Translate

Tampilkan postingan dengan label Lambang Garuda. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Lambang Garuda. Tampilkan semua postingan

Sabtu, November 09, 2019

GARUDA DI KARTU NAMA-KU

Pada kalangan Notaris sering kita temui penggunaan lambang negara di kartu nama dan kulit akta. Dengan menggunakan lambang garuda, kartu nama dan kulit akta Notaris tampak semakin berwibawa, semakin mencerminkan bahwa seorang notaris itu adalah Pejabat Umum yang mewakili negara dalam urusan membuat alat bukti tertulis. Hal ini dikritik oleh sebagian notaris, alasannya penggunaan itu dilarang oleh Undang-Undang.

Namun Mahkamah Konstitusi (MK) melalui Putusan Nomor Pekara 4/PUU-X/2012 telah membatalkan larangan dan pemidanaan penggunaan lambang Negara selain dari apa yang diatur di dalam Undang-Undang. Dengan Inskonstitusinalnya larangan itu, maka tak perlu khawatir lagi menggunakan lambang garuda di kartu nama ataupun pada kulit akta. 

Pasal 36A Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia (UUD 1945) menjelaskan bahwa Lambang Negara ialah Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Lalu lambang tersebut diatur lebih lanjut dengan Undang-Undang sebagaimana diamanatkan Pasal 36C UUD 1945.

Lambang Negara 

Dalam Pasal 46 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, Dan Lambang Negara, Serta Lagu Kebangsaan (UU No. 24/ 2009) menerangkan bahwa Lambang Negara Kesatuan Republik Indonesia berbentuk Garuda Pancasila yang kepalanya menoleh lurus ke sebelah kanan, perisai berupa jantung yang digantung dengan rantai pada leher Garuda, dan semboyan Bhinneka Tunggal Ika ditulis di atas pita yang dicengkeram oleh Garuda. 

Lambang Negara merupakan simbol dari keragaman budaya. Perlu diketahui bahwa pada awalnya lambang negara kita dirancang oleh Sultan Hamid II dari Pontianak melalui sebuah sayembara, yang kemudian disempurnakan oleh Presiden Soekarno, dan diresmikan pemakaiannya sebagai lambang negara pertama kali pada Sidang Kabinet Republik Indonesia Serikat tanggal 11 Februari 1950. 

Penggunaan Lambang Negara 

Lambang Negara Garuda Pancasila merupakan identitas bangsa yang menjadi simbol kehormatan negara. Maka dari itu Undang-Undang mengatur sedemikian rupa penggunaanya. Undang-Undang mengatur siapa saja yang berwenang meggunakannya, tempat dan benda-benda yang bisa dipasang lambang negara garuda pancasila. Tujuannya tentu untuk melindungi dan menjaga kewibawaan lambang negara agar tidak disalah gunakan atau malah terlecehkan, karena lambang negara menjadi simbol yang dihormati dan dibanggakan warga negara Indonesia. Disamping itu pengaturan lambang negara yang sedemikian rupa juga untuk menciptakan ketertiban, kepastian, dan standardisasi penggunaan lambang negara. 

UU No. 24/ 2009 mewajibkan penggunaan lambang negara pada tempat-tempat dan benda-benda tertentu diantaranya: 

a. dalam gedung, kantor, atau ruang kelas satuan pendidikan;
b. luar gedung atau kantor; 
c. lembaran negara, tambahan lembaran negara, berita negara, dan tambahan berita negara; 
d. paspor, ijazah, dan dokumen resmi yang diterbitkan pemerintah; 
e. uang logam dan uang kertas; atauf. materai. 

Dalam Pasal 52 UU No. 24/2009 diterangkan pula bahwa Lambang Negara dapat digunakan: 

a. sebagai cap atau kop surat jabatan; 
b. sebagai cap dinas untuk kantor; 
c. pada kertas bermaterai; 
d. pada surat dan lencana gelar pahlawan, tanda jasa, dan tanda kehormatan; 
e. sebagai lencana atau atribut pejabat negara, pejabat pemerintah atau warga negara Indonesia yang sedang mengemban tugas negara di luar negeri; 
f. dalam penyelenggaraan peristiwa resmi; 
g. dalam buku dan majalah yang diterbitkan oleh Pemerintah;
i. dalam buku kumpulan undang-undang; dan/atau 
j. di rumah warga negara Indonesia. 

Pasal 54 ayat (1) UU No. 24/2009 menjelaskan lebih lanjut penggunaan Lambang Negara sebagai cap atau kop surat jabatan digunakan oleh: 

a. Presiden dan Wakil Presiden; 
b. Majelis Permusyawaratan Rakyat; 
c. Dewan Perwakilan Rakyat; 
d. Dewan Perwakilan Daerah; 
e. Mahkamah Agung dan badan peradilan; 
f. Badan Pemeriksa Keuangan; 
g. menteri dan pejabat setingkat menteri; 
h. kepala perwakilan Republik Indonesia di luar negeri yang berkedudukan sebagai duta besar luar biasa dan berkuasa penuh, konsul jenderal, konsul, dan kuasa usaha tetap, konsul jenderal kehormatan, dan konsul kehormatan; 
i. gubernur, bupati atau walikota; 
j. notaris; dan 
k. pejabat negara lainnya yang ditentukan oleh undang-undang. 

Berkaitan dengan Pasal Pasal 54 ayat (1) UU No. 24/2009, dalam Pasal 16 ayat (1) huruf l Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 (UUJN) yang menyatakan bahwa setiap notaris wajib mempunyai cap/stempel yang memuat lambang negara Republik Indonesia dan pada ruang yang melingkarinya dituliskan nama, jabatan, dan tempat kedudukan yang bersangkutan. Selanjutnya pada Pasal 56 ayat UUJN memerintahkan Notaris untuk membubuhkan cap stempel pada Akta originali, Grosse Akta, Salinan Akta, Kutipan Akta, salinan surat yang dilekatkan pada Minuta Akta, Surat di bawah tangan yang disahkan atau dilegalisasi, surat di bawah tangan yang didaftar dan pencocokan fotokopi. 

Judicial Review Larangan Penggunaan Lambang Negara 

UU No. 24/2009 melarang dan memberikan sanksi bagi pihak-pihak yang tidak berwenang menggunakan lambang negara guna menjaga kewibawaannya dan terciptanya ketertiban dalam penggunaan lambang negara. Dalam Pasal 57 UU No. 24/2009 menyatakan Setiap orang dilarang: 

a. mencoret, menulisi, menggambari, atau membuat rusak Lambang Negara dengan maksud menodai, menghina, atau merendahkan kehormatan Lambang Negara; 

b. menggunakan Lambang Negara yang rusak dan tidak sesuai dengan bentuk, warna, dan perbandingan ukuran; 

c. membuat lambang untuk perseorangan, partai politik, perkumpulan, organisasi dan/atau perusahaan yang sama atau menyerupai Lambang Negara; dan 

d. menggunakan Lambang Negara untuk keperluan selain yang diatur dalam Undang-Undang ini. 

Tidak hanya larangan, Undang-Undang juga memberikan ketentuan pidana, salah satu ketentuan itu tertuang dalam Pasal 69 UU No. 24/2009 dengan tegas menyatakan bahwa dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah), setiap orang yang: 

a. dengan sengaja menggunakan Lambang Negara yang rusak dan tidak sesuai dengan bentuk, warna, dan perbandingan ukuran; 

b. membuat lambang untuk perseorangan, partai politik, perkumpulan, organisasi dan/atau perusahaan yang sama atau menyerupai Lambang Negara; atau 

c. dengan sengaja menggunakan Lambang Negara untuk keperluan selain yang diatur dalam Undang-Undang ini. 

Keberadaan Pasal larangan penggunaan lambang negara dalam UU No. 24/2009 menjadi dasar bagi seorang Advokad yang bernama David Tobing mempersoalkan penggunaan lambang negara garuda pancasila pada kostum pemain Tim Nasional Sepak Bola Indonesia. 

Dia beralasan bahwa seragam timnas sepak bola berpotensi dikotori, robek, dan bahkan terkena tendang, terkena sikut, dilempar setelah dipakai. Dan harus diingat lambang negara yang ada di kaos bola pun akan mengalami hal yang sama. 

Larangan penggunaan lambang negara ini membuat beberapa pihak merasa dirugikan hak kontitusionalnya. Sejumlah warga yang mengatasnamakan Koalisi Gerakan Bebaskan Garuda Pancasila memohon uji materil (menggugat) pasal 57 huruf c dan huruf d yang mengatur larangan penggunaan lambang negara di MK. Pada akhhirnya MK mengabulkan sebagian permohonan pemohon. Pututusan MK Nomor Pekara Nomor 4/PUU-X/2012 telah mebatalkan Pasal 57 hurut d yang melarang penggunaan lambang negara selain yang diatur dalam UU No. 24/2009. Sedangkah Pasal 57 huruf c tidak dibatalkan (konstitusional). Walau Pasal 69 huruf c tidak menjadi objek uji materil pemohon, namun MK membatalkan pula keberadaan pasal tersebut karena memiliki keterkaitan yang sengat erat dengan Pasal 57 huruf d. 

Mahkamah berpendapat larangan penggunaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 huruf d UU No. 24/ 2009 tidak tepat. Apalagi larangan tersebut diikuti dengan ancaman pidana, yang seharusnya ketentuan mengenai perbuatan yang diancam pidana harus memenuhi rumusan yang bersifat jelas dan tegas (lex certa), tertulis (lex scripta), dan ketat (lex stricta). 

Terkait penggunaan lambang negara, hal yang tidak boleh dilupakan adalah keberadaan Pasal 32 ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan, “Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya”. Mahkamah berpendapat bahwa kata “menjamin” dalam Pasal 32 ayat (1) UUD 1945 harus diartikan sebagai kewajiban negara yang di sisi lain merupakan hak warga negara atau masyarakat untuk “memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya”. 

Dengan mengingat bahwa Pancasila, yang dilambangkan dalam bentuk Garuda Pancasila, adalah seperangkat sistem nilai (budaya) yang menjadi milik bersama atau kebudayaan bersama seluruh warga negara Indonesia maka menjadi hak warga negara untuk melaksanakan nilai-nilainya termasuk di dalamnya menggunakan lambang negara. Apalagi jika mengingat bahwa Pancasila sebagai sistem nilai adalah terlahir atau merupakan kristalisasi dari nilai-nilai budaya bangsa Indonesia. 

Selain itu MK juga berpendapat bahwa Pembatasan penggunaan lambang negara merupakan bentuk pengekangan ekspresi dan apresiasi warga negara akan identitasnya sebagai warga negara. Pengekangan yang demikian dapat mengurangi rasa memiliki yang ada pada warga negara terhadap lambang negaranya. 

Kini dengan putusan MK diatas, maka para Notaris tidak perlu khawatir lagi menggunakan lambang negara garuda pancasila pada kartu nama atau kulit akta, karena larangan dan ketentuan pidana penggunaan lambang negara garuda pancasila selain yang diatur dalam Undang-Undang telah dicabut oleh Penjaga Konstitusi.

Tulisan dari Zul Fadli, S.H., M.Kn.

Postingan terakhir

PENGECEKAN SERTIPIKAT KE BPN kah?

google.com/foto Ya, Ke BPN  Betul ke BPN. Yakin betul ke BPN? Kemana kalau PPAT akan melakukan pengecekan sertipikat hak atas ta...