Populernya di internet sebagai the network of the networks, masyarakat penggunanya (internet global community) seakan-akan mendapati suatu dunia baru yang dinamakan cyberspace. Substansi cyberspace adalah keberadaan informasi dan komunikasi yang dalam konteks ini dilakukan secara elektronik dalam bentuk visualisasi tatap muka interaktif. Keberadaan sistem elektronik itu sendiri adalah konkret dimana komunikasi virtual sebenarnya dilakukan dengan cara representasi informasi digital yang bersifat diskrit.
Terdapat korelasi yang kuat antara cybernetics theory dengan sistem hukum nasional, dalam hal efektifitas suatu hukum di tengah-tengah masyarakat, khususnya dalam pembentukan perilaku sosial (social behaviour). Hukum sebagai suatu hukum (rule of law) berbanding lurus dengan pemahaman hukum dan kesadaran hukum masyarakat terhadap hukum yang wujudnya berupa informasi yang tengah berlaku. Tidak akan ada ketentuan hukum yang berlaku efektif dalam masyarakat, jika informasi hukum tersebut tidak dikomunikasi dengan baik kepada masyarakat. Oleh karena itu, pengkomunikasian informasi hukum harus dirancang dalam pola yang lebih interaktif sehingga dapat menangkap dengan baik umpan balik dari masyarakatnya sehingga menimbulkan kesadaran hukum.
Hal tersebut tidak akan didapat hanya dengan sosialisasi ataupun penyuluhan hukum saja, melainkan juga harus dengan pengembangan sarana komunikasi ataupun infrastruktur informasi yang baik dan dapat diakses dengan mudah dan murah oleh masyarakat. Hikmah dari cybernetics theory bagi sistem hukum adalah keberadaan sistem informasi hukum sebagai komponen keempat dalam sistem hukum nasional, disamping tiga komponen yang selama ini dikenal, yaitu: substansi, struktur, dan budaya. Secara teoritis kesenjangan antara rule of law dengan sosial behaviour dapat dijembatani.
Transparansi, akuntabilitas dan penyebarluasan informasi hukum di PTUN melalui pemanfaatan teknologi informasi antara lain telah diwujudkan dengan membangun sistem pelayanan informasi bagi publik, diantaranya:
Terdapat korelasi yang kuat antara cybernetics theory dengan sistem hukum nasional, dalam hal efektifitas suatu hukum di tengah-tengah masyarakat, khususnya dalam pembentukan perilaku sosial (social behaviour). Hukum sebagai suatu hukum (rule of law) berbanding lurus dengan pemahaman hukum dan kesadaran hukum masyarakat terhadap hukum yang wujudnya berupa informasi yang tengah berlaku. Tidak akan ada ketentuan hukum yang berlaku efektif dalam masyarakat, jika informasi hukum tersebut tidak dikomunikasi dengan baik kepada masyarakat. Oleh karena itu, pengkomunikasian informasi hukum harus dirancang dalam pola yang lebih interaktif sehingga dapat menangkap dengan baik umpan balik dari masyarakatnya sehingga menimbulkan kesadaran hukum.
Hal tersebut tidak akan didapat hanya dengan sosialisasi ataupun penyuluhan hukum saja, melainkan juga harus dengan pengembangan sarana komunikasi ataupun infrastruktur informasi yang baik dan dapat diakses dengan mudah dan murah oleh masyarakat. Hikmah dari cybernetics theory bagi sistem hukum adalah keberadaan sistem informasi hukum sebagai komponen keempat dalam sistem hukum nasional, disamping tiga komponen yang selama ini dikenal, yaitu: substansi, struktur, dan budaya. Secara teoritis kesenjangan antara rule of law dengan sosial behaviour dapat dijembatani.
Transparansi, akuntabilitas dan penyebarluasan informasi hukum di PTUN melalui pemanfaatan teknologi informasi antara lain telah diwujudkan dengan membangun sistem pelayanan informasi bagi publik, diantaranya:
- Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) untuk penanganan perkara;
- Sistem Informasi Kepegawaian (SIKEP) untuk administrasi kepegawaian;
- Sistem Informasi Pengawasan (SIWAS) untuk pengawasan;
- Juga berbagai sistem informasi lainnya yang dikembangkan oleh Satuan Kerja di Tingkat Pertama maupun Banding seperti Layanan Publik Terpadu (excellen court services) yang dikembangkan oleh Pengadilan Tata Usaha Negara Serang.
*Dr. H. Supandi, S.H., M.Hum.