Translate

Tampilkan postingan dengan label BW. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label BW. Tampilkan semua postingan

Kamis, Januari 30, 2020

APAKAH OPSI PENOLAKAN WARIS MENURUT HUKUM WARIS PERDATA DAPAT GUGUR?

Sebagaimana dipahami penolakan sebagai ahli waris untuk subjek hukum yang tunduk pada hukum perdata diatur dalam Pasal 1057 KUHPerdata, yaitu harus dilakukan dihadapan panitera Pengadilan Negeri, sampai kemudian ada Penetapan PN. Dalam prakteknya, beberapa pengadilan negeri memakai 2 macam pemahaman :
1. Notaris membuat surat keterangan waris dahulu (SKW), kemudian dengan SKW tersebut disampaikan kepada PN baru kemudian dibuatkan akta penolakan waris dari ahli waris yang menolak. Dalam hal demikian setelah terjadinya penolakan, notaris membuat SKW lagi yang menunjukpenolakan waris tersebut, yang berisikan nama-nama ahli waris yang tidak menolak.
2. Ahli waris yang menolak, melakukan penolakan didepan Panitera Pengadilan Negeri, yaitu sebelum dibuat SKW sehingga notaris mengeluarkan SKW yang berisikan nama-nama ahi waris yang tidak menolak.

Bahwa apabila dilihat dari Putusan MARI Nomor 23 K/Sip/1973, disebutkan bahwa ahli waris yang menyatakan diri menolak harta warisan, danpenolakan itu telah dikeluarkan penetapan oleh PN, tidak dapat lagi menuntut harta peninggalan dari pewaris. Oleh karena itu maka disamping tidak dapat meminta pembagian waris, juga tidak dapat menuntut harta peninggalan yang dikuasai oleh pihak lain.

Lebih lanjut tentu harus dilihat ketentuan Pasal 1058 KUHPerdata yang menyebutkan ahli waris yang menolak warisan, dianggap tidak pernah menjadi waris.
Bahwa berdasarkan Pasal 1064 KUHPerdata juncto Pasal 1031 KUHPerdata :
Pasal 1064 KUHPerdata
Ahli waris yang menghilangkan atau menyembunyikan barang-barang yang termasuk harta peninggalan, kehilangan wewenang untuk menolak warisannya; ia tetap sebagai ahli waris murni, meskipun ia menolak, dan tidak boleh menuntut suatu bagian pun dari barang yang dihilangkan atau disembunyikannya. 

Pasal 1031 KUHPerdata
Ahli waris kehilangan hak istimewa pemerincian, dan dianggap sebagai ahli waris murni: 
1. bila ia dengan sadar dan sengaja, serta dengan itikad buruk, tidak memasukkan barang- barang yang termasuk harta peninggalan ke dalam pemerincian harta itu; 
2. bila ia berbuat salah dengan menggelapkan barang-barang yang termasuk warisan itu. 
Bahwa para ahli waris kehilangan hak atau wewenangnya untuk menolak warisan atau harta peninggalan, bila  ahli waris telah menghilangkan atau menyembunyikan benda-benda yang termasuk harta peninggalan tersebut. Sanksinya adalah orang tersebut (yang menghilangkan atau menyembunyikan) tetap merupakan ahli waris, walaupun orang tersebut menolak. Dan orang tersebut juga tidak dapat menuntut sesuatu bagian dalam harta yang telah dihilangkan atau disembunyikan itu.

Pasal 1031 KUHPerdata ditegaskan pula bahwa seseorang akan kehilangan haknya untuk mengadakan pendaftaran harta secara istimewa (beneficiar), jika ia dengan sengaja dan dengan itikad buruk telah tidak memasukkan dalam daftar yang bersangkutan harta yang termasuk warisan itu, dan/atau jika ia telah bersalah melakukan penggelapan harta dimaksud.

Perhatikan juga Pasal 137 KUHPerdata dan pasal 1042 KUHPerdata:
Pasal 137 KUHPerdata:
Isteri yang telah menghilangkan atau menggelapkan barang-barang dan harta bersama, tetap berada dalam penggabungan meskipun telah melepaskan dirinya; hal yang sama berlaku bagi para ahli warisnya. 
Pasal 1042 KUHPerdata:
Ketentuan-ketentuan dari Pasal 1024, Pasal 1031 dan berikutnya juga berlaku bagi ahli waris yang menggunakan hak untuk berpikir, telah menerima warisan dengan hak istimewa untuk mengadakan pemerincian harta peninggalan, dengan memberikan pernyataan seperti yang tersebut dalam penutup pasal 1029. 

Tulisan Dr. Udin Narsudin

Kamis, Februari 28, 2019

Pewarisan secara Ab Intestato (Undang-Undang)

google.com/foto

Pada kesempatan ini, kita membahas tentang bagaimana pengaturan pewarisan ketika seseorang meninggal dunia menurut Kitab Undang-Undang Perdata (KUH Perdata)/BW. Bahwa hukum waris diatur di dalam Buku II BW, yang dimulai dari Pasal 830 - Pasal 1130. Hukum waris itu sendiri adalah hukum yang mengatur tentang kekayaan seseorang yang telah meninggal dunia yang berkaitan dengan pemindahan kekayaan yang ditinggalkannya, oleh karena itu terjadi warisan.

Pewarisan menurut BW terdiri dari 2 cara :

  1. Pewarisan secara Ab Intestato (berdasarkan Undang-Undang) (Pasal 830-Pasal 873 BW);
  2. Pewarisan secara Testamentair (berdasarkan wasiat) (Pasal 874-Pasal 1022 BW).

Ketentuan-ketentuan mewaris, antara lain :

  • Pewarisan hanya terjadi karena kematian (Pasal 830 BW);
  • Bila beberapa orang yang antara seorang dengan yang lainnya ada hubungan pewarisan, meninggal pada hari yang sama, tanpa diketahui siapa yang meninggal lebih dahulu, maka mereka dianggap meninggal pada saat yang sama, dan terjadi peralihan warisan dari yang seorang kepada yang lainnya (Pasal 831 BW);
  • Menurut Undang-Undang, yang berhak menjadi ahli waris adalah keluarga sedarah, baik yang sah menurut undang-undang maupun yang di luar perkawinan, dan suami atau isteri yang hidup terlama, manurut peraturan-peraturan berikut ini, ............ (Pasal 832 BW);
  • Orang yang dianggap tidak pantas untuk menjadi ahli waris, dan dengan demikian tidak mungkin mendapat warisan ......... (Pasal 838 BW);
  • Penggantian memberikan hak kepada orang yang mengganti untuk bertindak sebagai pengganti dalam derajat dan dalam segala hak orang yang digantikannya (Pasal 841).

Kelompok ahli waris, terdiri dari : 

  • Golongan I, antara lain Istri/suami, anak-anak dan keturunannya;
  • Golongan II, antara lain bapak/ibu (orang tua), saudara-saudara seayah, seibu ataupun seayah dan seibu;
  • Golongan III, antara lain keluarga sedarah ayah dan ibu lurus ke atas (kakek, nenek);
  • Golongan IV, antara lain kelurga sedarah ayah atau ibu kedamping atau diluar golongan III (paman, bibi dan keturanannya); (Gol I,II,III,IV Pasal 852-Pasal 861 BW)
  • Anak luar kawin yang diakui (Pasal 862 jo Pasal 280 BW);
  • Anak angkat sama dengan anak sah (Stb 1917 no. 129).

Bagian/ jumlah/porsi masing-masing ahli waris, sebagai berikut :

  • ........mereka mewarisi bagian-bagian yang sama besarnya kepala demi kepala,......... (Pasal 852 BW);
  • ........bapak dan ibunya masing-masing mewarisi seperempat bagian, ....... (Pasal 854-Pasal 855 BW);
  • Pembagian dari apa yang menurut pasal-pasal tersebut di atas menjadi bagian saudara perempuan dan laki-laki, dilakukan antara mereka menurut bagian-bagian yang sama, bila mereka berasal dari berbagai perkawinan, maka apa yang mereka warisi harus dibagi menjadi dua bagian yang sama............. (Pasal 857 BW);
  • Anak luar kawin, tergantung kelas I,II,III,IV;
  • .............maka anak-anak luar kawin itu mewarisi sepertiga dari bagian yang sedianya mereka terima (sepertiga dari kelas I, setengah dari kelas II, dan III, tiga per empat dari kelas IV) (Pasal 863 BW);
  • .............bagian isteri atau suami tidak boleh melebihi seperempat  dari harta peninggalan  di pewaris (Pasal 852a BW).
sumber :

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH perdata)/Burgelijk Wetboek/ BW.

Postingan terakhir

PENGECEKAN SERTIPIKAT KE BPN kah?

google.com/foto Ya, Ke BPN  Betul ke BPN. Yakin betul ke BPN? Kemana kalau PPAT akan melakukan pengecekan sertipikat hak atas ta...