Translate

Tampilkan postingan dengan label peraturanperundang-undangan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label peraturanperundang-undangan. Tampilkan semua postingan

Minggu, Maret 29, 2020

Aliran hukum yang mempengaruhi pembentukan suatu peraturan perundang-undangan

1. Aliran Legisme

Aliran yang timbul pada abad pertengahan ini mengajarkan, bahwa satu-satunya sumber hukum adalah undang-undang, sehingga pembentuk undang-undang atau hakim terikat pada undang-undang. Dalam ajaran aliran ini, hukum analog dengan undang-undang. Melalui undang-undang maka segi kepastian hukum (rechtszekerheid) dapat diwujudkan. 

Adapun kebiasaan (custom) hanya akan mempunyai kekuatan hukum apabila ditunjuk oleh undang-undang. Oleh karena itu, menurut ajaran legisme, kebiasaan (custom) bukanlah sumber hukum. Pembentukan hukum atau peraturan perundang-undangan dalam pandangan aliran ini hanya ada dalam kerangka melaksanakan ketentuan undang-undang (wetstoepassing), dan dijalankan melalui ’juridische syllogisme’, yaitu suatu deduksi logis dari suatu perumusan yang luas (preposisi mayor) kepada suatu keadaan khusus (preposisi minor) sehingga sampai pada suatu kesimpulan (conclusio).¹

Aliran ini dalam perkembangannya kemudian melahirkan gerakan kodifikasi, yaitu gerakan yang lahir dari gagasan untuk menyatukan hukum dan menuangkannya dalam  sebuah kitab undang-undang (codex). Dengan demikian, pembentukan peraturan perundang-undangan yang dewasa ini dominan dalam sistem penyelenggaraan negara/ pemerintahan secara historis lahir sebagai akibat dari pengaruh ajaran legisme dan gerakan kodifikasi.

2. Aliran Begriffsjurisprudenz

Aliran ini mengajarkan, bahwa dasar dari hukum atau peraturan perundang-undangan adalah suatu sistem asas-asas hukum serta pengertian dasar yang menyediakan kaidah atau norma yang sudah pasti untuk setiap peristiwa konkrit. Menurut aliran ini, hukum atau peraturan perundang-undangan tidaklah sebagai sarana, tetapi sebagai tujuan, 
sehingga ajaran hukum menjadi ajaran tentang pengertian (begriffsjurisprudenz), atau diistilahkan oleh Sudikno Mertokusumo sebagai suatu permainan pengertian. 

Aliran ini mengkultuskan rasio dan logika.² Oleh karena itu, menurut ajaran begriffsjurisprudenz ini, pekerjaan pembentukan peraturan perundang-undangan  semata-mata bersifat logis-analitis. Sifat logis-analitis adalah sifat khusus dari norma-norma peraturan perundang-undangan yang menggambarkan relasi timbal balik diantara norma-norma tersebut 

sesuai dengan prinsip-prinsip logikal. Pembentukan peraturan perundang-undangan dalam ajaran aliran ini harus bertumpu pada prinsip-prinsip ini, dan sedapat mungkin menghindari terjadinya kontradiksi logikal, yaitu kontradiksi atau konflik antara 2 (dua) norma atau lebih yang harus diputuskan keabsahannya melalui logika hukum (legal logic).

3.Aliran Legal Realism

Ada yang menyebut aliran ini dengan pragmatic legal realism, yaitu suatu aliran yang disamping menggunakan rasio atau akal (logika) sebagai sumber pembentukan hukum atau peraturan perundang-undangan, juga menggunakan faktor atau unsur-unsur di luar logika. John Dewey mengemukakan, bahwa pembentukan hukum atau peraturan perundang-undangan itu adalah satu proses berdasarkan eksperimen di mana unsur logika hanya merupakan salah satu unsur saja dari sejumlah unsur-unsur lain yang memberi petunjuk ke arah satu kesimpulan tertentu.

John Chipman Gray, salah satu tokoh dalam aliran ini juga mengemukakan, bahwa disamping unsur logika sebagai faktor penting dalam pembentukan hukum atau peraturan perundang-undangan, unsur kepribadian, prasangka, dan unsur-unsur lain di luar logika juga berpengaruh sangat besar.
Aliran ini menekankan pentingnya faktor-faktor yang bersifat extralegal atau nondoktrinal untuk dikaji dalam pembentukan hukum atau peraturan perundang-undangan, disamping faktor-faktor yang bersifat doktrinal-logikal (legal logic).

Pembentukan peraturan perundang-undangan dalam ajaran ini tidak saja dimaksudkan sebagai suatu bentuk sarana kontrol sosial (law as a tool of social control), tetapi juga 
digunakan sebagai sarana rekayasa sosial (law as a tool of social engineering) sebagaimana telah diisyaratkan Roscoe Pound.
 ________________
¹Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto, Perundang-undangan dan Yurisprudensi, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1993, hlm. 50.
²Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, Liberty, Yogyakarta, 1988, hlm. 166.

Postingan terakhir

PENGECEKAN SERTIPIKAT KE BPN kah?

google.com/foto Ya, Ke BPN  Betul ke BPN. Yakin betul ke BPN? Kemana kalau PPAT akan melakukan pengecekan sertipikat hak atas ta...