Objek
pendaftaran tanah meliputi antara lain:
a.
bidang-bidang tanah yang dipunyai dengan hak milik, hak guna usaha, hak guna
bangunan dan hak pakai;
google.com/foto |
b.
tanah hak pengelolaan;
c.
tanah wakaf;
d.
hak milik atas satuan rumah susun;
e.
hak tanggungan;
f.
tanah Negara.[1]
Sesuai dengan yang diatur dala Pasal 19 UUPA, antara
lain:
(1) Untuk menjamin kepastian hukum oleh
Pemerintah diadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia
menurut ketentuan - ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah.
(2) Pendaftaran tersebut dalam ayat (1) pasal ini
meliputi :
a. pengukuran perpetaan dan pembukuan tanah;
b. pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan
hak-hak tersebut;
c. pemberian
surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat.
(3) Pendaftaran
tanah diselenggarakan dengan mengingat keadaan Negara dan masyarakat, keperluan
lalu lintas sosial ekonomi serta kemungkinan penyelenggaraannya, menurut
pertimbangan Menteri Agraria.
(4)
Dalam Peraturan Pemerintah diatur biaya-biaya yang bersangkutan dengan
pendaftaran termaksud dalam ayat (1) diatas, dengan ketentuan bahwa rakyat yang
tidak mampu dibebaskan dari pembayaran biaya-biaya tersebut.
Boedi Harsono menjelaskan lebih lanjut, bahwa
kata-kata suatu rangkaian kegiatan menunjukkan kepada adanya berbagai kegiatan
dalam penyelenggaraan pendaftaran tanah, yang berkaitan satu dengan yang lain
berurutan menjadi satu kesatuan rangkaian yang bermuara pada tersedianya data
yang diperlukan dalam rangka menjamin kepastian hukum di bidang pertanahan bagi
rakyat.[2]Pendaftaran
Tanah bertujuan:
a. untuk
memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas
suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hak-hak lain yang terdaftar agar
dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang ber-sangkutan;
b. untuk
menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan termasuk
Pemerintah agar dengan mudah dapat memperoleh data yang diperlukan dalam
mengada-kan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan
rumah susun yang sudah terdaftar;
c.
untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan.[3]
Pendaftaran
tanah memiliki manfaat bagi pemegang hak selain dari segi hukum mendapat
kepastian hukum dan perlindungan hukum. Manfaat pendaftaran tanah bagi pemegang
hak dapat juga sebagai berikut:
a.
Memberikan
rasa aman;
b.
Dapat
mengetahui dengan jelas data fisik dan data yuridisnya;
c.
Memudahkan
dalam pelaksanaan peralihan hak;
d.
Harga
tanah menjadi lebih tinggi;
e.
Dapat
dijadikan jaminan hutang dengan dibebani hak tanggungan, dan;
f.
Penetapan
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) tidak mudah keliru.[4]
Perihal
tentang alat bukti tertulis mengenai kepemilikan tanah untuk
Melakukan pendaftaran
hak baru dan pendaftaran hak-hak lama diatur berdasarkanatas sebagai berikut:
a.
grosse akta hak eigendom yang diterbitkan berdasarkan Overschrijvings
Ordonnantie (S.1834-27), yang telah dibubuhi catatan, bahwa hak eigendom
yangbersangkutan dikonversi menjadi hak milik, atau;
b.
grosse akta hak eigendom yang diterbitkan berdasarkan Overschrijvings
Ordonnantie (S.1834-27) sejak berlakunya UUPA sampai tanggal pendaftaran tanah
dilaksanakan menurut Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 di daerah yang
bersangkutan atau;
c.
surat tanda bukti hak milik yang diterbitkan berdasarkan Peraturan Swapraja
yang ber-sangkutan, atau;
d.
sertipikat hak milik yang diterbitkan berdasarkan Peraturan Menteri Agraria
Nomor 9 Tahun 1959, atau;
e.surat
keputusan pemberian hak milik dari Pejabat yang berwenang, baik sebelum ataupun
sejak berlakunya UUPA, yang tidak disertai kewajiban untuk mendaftarkan hak
yang diberikan, tetapi telah dipenuhi semua kewajiban yang disebut di dalamnya,
atau;
f.
petuk Pajak Bumi/Landrente, girik, pipil, kekitir dan Verponding Indonesia
sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961, atau;
g.
akta pemindahan hak yang dibuat dibawah tangan yang dibubuhi tanda kesaksian
oleh Kepala Adat/Kepala Desa/Kelurahan yang dibuat sebelum berlakunya Peraturan
Pemerintah ini dengan disertai alas hak yang dialihkan, atau;
h.
akta pemindahan hak atas tanah yang dibuat oleh PPAT, yang tanahnya belum
dibukukan dengan disertai alas hak yang dialihkan, atau;
i.
akta ikrar wakaf/surat ikrar wakaf yang dibuat sebelum atau sejak mulai
dilaksanakan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 dengan disertaialas hak
yang diwakafkan, atau;
j.
risalah lelang yang dibuat oleh Pejabat Lelang yang berwenang, yang tanahnya
belum dibukukan dengan disertai alas hak yang dialihkan, atau;
k.
surat penunjukan atau pembelian kaveling tanah pengganti tanah yang diambil
oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah, atau;
l.
surat keterangan riwayat tanah yang pernah dibuat oleh Kantor PelayananPajak
Bumi dan Bangunan dengan disertai alas hak yang dialihkan, atau;
m. lain-lain bentuk
alat pembuktian tertulis dengan nama apapun jugasebagaimana dimaksud dalam
Pasal II, VI dan VII ketentuan-ketentuan Konversi UUPA.[5]
[1]LihatPasal
9 ayat (1) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 24 tahun 1997 tentang
Pendaftaran Tanah.
[2] Boedi
Harsono, Hukum Agraria Indonesia Sejarah
Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria, Isi Dan Pelaksanaannya, Djambatan,
Jakarta, h. 72-74
[3]Lihat Pasal
3 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 tahun 1997 tentang
Pendaftaran Tanah.
[4]Urip
Santoso, Hukum Agraria Kajian
Komprehensif, Kencana Prenamedia, Jakarta, 2013, h. 295.
[5]Lihat
Pasal 60 Peraturan Menteri Negara
Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional nomor 3 tahun 1997 tentang Ketentuan
Pelaksanaan Peraturan Pemerintah nomor 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar