musyawarah, rasa hormat kepada sesama, serta empati merupakan nilai-nilai budaya dalam pendidikan yang hendak di bangun kembali. Semestinya menjadi orientasi dalam pengembangan pendidikan nasional. Kebudayaan dalam pendidikan sebagai ruh dalam pendidikan bangsa. Mengembangkan nilai-nilai budaya yang dimiliki agar jangan sampai nilai-nilai budaya yang dimiliki bangsa ini menjadi punah. Sebab, kegagalan pendidikan nasional suatu negara diakibatkan oleh punahnya nilai-nilai budaya bangsa sendiri.

Menurut teori Vygotsky, fondasi yang utama dari perkembangan kognitif (bepikir) manusia adalah unsur-unsur lokal (kebudayan nasional). Dalam kehidupan yang semakin global, perkembangan kognitif generasi muda merupakan unsur terpenting. Pendidikan harus mampu mengindonesiakan masyarakat Indonesia sehingga setiap insan Indonesia merasa bangga menjadi insan Indonesia. Oleh karena itu, proses pendidikan menuntut adanya hubungan dengan lingkungan, menuntut adanya pengenalan dan apresiasi dengan budaya lokal.

Aktualisasi pendidikan nasional mengisyarakatkan, bahwa tanggungjawab pendidikan tak hanya dipikul oleh pemerintah, tetapi juga masyarakat. Bersama-sama memiliki kepedulian demi keberhasilan pencerdasan bangsa. Bahwa dalam pendidikan nasional kita, kebudayaan memiliki andil, sesuai peranannya sebagai pemersatu bangsa. Akhirnya, pendidikan bangsa Indonesia bukan hanya pelajaran atau ilmu pengetahuan tetapi lebih esensial ialah nilai-nilai kebudayaan lokal menjadi fondasi utama proses pendidikan bangsa Indonesia.

Postingan terakhir

PENGECEKAN SERTIPIKAT KE BPN kah?

google.com/foto Ya, Ke BPN  Betul ke BPN. Yakin betul ke BPN? Kemana kalau PPAT akan melakukan pengecekan sertipikat hak atas ta...