Menurut Jaksa Penuntut Umum bahwa R Soeharto, Notaris dan PPAT, berkantor di Jalan Dr. Wahidin No. 26 Sidoarjo, sengaja memberi kesempatan, sarana atau keterangan pemalsuan surat terhadap akta autentik, yaitu berupa keterangan dalam akta pengikatan jual beli No.28 tahun 2000 tanggal 13 Nopember 2000 dan akta kuasa No. 29 tanggal 13 Nopember 2000.
YAPI KUSUMA datang menghadap pada Notaris tersebut dengan membawa Surat Kuasa di bawah tangan tertanggal 1 September 1999 dari VENTJE REIN CAROLES (Direktur Utama PT. Bintang Karyasama) kepada saksi YAPI KUSUMA (selaku Kabag PT. Bintang Karyasama), yang isinya seolah-olah VENTJE REIN CAROLES memberi kuasa pada YAPI KUSUMA untuk mewakili PT. Bintang Karyasama, melakukan transaksi jual beli tanah dan bangunan dengan KURNIAWATI.
Ternyata surat kuasa di bawah tangan yang dijadikan dasar pembuatan akta notaris tersebut palsu, oleh karena itu Jaksa Penunutut Umum mendakwa Notaris dengan pasal pemalsuan akta autentik/surat dan penyertaan, dakwaan Primair: Pasal Pasal 264 ayat (1) jo Pasal 56 angka 2 KUHP, dakwaan Subsidair: Pasal 263 ayat (2) jo Pasal 56 angka 2 KUHP.
Atas kasus ini, Majelis Hakim Pengadilan Negeri memutuskan dengan Menyatakan bahwa Terdakwa R. SOEHARTO, S.H. tersebut di atas tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya dalam dakwaan Primair; Membebaskan ia oleh karena itu dari dakwaan Primair tersebut ; dan Menyatakan bahwa perbuatan yang didakwakan kepada Terdakwa: R. SOEHARTO, S.H. dalam dakwaan Subsidair tersebut telah terbukti, akan tetapi perbuatan tersebut bukan merupakan tindak pidana; Melepaskan Terdakwa : R. SOEHARTO, S.H. dari segala tuntutan hukum.
Tidak terima dengan putusan tersebut, Jaksa Penunut Umum pun melakukan upaya hukum kasasi. Namun Mahkamah Agung melalui Putusan MA No. 385 K/Pid/2006 justru semakin menguntungkan Notaris R. SOEHARTO, yakni: Menyatakan bahwa Terdakwa: R. SOEHARTO, S.H. tersebut di atas tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan dalam dakwaan Primair dan Subsidair; Membebaskan ia oleh karena itu dari dakwaan Primair dan Subsidair tersebut.
Pada pertimbangannya MA berpendapat Judex Facti keliru didalam menerapkan ketentuan hukum, karena menyatakan perbuatan Terdakwa terbukti tetapi bukan merupakan tindak pidana, sehingga Terdakwa dilepas dari segala tuntutan hukum.
Lebih lanjut MA berpandangan bahwa di dalam kasus a quo, Terdakwa selaku Notaris tidak berwenang untuk mengkaji sah atau tidaknya Surat Kuasa di bawah tangan yang diajukan oleh saksi Yapi Kusuma pada saat melakukan ikatan jual beli tanah dan rumah dengan saksi Kurniawati. Kenyataan bahwa tanda tangan di dalam Surat Kuasa di bawah tangan tersebut palsu, tanggung jawab pidana tidak dapat dibebankan kepada Terdakwa, sehingga seharusnya dakwaan tidak terbukti dan Terdakwa tidak dilepas dari tuntutan pidana melainkan dibebaskan dari dakwaan.
Dari kasus di atas, kita bisa memahami bahwa notaris itu tidak dapat dipersalahkan atas kesalahan yang dilakukan penghadap. Sayanganya tidak semua orang berpandangan sama, sebagian oknum penegak hukum justru memandang notaris sebagai pelaku kejahatan, melakukan penyertaan pemalsuan akta bersama-sama dengan penghadap, sehingga menyeret notaris ke meja hijau.
Untungnya dalam kasus ini MA memahami bahwa notaris tidak bersalah dan tidak dapat dimintai pertanggung jawaban pidana atas dokumen palsu yang berasal dari penghadap. Maka dari itu kedepannya perlu dibuat ketentuan dalam Undang-Undang bahwa notaris tidak bertanggung jawab atas dokumen atau keterangan palsu yang berasal dari penghadap.
Tulisan dari Zul Fadli, S.H., M.Kn.
Diselesaikan di Jambi, 23 Juni 2021
Tidak ada komentar:
Posting Komentar