MENILAI AUTENSITAS AKTA NOTARIS
Dalam sebuah persidangan gugatan perdata, kepada ahli (yang memberikan Keterangan Ahli) diperlihatkan sebuah Salinan Akta Notaris, dan ditanyakan : apakah akta Notaris ini akta autentik ?. Kemudian dijawab : secara fisik akta tersebut akta Notaris, dan ada awal – isi dan akhir akta serta ada meterai, stempel dan tandatangan Notaris, tapi apakah itu autentik ? Belum tentu. Kemudian dilanjutkan dengan pertanyaan : Kenapa akta tersebut belum autentik? Apa alasannya ?
Bahwa untuk menilai akta Notaris dari segi autensitasnya, tidak hanya berdasarkan fisiknya saja dan didalamnya tercantum awal – isi dan akhir akta serta ada meterai, stempel dan tandatangan Notaris saja, tapi juga harus didasarkan pada 3 (tiga) hal yaltu : PROSEDUR pembuatannya, sesuai dengan KEWENANGAN Notaris dan SUBSTANSI. Jika ketiga hal tersebut dipenuhi dan bisa dibuktikan, maka akta Notaris tersebut telah autentik. Tapi jika ada yang bisa membuktikan, misalnya telah melanggar prosedur pembuatan akta, dalam hal ini telah melanggar Pasal 38 UUJN – P, maka menurut Pasal 41 UUJN – P terdegradasi nilai pembuktiannya (nilai pembuktiannya, bukan bentuk aktanya) sebagaimana akta dibawah tangan, dan hal tersebut penilainnya akan diserahkan kepada hakim sesuai dengan ketentuan Pasal 1869 KUHPerdata. Sekarang silahkan kepada para Penggugat dan Tergugat untuk saling membuktikan ketiga hal tersebut dalam persidangan ini.
Bahwa dari dahulu ketiga hal tersebut diatas telah ada sebagai bagian dari Hukum Kenotariatan Indonesia (HKI), tapi mungkin sering kita abaikan, karena ada perspektif yang salah seakan-akan menilai autensitas akta notaris hanya pada fisiknya saja. Kita ingat Asas Praduga Sah Dalam Menilai Akta Notaris : Semua akta Notaris yang dibuat oleh/dihadapan Notaris dianggap sah (memenuhi Prosedur, Kewenangan dan Substansi) selama tidak dapat dibuktikan sebaliknya melalui gugatan ke pengadilan sampai ada putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap.
PENYERAHAN PROTOKOL NOTARIS YANG PENSIUN
Ketika Notaris pensiun, maka berakhir sudah pelaksanaan tugas jabatannya dan sudah tidak punya kewenangan apapun, hanya punya kewajiban untuk menyerahkan protokolnya ke Notaris lain.Jika ada Notaris pensiun belum menyerahkan protokolnya, mumgkin saja terjadi dengan alasan belum ada yang ada yang mau Notaris untuk menerima protokolnya atau bisa juga ada “deal” tertentu, jika mau menerima protokol ada harga yang harus dibayar atau protokol (bundel minutanya beratus-ratus yang bisa menyita tempat/ruangan() jika diterima. Semoga alasan seperti ini tidak ada. Karena protokol bukan milik pribadi yang bisa diperjualbelikan, tapi milik Negara yang harus diserahkan ke Notaris pemegang protokol.
Jika ada Notaris pensiun yang belum menyerahkan protokolnya, sebenarnya menjadi tugas/kewajiban Pengurus Daerah (Pengda) , DKD (Dewan Kehormatan Daerah) dan MPD (Majelis Pengawas Daerah) untuk memfasilitasi penyerahan protokol tersebut.
TENTANG STATUS BADAN HUKUM PERSEROAN TERBATAS (PT) DARI PENGESAHAN KE PENDAFTARAN
Ke’Badan Hukum”an perseroan terbatas (PT) diperoleh berdasarkan PENGESAHAN dari Kementrian Hukum dan HAM Republik Indonesia berdasarkan ketentuan Pasal 7 ayat (4) UU PT, bahwa PERSEROAN MEMPEROLEH STATUS BADAN HUKUM PADA TANGGAL DITERBITKANNYA KEPUTUSAN MENTERI MENGENAI PENGESAHAN BADAN HUKUM PERSEROAN. Dari ketentuan itu status badan hukum PT baru diperoleh setelah adanya keputusan dari menteri.
Ketentuan sebagaimana Pasal 7 ayat (4) UU PT tersebut di atas telah diubah berdasarkan Pasal 109 angka 2 ayat (4) UU Cipta Kerja, yaitu PERSEROAN MEMPEROLEH STATUS BADAN HUKUM SETELAH DIDAFTARKAN KEPADA MENTERI DAN MEMPEROLEH BUKTI PENDAFTARAN. Dari ketentuan itu status badan hukum PT baru diperoleh setelah didaftarkan dan memperoleh bukti pendaftaran.
Jadi PT dengan pendiri 2 (dua) orang atau lebih (yang didirikan dengan akta Notaris) atau oleh satu orang saja (PT) UMKM (pendiriannya cukup Surat Pernyataan saja secara elektronik) kedudukan sebagai badan hukumnya diperoleh dengan Pendaftaran.Kalau cara untuk PENGESAHAN dan PERUBAHANnya sudah biasa para Notaris melakukannya (melalui SABH), untuk cara PENDAFTARAN dan PERUBAHANnya kita tunggu saja peraturan perundang-undangannya, apakah masih memerlukan peran Notaris atau masyarakat bisa melakukannya sendiri..?
RUANG BAWAH TANAH.
Selama ini kita kenal untuk ruang bawah tanah tidak mengenal status haknya, tapi dalam Pasal 146 ayat (1) UU Cipta Kerja yaitu : Tanah atau ruang yang terbentuk pada ruang atas dan/atau BAWAH TANAH dan digunakan untuk kegiatan tertentu dapat diberikan HAK GUNA BANGUNAN, HAK PAKAI atau HAK PENGELOLAAN. Dan dalam ayat (4) disebutkan : Penggunaan dan pemanfaatan tanah pada ruang atas dan/atau bawah tanah oleh pemegang hak yang berbeda dapat diberikan hak guna bangunan, hak pakai, atau hak pengelolaan.
Jika hal tersebut dilakukan tanda bukti haknya akan berbeda sepetrti biasanya. Bagimaana jika terjadi peralihan hak (atau balik) nama karena tindakkan/perbuatan hukum tertentu ? Untuk selanjutnya agar Kementerian ATR/Badan Pertanahan Nasional harus segera menerbitkan format akta (template) untuk tindakkan hukum khusus untuk ruang bawah tanah. Kita tunggu saja peraturan perundang-undangannya.
Seharusnya IPPAT segera mengajukan usulan atas hal tersebut ke Kementerian ATR/Badan Pertanahan Nasional atau menunggu KLB ?
HBA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar