Kehadiran Notaris/PPAT oleh negara/pemerintah melaui undang-undang/peraturan perundang-undangan dengan tujuan membantu pelaksanaan kewenangan negara/pemerintah dibidang tertentu sesuai yang tersebut undang-undang/peraturan perundang-undangan yang bersangkutan.Ada kejadian Notaris/PPAT membantu masyarakat untuk mensertifikatkan tanah, setelah disetujui prosedur dan biayanya, maka Notaris/PPAT melakukannya sesuai dengan kewenangannya. Ketika proses berjalan ada pajak-pajak yang harus dibayar oleh pemohon/pemilik tanah, tapi ternyata pemohon/pemilik tanah tidak mempunyai uang untuk membayar pajak-pajak tersebut, akhirnya minta bantuan Notaris/PPAT untuk membayarnya, dan pemohon/pemilik tanah berjanji (secara tertulis) setelah sertifikat selesai akan dibayar.
Sertifikat selesai, kemudian Notaris/PPAT memberitahukannya ke pemilik tanah yang bersangkutan. Kemudian pemilik tanah datang ke Notaris/PPAT bukan untuk membayar pajak-pajak yang sebelumnya dibayarkan pakai uang Notaris/PPAT, tapi diminta dahulu sertifikat tersebut untuk dijadikan jaminan ke bank. Sudah tentu Notaris/PPAT keberatan jika tidak dibayar dahulu.
Selanjutnya apa yang terjadi ? Notaris/PPAT dapat surat panggilan dari Penyidik dengan tuduhan menggelapkan sertifikat. Ternyata pemilik tanah tersebut lapor ke Penyidik. Di sinilah semua keanehan terjadi. Pemutarbalikkan fakta, permainan kekuasaan, penyalah gunaan wewenang oleh pihak tertentu terjadi.
Belajar dari kasus tersebut, sudah saatnya Notaris/PPAT untuk menggunakan Hak Retensi. Masalah apakah Notaris/PPAT punya Hak Retensi ?
Hak Retensi merupakan hak dari penerima kuasa untuk menahan sesuatu yang menjadi milik pemberi kuasa karena pemberi kuasa belum membayar kepada penerima kuasa hak penerima kuasa yang timbul dari pemberian kuasa. Hal ini tersebut dalam Pasal 1812 KUHPerdata yaitu “Penerima kuasa berhak untuk menahan kepunyaan pemberi kuasa yang berada di tangannya hingga kepadanya dibayar lunas segala sesuatu yang dapat dituntutnya akibat pemberian kuasa.”
Hak Retensi timbul karena hubungan hukum Pemberian Kuasa dan Penerimaan Kuasa. Dalam kejadian tewrsebut di atas secara tertulis antara Pemilik Tanah dan Notaris/PPAT tidak ada hubungan pemberian dan penerimaan kuasa. Tapi itikad baik saja dari masing-masing pihak.
Agar tidak terulang lagi seperti kejadian di atas, jika bukan dalam rangka pembuatan akta Notaris/PPAT, sebenarnya bisa saja dibuat secara tertulis hubungan pemberian kuasa dan penerimaan kuasa tersebut. Bukankah dalam realitasnya Notaris/PPAT sering juga melakukan pekerjaan/tindakkan di luar pembuatan akta Notaris/PPAT ?
HBA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar